Bulog Harus Benahi Tata Kelola Distribusi Beras

distribusi beras

topmetro.news – Penemuan lebih dari 6.000 ton beras busuk di Bulog Divre Sumsel dan Babel, mengindikasikan tidak berjalannya mekanisme dan tata kelola distribusi beras. Hal tersebut, menjadi penyebab penumpukan beras di gudang. Akibatnya beras turun mutu atau busuk.

Pakar pertanian memprediksi temuan ini bukan yang terakhir. Dan disinyalir jumlah beras busuk akan terus bertambah.

“Kalau masalah menumpuk, artinya selama ini proses distribusi beras belum terlaksana dengan baik. Kalau misalnya Bulog bisa ukur berapa suplai masuk, berapa permintaan, dan kapasitas gudang baik, harusnya sudah distribusikan dan mencegah tumpukan-tumpukan jadi busuk,” ujar peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman dalam keterangan persnya, di Jakarta, Sabtu (16/2/2019).

Menurut Assyifa, ke depan diperlukan perbaikan dan peningkatan skema distribusi sehingga tidak terjadi penumpukan dan pembusukan. “Karena, sangat disayangkan kalau beras busuk dan tidak dapat dipakai lagi,” ujar Assyifa.

Faktor Pagu Rastra

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arjun Ansol Siregar, mengatakan, atas temuan tersebut, Bulog tengah melakukan sortasi.

“Terdapat beras turun mutu sebanyak 6.800 ton yang berlokasi di Bulog Divre Sumsel dan Babel. Saat ini sedang dilakukan mekanisme internal dengan melakukan sortasi dan pemisahan di unit gudang yang berbeda untuk menghindari terkontaminasinya beras baik,” kata Arjun.

Arjun mengatakan, beras turun mutu tersebut merupakan beras yang tidak untuk disalurkan. Beras tersebut, merupakan hasil pengadaan dalam negeri yang berusia lebih dari satu tahun.

Penugasan untuk pembelian gabah atau beras dalam negeri sendiri, mengacu kepada Inpres 5 Tahun 2015, tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Pengadaan yang cukup besar dan tidak diimbangi dengan penyaluran, mengakibatkan terjadinya penumpukan stok beras di gudang Bulog.

Selain itu, kata Arjun, kebijakan pemerintah yang terus mengurangi pagu Rastra (Bansos Rastra) setiap tahun secara bertahap ke Bantuan Pangan Non Tunai yang tidak mewajibkan komoditasnya (beras) berasal dari Bulog, ikut mempengaruhi perputaran barang Bulog.

“Pagu Rastra di Provinsi Sumsel di tahun 2017 sebanyak 68.000 ton. Mengalami penurunan di tahun 2018 menjadi sebanyak 44.000 ton. Untuk tahun 2019, pagu Bansos Rastra untuk Bulan Januari dan Februari menjadi sebanyak 5.400 ton. Hal ini, memengaruhi manajemen stok di Bulog,” beber Arjun.

Evaluasi Distribusi Beras

Beras merupakan komoditas yang mudah rusak. Karena dalam setiap butiran terdapat unsur-unsur kimia yang dapat mengalami perubahan fisiologis. Beras dengan kualitas baik dan dirawat dengan baik, tetap memiliki batas usia penyimpanan. Karena hingga saat ini, belum ada teknologi perawatan yang bisa menghentikan perubahan fisiologis beras. Perawatan beras yang dilakukan saat ini berfungsi memperlambat penurunan mutu beras.

“Kami tetap pastikan, beras yang kami distribusikan kepada masyarakat merupakan beras yang layak dikonsumsi,” tegas Arjun.

Pengamat pertanian dari IPB, Dwi Andreas, menuturkan, beras busuk yang ada di Sumsel adalah hal yang biasa terjadi karena mekanisme ‘first in first out’ tidak berjalan lancar. Bahkan, persentase beras busuk diprediksi akan terjadi di gudang-gudang Bulog lain di Indonesia.

“Kita tentunya berharap tidak sampai terjadi stok beras busuk yang banyak seperti di negara tetangga. Thailand itu pernah sampai jutaan ton rusak. Akhirnya dijual dengan harga sangat murah. Bahkan, sebagian terpaksa harus dibuang,” kata Andreas.

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment