Sidang Berlangsung ‘Meriah’, PIT Kadis Perhubungan Diduga ‘Dikorbankan’

sidang perkara korupsi

topmetro.news – Lanjutan sidang perkara korupsi terkait proyek pengadaan barang/jasa traffic light pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Daerah Kota Padangsidimpuan TA 2015 hingga 2017 di Pengadilan Tipikor Ruang Cakra 1 PN Medan, Jumat petang (18/1/2019), terkesan ‘manyomak’.

Kursi tim kuasa hukum yang duduk berdampingan dengan tiga terdakwa berbentuk ‘L’. Bahkan seorang terdakwa lainnya atas nama Imran SSos harus duduk di belakang tim kuasa hukum. Ini merupakan pemandangan yang langka di lingkungan PN Medan.

Satu dari enam saksi terhadap keempat terdakwa (masing-masing berkas terpisah) yang diperiksa sekaligus harus duduk mepet dengan meja tim JPU dari Kejari Padangsidimpuan.

Miskomunikasi

Bahkan sempat terjadi miskomunikasi antara terdakwa M Bajora Lubis selaku Direktur CV Rezha Amaliah dengan saksi atas nama saksi Harus Pakpahan, ketika majelis hakim diketuai Abdul Azis SH mengkonfrontir keterangan saksi Haris Pakpahan dengan terdakwa M Bajora.

Terdakwa membantah kalau dirinya sebagai orang yang mengetikkan materi kontrak pengadaan traffic light pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun Anggaran 2015 hingga 2017.

Salah seorang anggota tim kuasa hukum terdakwa akhirnya menengahi suasana kesalahpahaman tersebut. Terdakwa katanya salah menyimak keterangan saksi Haris Pakpahan.

Menjawab pertanyaan tim JPU dari Kejari Padangsidimpuan saksi menerangkan bahwa terdakwa M Bajora menyerahkan berkas tender kepada anggotanya yakni saksi Oloan.

Sebelumnya saksi Haris sempat terdiam beberapa saat ketika Suryani Guntari SH selaku kuasa hukum terdakwa Imran Hasibuan SSos, PlT Kadis Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Daerah Kota Padangsidimpuan pada tahun 2017 ‘disodok’ dengan mekanisme kerja di instansi tersebut.

“Bagaimana sebenarnya mekanisme kerja dalam proses pencairan dana proyek traffic light di kantor saudara? Apakah dari unsur pimpinan atau sebaliknya dari staf dulu yang bertanda tangan kemudian pimpinan,” tegas Suryani.

Di bagian lain Suryani juga ‘menyodok’ keterangan saksi Pohan yang terkesan melemparkan tanggung jawab karena tidak melakukan kroscek ke lapangan soal permohonan pencairan dana yang diajukan rekanan progres 100 persen dengan dalih saksi ditelepon pimpinan (terdakwa Imran) ketika berada di Medan. Keesokan harinya berkas permohonan pencairan dana yang sudah ada tanda tangan pimpinan ada di atas meja kerjanya.

‘Dikorbankan’

Usai sidang perkara korupsi itu, Suryani yang dikonfirmasikan wartawan menyayangkan ketidakprofesionalan tim JPU dari Kejari Padangsidimpuan. Kuat dugaan kliennya yang menjabat PlT Kadis Perhubungan ‘dikorbankan’.

“Dia (terdakwa Imran-red) tidak mengetahui. Proyeknya tidak pernah dia tengok. Dia hanya menjalankan tugas membayarkan sisa hutang. Setiap persidangan saya lah yang paling vokal. Dari awal saya melihat ini nggak pantas dijadikan tersangkanya. Kalau kita jujur yang paling paham soal proyek ini adalah kadis terdahulu (Ahmad Bestari-red),” tegasnya.

Tim JPU menetapkan empat orang patut dimintai pertanggungjawaban hukum yakni Ahmad Bestari selaku kadis, Imran selaku PlT Kadis, Timbul selaku Ketua Pokja Pengadaan Barang/Jasa serta Muhammad Bajira Lubis Direktur CV Rezha Amaliah. Proyek TA 2015 senilai Rp467,7 miliar, TA 2016 Rp548,2 milar, dan TA 2017 pembayaran pokok utang kepada rekanan Rp240,3 miliar.

Para terdakwa dijerat pidana menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Proses lelang diyakini sarat dengan persekongkolan dan rekanan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai isi kontrak.

Sidang perkara korupsi itu masih akan berlanjut lagi.

reporter: Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment