Balai Wartawan Polda Sumut Digusur, Wartawan Tersingkir Demi Bisnis Bhayangkari

Balai Wartawan Polda Sumut. (Foto: Ist)

 

topmetro.news, MEDAN – Keputusan kontroversial Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto menggusur Balai Wartawan Polda Sumut dan mengalihfungsikannya menjadi gerai usaha Bhayangkari, menuai gelombang kekecewaan dari insan pers. Ruang yang selama ini menjadi simbol kemitraan strategis antara Polri dan wartawan, kini disulap menjadi pusat bisnis.

Gedung berukuran 7×8 meter, lengkap dengan AC, Wi-Fi, meja kerja, dan meja konferensi pers, tak lagi menjadi tempat wartawan bekerja, menulis, dan bertukar informasi. Sejak Kamis (17/4/2025), seluruh isi ruangan mulai dipindahkan ke lantai dua Prana Cafe—lokasi pengganti yang justru semakin membatasi akses wartawan.

Wartawan senior dan Koordinator Wartawan Mitra Humas Poldasu, Jos Tambunan, mengecam keras kebijakan ini. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk kemunduran komunikasi publik dan penghinaan terhadap profesi wartawan.

“Ini bukan sekadar pemindahan, ini bentuk penyingkiran secara halus. Di era Pak Panca, wartawan dihargai, dianggap mitra strategis. Sekarang? Kami disingkirkan demi bisnis,” tegas Jos.

Padahal, pendirian Balai Wartawan oleh Komjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak merupakan cerminan dari sikap terbuka dan respek terhadap jurnalis. Panca bahkan menegaskan bahwa wartawan harus dijadikan mitra utama dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Namun kini, semangat itu lenyap. Wartawan kehilangan ruang mereka, bukan karena kebutuhan institusi, tapi karena alasan bisnis. Dan ironisnya, dilakukan oleh lembaga yang selama ini mengajak media membangun citra positif institusi.

Kekecewaan membuncah dari berbagai kalangan jurnalis. Havez dari Waspada Online menyebut pemindahan itu “aneh dan tidak masuk akal”, sementara Freddy Santoso dari Tribun Medan menyebutnya sebagai “langkah yang tak menghargai kerja jurnalistik”.

“Sudah nyaman kami kerja, tiba-tiba digusur untuk dijadikan tempat jualan. Apakah ini cara baru menyingkirkan wartawan tanpa harus mengusir langsung?” kata Freddy.

Rozie dari Nusantaraterkini.co menyebut penggusuran ini sebagai bukti bahwa peran kehumasan belum mendapat tempat strategis di Polda Sumut.

“Dalam era digitalisasi, jurnalis adalah benteng pertama melawan hoaks. Tapi di sini, justru disingkirkan,” ujarnya tajam.

Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani, hanya menyebut bahwa pemindahan dilakukan karena ada “rencana pembangunan”. Namun, ia sendiri mengaku tidak mengetahui bentuk pembangunan tersebut.

“Ini instruksi pimpinan, kami hanya menjalankan,” ucapnya singkat.

Pernyataan yang tidak memberi kejelasan ini semakin menambah kecurigaan bahwa alasan sebenarnya adalah murni bisnis—bukan pembangunan apapun.

Penggusuran Balai Wartawan ini bukan hanya soal ruang fisik. Ini adalah pesan simbolik bahwa media tidak lagi dianggap penting dalam ekosistem kepolisian di Sumatera Utara. Jika wartawan yang selama ini menjembatani informasi publik justru disingkirkan, maka publik pantas bertanya: apa yang sebenarnya ingin disembunyikan?

 

Penulis: TM

Related posts

Leave a Comment