Poldasu Ungkap Prostitusi Online, 7 Mucikari Diamankan Salah Satunya Berstatus Pelajar

TOPMETRO.NEWS – Polda Sumut menciduk tujuh mucikari dari sejumlah hotel di Medan dan Deliserdang. Ketujuh pelaku ini terlibat kasus memperdagangkan perempuan muda untuk dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK).

Para pelaku yang diciduk tersebut terlibat dalam kasus terpisah. Informasi dihimpun di Mapolda Sumut, Selasa (7/11/2017) menyebutkan, ketujuh mucikari tersebut terdiri dari enam perempuan dan satu laki-laki. Tersangka yang pria berinisal HPS (32) alias Hendrik, warga Dusun Pekan, Kelurahan Pangkalan Palang Kecamatan Pangkatan, Labuhanbatu, Sumut. Sedangkan mucikari perempuan yakni IP (22) dan Y (24) warga Sunggal, AB (19) dan P (26), PA (23) alias Siska, warga Grobokan Purwodadi dan CNS (17), siswi SMA di Medan. Nama terakhir merupakan siswi SMA yang menjual temannya.

“Mereka yang diamankan dalam kasus berbeda. Ada yang terlibat kasus dengan modus mengirimkan tenaga kerja (TKI) ke Malaysia, tapi ujung-ujungnya dijadikan pelacur. Ada kasus prostitusi online dengan memanfaatkan media sosial. Satu lagi kasus prostitusi model tradisional, yaitu menjual kawan sekolahnya,” ujar Dirreskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Polisi Andi Ryan SIK.

Mantan Kasatres Narkoba Polrestabes Medan ini menjelaskan, Hendrik, IP, Y dan AB serta P merupakan mucikari yang menawarkan jasa seks melalui media sosial khususnya twitter dan instagram untuk menjual perempuan muda dalam bisnis prostitusi. Sedangkan CNS, yang masih pelajar nekat menjual teman sekolahnya sendiri kepada lelaki hidung belang.

“Kalau Siska, dia mucikari yang menjual perempuan dengan modus mengirim TKI. Ia bermain di Jogja. Dalam menjalankan aksinya, ia memantau potensi cewek – cewek nakal. Lalu didekati dan direkrut dengan menjanjikan jadi TKI. Calon korbannya dikirim ke Malaysia, awalnya jadi terapis di tempat SPA namun ujung–ujungnya dijadikan pelacur,” jelas Andi.

Andi menuturkan, terungkapnya kasus ini ketika pada 25 Oktober lalu, polisi mengamankan dua perempuan dari Hotel Wings di Tanjung Morawa. Kedua perempuan itu yakni Siska (mucikari) dan SF (korban).

Saat itu, Siska hendak mengirimkan SF ke Malaysia via Bandara Kualanamu. Siska menjanjikan kepada SF untuk dipekerjakan sebagai terapis SPA di Hotel Cassanova Jalan Alor Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Ternyata, di tangan Siska ada lima paspor lagi dengan nama berbeda serta tiket pesawat ke Kuala Lumpur.

Polisi yang saat itu menyamar sebagai pengemudi taksi online dan mengantarkan korban serta tersangka ke bandara Kualanamu akhirnya mengamankan korban lainnya berinisial AD serta EW dan ternyata pelaku Siska dan korban SF serta lima nama lainnya yang akan berangkat ke Malaysia tidak dilengkapi dokumen resmi, hanya paspor sebagai pelancong.

Sementara itu, Kasubdit Renakta Polda Sumut, AKBP Sandi Sinurat mengatakan, untuk mengelabui, para korban bebas pulang pergi sebulan sekali ke tanah air. Namun, untuk tiket pesawat dipotong dari penghasilan korban sebagai PSK.

“Siska ini membelikan tiket pulang pergi untuk para korbannya sehingga mereka bisa pulang-pergi sekali sebulan. Tujuannya agar kedoknya tidak terbongkar. Kan paspornya untuk melancong bukan kerja. Namun tiket yang dibelinya itu wajib dibayar kembali oleh para korban melalui pemotongan honor kerja sebagai PSK. Ini kan namanya menjerat korban lagi dengan modus beban utang,” kata Sandy Sinurat.

Sandy menambahkan, pihaknya sudah menyelidiki kasus ini dengan mengirim tim investigatif ke Malaysia. Para korbannya, kata dia, oleh lelaki hidung belang, dibawa ke hotel.

“Kami sedang mengembangkan kasus ini. Kami juga sudah koordinasi dengan pihak KBRI dan konsulat di Malaysia,” tambah mantan Kapolsek Medan Kota ini.

Terkait prostitusi online, Hari Sandy Sinurat menjelaskan terungkapnya kasus ini berawal dari masuknya pesan singkat (sms) ke nomor ponselnya. Isinya membocorkan akun-akun twitter dan instagram yang khusus menawarkan jasa seksual. “Saya tidak tau siapa pengirimnya. Namun tim kami menyelidiki informasi tersebut. Dan ternyata, akun-akun yang disebutkan itu benar terlibat kasus prostitusi,” jelasnya,

Diterangkannya, dibagi dalam menyelidik kasus ini. Ada yang menyelidiki akun twitter @nonniemedan dan WhatsApp Nonnie Medan. Terungkaplah mucikari berinisial HPS alias Hendrik. Akun ini menyediakan wanita PSK dengan tarif bervariasi. Short time Rp 1,5 juta, long time Rp 3 juta.

“Kami pancing. Hari Kamis kemarin, anggota menyaru sebagai pengguna jasa PSK. Uang sejuta kami transfer ke rekening atas nama Nurul Wahida untuk membooking dua PSK. Esoknya, akun @nonnie mengirimkan dua PSK ke Hotel Soechi di Jalan Cirebon kamar 725. Kedua PSK itu inisial NCGS alias Nova (21) warga Helvetia dan NCSAP (22) alias Putri warga Serdang Bedagai,” terang Sandy.

Selanjutnya, kata Sandi guna menciduk sang mucikari, pihaknya memperpanjang boking terhadap wanita yang telah dikirim tersebut.

“Pukul 3 dini hari, personel menggali informasi dari kedua PSK tersebut kemudian kembali mengontak akun @nonniemedan untuk memancingnya. Personil yang menyaru meminta agar kedua PSK itu diperpanjang masa bookingnya hingga dua hari lagi dengan janji menambah bayaran Rp 10 juta. Namun uang muka untuk perpanjangan hanya dijanjikan sejuta. Pemilik akun @nonniemedan pun mau bertemu untuk transaksi di hotel tersebut. Setelah memakan ‘umpan’, Hendrik pun diringkus polisi lalu diboyong ke markas Poldasu,” imbuhnya.

Selain mengamankan kedua korban yang dijadikan PSK itu, dari tangan Hendrik polisi menyita uang tunai Rp 3 juta, empat ponsel, dua lembar kartu ATM, satu eksemplar buku tabungan, selembar slip setoran senilai dua juta, satu unit sepeda motor Vario plat BK 6670 YAC dan STNK atas nama dokter Rosmina.

Subdit IV juga menciduk mucikari lain terlibat kasus prostitusi online. Tersangka inisial IP dan Y ditangkap di Hotel Emerald Garden di Jalan Yos Sudarso dengan barang bukti enam buah kondom, sebuah ponsel, uang kontan Rp 900 ribu dan selembar kartu ATN. Dari pengungkapan kasus ini, polisi menyelamatkan dua orang korban yakni perempuan muda inisial In (24) dan El (24).

Masih terkait kasus prostitusi online, polisi menangkap tersangka mucikari AB (19) dan P (26) dari Hotel Grand Aston dan Hotel Danau Toba. Korban mereka adalah perempuan muda inisial N, yang dijadikan pekerja seks. Dari pengungkapan ini, Subdit IV menyita tiga ponsel, dua lembar kartu ATM, dua kondom, dua lembar slip transfer uang dan uang tunai Rp 1,5 juta.

Dalam kesempatan tersebut, yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah mucikari pelajar. Tersangka CNS (17) tahun, siswa salah satu sekolah di Medan telah beberapa kali menjual teman sekolahnya kepada pria hidung belang. Kasus ini terungkap ketika ibu korban, warga Deli Serdang mengadu ke polisi tentang anaknya yang sudah beberapa hari tak pulang ke rumah.

Menindaklanjuti laporan tersebut, polisi lalu melakukan pengusutan dan akhirnya mengetahui keberadaan korban inisial Ds (18) diketahui sedang berada di sebuah rumah di Delitua dan dirinya bersama seorang laki-laki. Polisi bergerak ke sana lalu mengamankan korban.

Sedangkan laki-laki itu dibebaskan karena tidak terlibat dan hanya mengantarkan korban. Polisi kemudian menginterogasi korban lalu terungkaplah kalau dia sudah dijual ke pria hidung belang beberapa kali oleh mucikari yang tidak lain temannya sendiri inisial CNS (17).

“Dari informasi itu, polisi menciduk tersangka CNS di Gang Dame, Tanjung Morawa. Namun, karena statusnya masih anak di bawah umur, polisi menitipkannya ke Pusat Panti Anak dan Remaja, Dinas Sosial Sumut. Sedangkan korban dititipkan di Dinas Sosial Parawansa Berastagi, untuk pemulihan. Meski dititip ke Dinas Sosial, namun proses hukumnya tetap berjalan. Terlebih, CNS sudah beberapa kali menjual temannya ke pria hidung belang,” sebutnya.

Sandy mengimbau agar orangtua lebih peduli kepada anak–anaknya serta mencegah supaya tidak terjerumus kepada pergaulan bebas yang berujung pada prostitusi. Untuk kasus prostitusi online, kata Sandy, pihaknya akan terus mengusut jaringan-jaringan maupun akun–akun media sosial yang dimanfaatkan untuk bisnis prostitusi.

Sementara itu, tersangka Y dan IP bercerita, mereka sudah delapan bulan menjalankan peran sebagai mucikari, sedangkan Siska baru enam bulan. Sedangkan Hendrik dan AB sudah 1 tahun dua bulan. Aktivitas ini langgeng karena belum pernah terendus polisi. Hingga akhirnya, laporan masyarakat menjadi pintu masuk pengungkapan kasus ini.

Imbas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Undang–undang Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp120.000.000 dan paling sedikit Rp.600.000.000 (TM/RIJAM)

Related posts

Leave a Comment