topmetro.news – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) melalui Asisten Tindak Pidana Khusus, saat ini diketahui semakin memperbanyak memintai keterangan dari sejumlah pihak, terutama dari para pejabat pemerintahan.
Hal tersebut dalam upaya membongkar dugaan tindak pidana korupsi tambang ilegal dan penjualan pasir milik negara yang diduga dilakukan oleh PT Bina Usaha Mineral Indonesia (PT BUMI) dan PT Jui Shin Indonesia, mengakibatkan dugaan kerugian negara juga kerusakan lingkungan.
Reklamasi
Hasil investigasi terkini para wartawan, bahwa sedikitnya ada dua lubang besar mirip danau di Desa Gambus Laut, yang sampai kini tak direklamasi dan pasca-tambang, meski sudah lama lokasi tambang pasir kuarsa tersebut ditinggalkan.
Satu lubang posisi paling depan, yang dilakukan penambangan disebut sejak sekitar tahun 2010, sampai saat ini dibiarkan begitu saja, meski warga sekitar mengaku ternak peliharaan mereka kerap mati tenggelam di lubang bekas tambang tersebut dan banyak bencana lainnya akibat lubang-lubang bekas tambang lainnya. Selain di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir ada juga di Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara.
Sebelumnya Dirut PT Jui Shin Indonesia Chang Jui Fang yang juga Komisaris Utama PT BUMi, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan mengarahkan ke seorang bernama Haposan Siregar.
Kemudian, dalam beberapa kesempatan kepada wartawan, Haposan Siregar mengaku sebagai perwakilan PT Jui Shin Indonesia, bahwa mereka tidak ada hubungan dengan tambang pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara. PT Jui Shin Indonesia, kata Haposan, hanya bekerjasama dengan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (PT BUMI)
Kejatisu dan Kejagung
PT Jui Shin Indonesia dan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI) sebelumnya sudah dilaporkan Sunani (60) didampingi pengacaranya, Dr Darmawan Yusuf SH SE MPd MH CTLA Mediator ke Polda Sumut, terkait dugaan pencurian pasir kuarsa dan pengerusakan lahan milik pelapor (Sunani) seluas sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir Kabupaten Batubara, Sumut.
Dalam penanganan kasus tersebut, pihak Ditreskrmum Polda Sumut sudah menyita dua unit ekscavator disebut milik PT Jui Shin Indonesia sebagai barang bukti. Sedangkan Dirut PT Jui Shin Indonesia Chang Jui Fang berstatus jemput paksa, sebab selalu mangkir ketika dipanggil melalui surat oleh Polda Sumut. Dan sampai saat ini, Selasa (13/8/2024), Chang Jui Fang diketahui belum juga bisa dijemput pihak Ditreskrmum Polda Sumut.
Lalu, Sunani melalui anaknya, Adrian Sunjaya (25), tetap didampingi Dr Darmawan Yusuf SH SE MPd MH CTLA Mediator, kembali melaporkan PT BUMI ke Kejati Sumut, Kejaksaan Agung, Mabes Polri dan KPK, atas dugaan merugikan pendapatan negara karena menyebabkan kerusakan lingkungan dalam melakukan aktivitas pertambangan.
Kepada Ditreskrmsus Polda Sumut juga sudah diinformasikan soal pertambangan besar-besaran diduga melanggar hukum tersebut. Direktur Ditreskrmsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan sekitar Januari 2024 lalu mengatakan sudah menurunkan anggotanya ke lokasi di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara.
Luar Koordinat
Dalam sebuah kesempatan, Koodinator Inspektur Tambang Provinsi Sumut Suroyo menjelaskan kepada wartawan, bahwa terkait aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Batubara, mereka juga sudah dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi ahli atas permintaan Polda Sumut dan Kejati Sumut.
Di mana hasil dari lapangan mereka mendapatkan informasi, bahwa pertambangan itu memang dilakukan di luar wilayah usaha izin pertambangan alias di luar koordinat.
Pihak Inspektur Tambang Sumut sudah pula mengeluarkan surat teguran akibat pertambangan (PT BUMI) yang di luar koordinat tersebut. Dan nantinya untuk sanksi administrasi terhadap perusahaan itu diberikan Gubernur Sumut.
Diketahui, dalam UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, apabila tidak melaksanakan reklamasi, pascatambang, izin IUP atau IUPK bisa dicabut dan bisa diancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliiar.
berbagai sumber