Catatan Akhir Tahun 2018, FPDIP DPRDSU Soroti Program 100 Hari kerja Gubsu Belum Maksimal

FPDI Perjuangan

topmetro.news – Dari catatan akhir tahun 2018, FPDI Perjuangan DPRD Sumut tidak hanya menyoroti beberapa program Pemprovsu, khususnya program prioritas yang menjadi beban APBD Provsu tahun 2018 belum maksimal dilaksanakanm tapi juga 100 hari kerja kepemimpinan Gubsu Edy Rahmayadi masih terdapat kejanggalan yang harus dilakukan perbaikan.

Hal itu dinyatakan Ketua dan Sekretaris FPDI Perjuangan DPRD Sumut, Drs Baskami Ginting dan Sarma Hutajulu SH kepada wartawan, Minggu (30/12/2018) di Medan, terkait beberapa catatan FPDI Perjuangan menjelang akhir tahun 2018 terhadap kinerja dan program Pemprovsu yang dialokasikan pada APBD 2018.

Sorotan FPDI Perjuangan

Baskami Ginting maupun Sarma Hutajulu menyebutkan, program prioritas menjadi sorotan FPDI Perjuangan, dibidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, tanah, peredaran narkoba, penanggulangan bencana dan 100 hari kepemimpinan Gubsu Edy Rahmayadi. Kesemuanya masih banyak kelemahan. Dibidang infrastuktur, hanya di Sumut terdapat ruas jalan berlobang, baik di jalur penghubung antar-kecamatan maupun kabupaten/ kota, maupun di daerah perkotaan.

Bahkan, ungkap Baskami yang juga anggota Komisi D itu, ruas jalan provinsi yang masih kondisi tanah dan tidak dapat dilalui kendaraan empat ada sepanjang 291,85 Km (9,57%), sedangkan jalan yang kondisinya rusak ada sepanjang 478,30 Km (15,69%). Hal ini tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat sedang giat-giatnya melakukan percepatan pembangunan infrastruktur, sehingga terlihat belum kuatnya sinergitas antara kebijakan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

“Untuk itu, direkomendasikan agar pemperkuat koordinasi, komunikasi dan sinergitas antara Pemprovsu dengan Pemkab/Pemko dan dengan Pemerintah Pemerintah Pusat untuk memprioritaskan percepatan perbaikan infrastruktur jalan di Sumut guna mewujudkan jalan mantap 100% dengan target 2 tahun,” ujar Baskami.

Dibidang pendidikan, kata Sarma yang juga anggota Banggar (Badan anggaran) DPRD Sumut, Pemprovsu secara jujur harus mengakui bahwa tanpa dana transfer dari pusat, belum mampu mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen. Sepanjang tahun 2015 – 2018 alokasi anggaran belanja yang berasal dari APBD Provsu tanpa dana transfer pusat rata-rata hanya sebesar 7,03 persen.

Kualitas Guru

“Kondisi ini diperparah dengan kualitas guru masih banyak berpendidikan dibawah D IV/S1 yaitu sekitar 12,8 persen dari total jumlah guru berstatus PNS. Ditambah lagi permasalahan tidak meratanya distribusi guru disetiap sekolah. Selain itu, belum tuntasnya permasalahan guru honor setiap tahunnya menimbulkan polemic, juga permasalahan banyaknya gedung sekolah tidak layak dan tidak dilengkapi dengan fasilitas memadai seperti laboratorium, komputer dan lain-lain,” ujar Sarma.

Dibidang kesehatan, ujar Sarma lagi, juga belum terpenuhinya alokasi anggaran belanja sebesar 10 persen. Kemudian masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi saat melahirkan. Sangat bergantung anggaran pusat dalam pemenuhan alat kesehatan dan belum terdistribusi secara baik dan merata tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis untuk wilayah-wilayah pinggiran maupun rawan terhadap penyakit endemik.

Kedua Politisi PDI Perjuangan itu juga menyoroti bidang ketenagakerjaan masih tingginya tingkat pengangguran terbuka sebesar 8,35% dan didominasi lulusan D IV/ SI, diantaranya kelompok umur 20-24 tahun mencapai 14,59%. Ini membuktikan Sumut belum menarik perhatian bagi masuknya investasi yang berkorelasi dengan penyerapan tenaga kerja baru, bahkan juga belum terciptanya iklim usaha ekonomi kreatif yang didorong oleh Pemprovsu memanfaatkan momentum Revolusi Industri 4.0.

Sedangkan dibidang tanah, ujar Sarma yang juga anggota Komisi A, banyaknya konflik agraria di Sumut setiap tahun menambah deretan kasus, baik konflik secara vertikal maupun horizontal. Konflik agraria paling menyedot perhatian dan menimbulkan korban jiwa serta berskala nasional yaitu lahan Eks HGU PTPN II seluas 5.873,06 ha.

Kemudian, inkonsistensi Pemprovsu dibawah kepemimpinan Gubsu Edy Rahmayadi yang membatalkan daftar nominatif penerima tanah Eks HGU yang dikeluarkan Gubsu sebelumnya.

Tanah Eks HGU PTPN II

Terkait hal itu, direkomendasikan agar melaksanakan secara utuh dan konsisten Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria untuk percepatan penyelesaian tanah Eks HGU PTPN II salah satunya dengan segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi dan pengalokasian anggaran serta mempercepat proses pembahasan terhadap Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Terkait peredaran narkoba dan kriminalitas, Sarma menyebutkan, Sumut peringkat ke-2 secara nasional sebagai pengguna narkoba terbanyak setelah DKI Jakarta, sehingga menjadi provinsi darurat narkoba. Karena itu, perlu kerjasama aktif antara Pemprovsu dengan pihak BNN dan kepolisian mempercepat proses pemeriksaan test urine maupun darah dikalangan ASN Pemprovsu sebagai tindak lanjut dari Perda tentang NAPZA dan juga melakukan pencegahan dan penangkalan peredaran narkoba di sekolah-sekolah melalui kurikulum muatan lokal, serta penguatan peran panti rehabilitasi.

Dalam penanggulangan bencana, Baskami yang juga Ketua Baguna DPD PDI Perjuangan Sumut ini menilai, reaksi Pemprovsu menanggulangi bencana alam lamban, seperti banjir dan longsor di Kabupaten Mandailing Natal. Demikian halnya longsor di Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Karo. Kemudian tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba akibat lemahnya pengawasan dan sinergitas, serta koordinasi antara jajaran Dinas Perhubungan.

“Pemprovsu perlu memetakan titik-titik rawan bencana di wilayah Provinsi Sumut, agar antisipasi dan peringatan dini kepada masyarakat dapat terwujud guna menghindari maupun meminimalisir korban jiwa dalam setiap bencana yang kemungkinan terjadi,” ujar Baskami.

100 hari kerja Edy Rahmayadi

Diakhir tahun 2018, kinerja 100 hari kerja kepemimpinan Gubsu Edy Rahmayadi tidak lepas dari sorotan FPDI Perjuangan dan menilai, lemahnya koordinasi dan komunikasi antara Gubsu dengan TAPD menyebabkan tidak terlaksananya Perubahan APBD 2018.

Kemudian pengusiran ibu-ibu dari kelompok unjuk rasa akibat memotong pembicaraan Gubsu. Komunikasi yang buruk dan bertindak arogan, serta tidak memahami secara utuh fungsi dan kedudukan anggota dewan. Kemudian tidak mematuhi ketentuan Permendagri 38 Tahun 2018 dalam proses perencanaan maupun penyusunan APBD 2019.

Selain itu, kata Baskami, terjadi inkonsistensi prioritas pembangunan di Sumut selalu berubah-ubah dan tidak mengacu dokumen RKPD. Hal ini terlihat dari dokumen KUA PPAS,

Nota Keuangan dan RAPBD tahun 2019 yang dibahas dan disahkan DPRD tidak sesuai dokumen RKPD. Hal ini yang menyebabkan FPDI Perjuangan menolak proses pembahasan APBD tersebut. Buruknya lagi, kurangnya koordinasi dan sinergitas antar dinas dan antar pemerintah dibawah kepemimpinan Gubsu, terlihat dari pagelaran FDT 2018 jadi catatan terburuk. Kurangnya koordinasi juga mengakibatkan konflik antar pemerintah bawahan, terlihat dari pembagian hasil pajak inalum tidak berkeadilan.

“Gubsu harus menempatkan diri sebagai pemimpin manajerial untuk mengatasi kebuntuan koordinasi antar dinas maupun antar pemerintah daerah bawahan dengan pemerintah provinsi, tidak hanya untuk mensukseskan event-event skala nasional maupun lokal yang berlangsung di Sumut dalam konteks pembangunan kepariwisataan melainkan juga dalam konteks sinergitas dan kerjasama pembangunan untuk mempercepat pemerataan pembangunan yang berkeadilan,” katanya.

Penulis: Erris JN

Related posts

Leave a Comment