Tolak Penyerobotan, Masyarakat Ulayat Lauh Cih Duduki Fly Over Jamin Ginting

TOPMETRO.NEWS – Puluhan masyarakat Ulayat Sibayak Lau Cih mengungsi sambil melakukan aksi unjuk rasa di bawah Fly Over Jamin Ginting, Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan Medan, Minggu (23/7) pukul 13.00 Wib. Dalam orasinya, massa pendemo menolak keras aksi penyerobotan lahan yang dilakukan pihak PTPN II.

Dijelaskan juga, aksi demo ini dilatar belakangi dari ketakutan akan kriminalisasi pihak PTPN II terhadap masyarakat ulayat Sibayak Lau Cih. Tanah ulayat yang awalnya disewa (konsesi) pihak Belanda (Deli Maatschaap) pada tahun 1869 dari Sibayak Lau Cih melalui kesultanan Deli, dan pada tahun 1942 tanah tersebut tidak dikelola lagi oleh Belanda, sehingga masyarakat ulayat Lau Cih kembali menguasai lahan tersebut dengan bercocok tanam.

Namun, pada tahun 1965, PTPN II Bekala dengan program Nasionalisasi. “Fasilitas Belanda mungkin bisa saja dinasionalisasi, namun tanah yang nota bene adalah milik masyarakat, bagaimana mungkin dinasionalisasi di Republik Indonesia ini. Ini kan sama artinya mengambil dan merampas alih secara paksa tanah ulayat tersebut,” ungkap Marga Tarigan mewakili masyarakat ulayat Sibayak Lau Cih.

Disebutkan, kekerasan yang diterima akan dituduh PKI, bahkan ditangkap dan dipenjara jika masyarakat ulayat di tahun 1965 menolak memberi tanah yang sudah ditanami oleh mereka. Aparat TNI bersenjata kerap digunakan PTPN II Bekala sejak 1972 dan sudah banyak masyarakat ulayat yang menjadi korban. Setelah reformasi bergulir tepatnya akhir 1996 masyarakat ulayat kembali memperjuangkan tanah ulayat dan kembali melakukan kegiatan pertanian sembari melakukan usaha-usaha hukum dan politik, agar tanah tersebut kembali ke masyarakat ulayat.

“Pada bulan Februari tahun 2017 lalu, aparat TNI kembali masuk ke lahan yang diklaim milik PTPN II dengan membawa beko dan alat berat lainnya, sehingga ratusan warga yang tergabung dari Desa Simalingkar A dan Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancurbatu melakukan penghadangan yang berujung bentrok, hingga mengakibatkan jatuhnya korban dari kedua belah pihak,” timpal pendemo lainnya.

Pasca bentrok tersebut, masyarakat membuat permohonan RDP ke DPRD SU pada tanggal 9 Maret 2017, dikabulkan pada 13 Juli 2017 dan diperoleh hasil dari komisi A DPRD SU, agar pihak PTPN II dan aparat TNI menghentikan aktifitas hingga Rapat Dengar Pendapat (RDP) selanjutnya. Namun, beberapa hari kemudian, pihak PTPN II melanjutkan kembali aktifitas mengangkangi RDP dari Komisi A DPRD Sumut.

Bentrok pun tak terhindarkan lagi antara masyarakat beserta mahasiswa pendamping dengan ratusan pihak aparat pada 19 Juli 2017. Dimana pada saat itu, terjadi aksi kekerasan, penangkapan terhadap mahasiswa pendamping dan masyarakat ulayat Lau Cih dan penghancuran jambur (pendopo) masyarakat ulayat Cih, serta pengerataan lahan pertanian yang diduga akibat masuknya provokasi dari preman bertopeng yang memiliki kepentingan di lahan milik masyarakat.

Pasca bentrokan itu, intimidasi dan bahkan ancaman kerap diterima masyarakat ulayat Sibayak Lau Cih melalui sms gelap, pelemparan batu ke rumah warga yang masih bertahan di ulayat Sibayak Lau Cih.

Untuk itu, masyarakat ulayat Sibayak Lau Cih yang terpaksa mengungsi ke Fly Over Jamin Ginting meminta perlindungan dan simpatik kepada masyarakat dan negara akibat kriminalisasi dan ancaman preman bertopeng kepada masyarakat ulayat Sibayak Lau Cih, Kabupaten Delisrdang.

“Penderitaan ini adalah penderitaan kita bersama, mari saudara-saudaraku/sangkep geluhku kerina, bersatu melawan kesewenang-wenangan, penindasan, dan ancaman oleh pihak-pihak yang ingin mengusir kami, dan mengambil keuntungan dari penindasan ini. Mari kita melawan pihak-pihak yang ingin memecah-belah dan tak ingin melihat Karo bersatu, terutama yang telah menghancurkan identitas kita kalak Karo yaitu jambur yang merupakan salah satu tempat sakral bagi etnis Karo,” teriak massa pendemo.(TM/08)

Related posts

Leave a Comment