topmetro.news – Lima tersangka kasus penyelenggaraan seleksi guru PPPK Kabupaten Langkat tahun 2023 akhirnya ditahan oleh Kejati Sumut, Senin (13/1/2025).
Penahanan tersebut dilakukan setelah berkas 5 tersangka, yakni Kadis Pendidikan Langkat Saiful Abdi, Kepala BKD Langkat Eka Depari, Kasi Kesiswaan Bidang SD Disdik Langkat Alek Sander, serta dua kepala sekolah di Langkat bernama Awaluddin dan Rohayu Ningsih tersebut dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Jaksa Kejasaan Tinggi Sumatera Utara pada 30 Desember 2024.
Dijelaskan oleh kuasa hukum ratusan guru yang jadi korban, Irvan Saputra SH MH dari LBH Medan, penahanan 5 persangka merupakan hal yang dinanti-nanti oleh ratusan guru honorer Langkat yang selama ini terus berjuang untuk mencari keadilan.
“Pasalnya ratusan guru honorer Langkat tersebut sebelumnya telah menjadi korban atas adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat,” terangnya lewat press rilis yang disampaikan kepada topmetro.news, Selasa (14/1/2025).
Perlu diketahui, tambah Irvan, untuk mendapatkan keadilan atas kasus PPPK, para guru honorer harus dan telah melakukan aksi berjilid-jilid. Yakni, sebanyak 10 kali di Polda Sumut dan 3 kali di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
“Hingga akhirnya perjuangan ratusan guru honorer membuahkan hasil. Dalam hal ini ditetapkan dan ditahannya 5 tersangka (Kadis Pendidikan, Kepala BKD, Kasi Kesiswaan dan 2 kepala sekolah di Kabupaten Langkat),” ujar Irvan.
Pintu Masuk
Penahanan kelima tersangka bukan berarti selesainya dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat. Akan tetapi hal tersebut menjadi pintu masuk untuk segera menindaklanjuti dugaan keterlibatan Ketua Panselda dalam hal ini Sekda dan Pembina ASN mantan Plt Bupati Langkat saat itu.
Secara logika hukum, urai Irvan, tidak mungkin para pejabat tertinggi tersebut tidak mengetahui tindakan sekretaris dan anggota Panselda yang diemban oleh Kepala BKD dan Kadis Pendidikan saat seleksi PPPK Langkat tahun 2023.
Menyikapi hal tersebut, LBH Medan selaku penasehat hukum ratusan guru honorer mendesak Polda dan Kejati Sumut agar segera menindaklanjuti dugaan keterlibatan 2 pejabat tertinggi di Kabupaten Langkat tersebut.
Bukan tanpa alasan. LBH Medan menilai bagaimana mungkin Sekda selaku Ketua Panselda dan Plt Bupati Langkat selaku pejabat yang mengumumkan kelulusannya PPPK Langkat Tahun 2023 tidak mengetahui tindakan bawahannya.
Berkaca dari beberapa kasus-kasus PPPK sebelumnya, semisal Batubara dan Madina yang diketahui bersama Polda Sumut, telah menetapkan eks Bupati Batubara dan Ketua DPRD Madina sebagai tersangka dalam seleksi PPPK di kabupaten masing-masing yang juga diduga sama-sama memberlakukan praktik suap untuk meluluskan guru honorer yang tidak memenuhi syarat.
Oleh karena itu, mustahil jika kedua pejabat tersebut tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.
“Maka, sudah barang tentu demi tegaknya hukum, Polda Sumut dan Kejatisu haruslah segera menindaklanjuti kasus ini sampai kepada Plt Bupati dan Sekda Langkat. Hal ini juga bersesuaian dengan asas dalam hukum pidana yaitu ‘equality before the law’, yang artinya, setiap orang sama di hadapan hukum,” tegasnya.
Kawal
LBH medan juga meminta para tersangka yang saat ini ditahan dan akan diadili, untuk membuka kasus ini secara terang benderang.
Untuk itu, kata Irvan dan Sofyan Mu’is Gajah SH, LBH Medan akan mengawal penegakan hukum di pengadilan nantinya dengan memohon pemantau persidangan kasus ini kepada Komisi Yudisial RI dan rekan-rekan media.
“Serta melibatkan masyarakat sipil yang peduli atas pencegahan dan pemberantasan korupsi (ICW dan Sahdar) guna terciptanya keadilan terhadap ratusan guru dan masyarakat luas, khususnya Langkat. Serta menjadikan penegakan hukum ini nantinya sebagai bentuk efek jera bagi pelaku. Dan nanti tidak lagi dilakukan pejabat-pejabat atau penyelenggaraan negara lainnya di Indonesia khususnya Kabupaten Langkat,” harap keduanya.
Dijelaskan Irvan, dugaan tindak pidana korupsi PPPK Langkat sesungguhnya telah melanggar Pasal 28 UUD 1945, UU HAM, DUHAM, ICCPR dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik. Serta melanggar UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Serta melanggar UU Tipikor.
reporter | Rudy Hartono