Edy Rahmayadi: Nama Saya Dicemarkan, Saya Balik Laporkan

Edy Rahmayadi

topmetro.news – Gubenur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi merasa kaget dengan adanya pengaduan enam warga Sumut ke Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) pada Kamis (13/2/2020) lalu terkait soal surat perintah pembayaran lahan eks HGU PTPN II.

“Saya tidak tau diadukan ke KPK. Kalau seperti ini maka saya akan balik mengadukan enam warga Sumut itu karena sudah melakukan pencemaran nama baik saya,” tukas Edy Rahmayadi kepada wartawan, Senin (17/02/2020).

Menurut Edy, kalau dirinya memang benar tidak tau dengan pengaduan ini. Untuk itu kita akan berkoordinasi dengan Biro Hukum Setdaprovsu terkait kebenaran berita ini.

Jadi, dalam persoalan tanah ini yang berhak mengeluarkan surat tanah adalah BPN dan pihak PTPN II. Bahkan perubahan normatif dari Gubsu yang lama HT. Ery Nuradi ke Gubsu yang Baru menurut Edy belum ada termasuk pendistribusiannya ke masyarakat.

“Ngarang itu. Saya belum ada mendistribusikan surat tanah kepada masyarakat. Saya akan balik mengadukan warga Sumut itu karena sudah mencemarkan nama baik saya. Selama ini saya diam , tapi kalau untuk saat ini saya akan balik mengadukannya,” tukas Edy.

Warga Sumut Ngadu

Sebelumnya enam warga Sumatera Utara melalui kuasa hukum Hamdani Harahap, Rion Arios, Raja Makayasa dan Rahmad Yusup Simamora dari Kantor Hukum Citra Keadilan melaporkan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, mantan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, mantan Kakanwil BPN Sumut Bambang Priono, Direktur Utama PTPN 2 Mohammad Abdul Ghani, Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (13/2/2020) lalu.

Enam warga Sumut itu yakni Saharuddin, Sahat Simatupang, Muhammad Arief Tampubolon, Timbul Manurung, Lomlom Suwondo dan Burhanuddin Rajagukguk melaporkan Gubernur Sumut, Dirut PTPN 2 hingga Menteri ATR atas dugaan korupsi dan atau gratifikasi dan perdagangan kekuasaan. Tujuannya untuk kepentingan masing-masing atas penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) lahan eks Hak Guna Usaha PTPN 2.

Salah satu pelapor Saharuddin didampingi pengacara Hamdani Harahap dan Rahmad Yusup Simamora usai melaporkan para pejabat tersebut ke Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, mengatakan, PTPN 2 tidak berhak menjual lahan eks HGU hanya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumut, Nomor 188. 44/384/KPTS 2017 dan perhitungan kantor penilai publik (KJPP) seperti yang tertera di SPP yang ditandatangani Dirut PTPN 2 Mohammad Abdul Ghani.

“Lahan eks HGU PTPN 2 yang tidak diperpanjang seluruhnya 5. 873,06 hektare. Yang diajukan oleh Gubernur Tengku Erry dalam daftar nominatif penerima lahan eks HGU sesuai SK Nomor 188. 44/384/KPTS 2017 adalah 2. 016 hektare,” kata Saharuddin.

Hamdani Harahap mengatakan, PTPN 2 tidak memiliki dasar hukum menjual 2. 016 hektare lahan eks HGU karena objek tanahnya sudah tidak berkekuatan hukum sebagai aset PTPN II, apalagi sampai menerima uang dari pembayaran tanah lewat mekanisme penerbitan surat perintah pembayaran ke rekening PTPN 2.

Edy Rahmayadi Dilaporkan Saharuddin

“Saya yakin kan bahwa surat perintah pembayaran tanah eks HGU yang dijadikan dasar jual beli lahan eks HGU PTPN 2 adalah perbuatan melawan hukum yang berpotensi menguntungkan pribadi atau para pihak. Yang kami laporkan senilai kurang lebih Rp26 triliun, apalagi beberapa pihak sudah melakukan transaksi pembelian,” kata Hamdani.

Hamdani menambahkan, seharusnya skema penyelesaian atau distribusi lahan eks HGU bukan berdasar jual beli atau komersialisasi, melainkan mengacu pada SK Gubernur Sumut Tentang Tim B Plus Nomor 593. 4/065/K/2000 tgl 11 Februari tahun 2000 Tentang Penyelesaian Eks HGU PTPN 2.

Baca Juga: Resmikan Gedung AMCF, Edy Rahmayadi Puji Sumbangsih Mohammed MT Khoory

“Tadi kami menyerahkan beberapa dokumen pendukung termasuk surat perintah pembayaran lahan eks HGU melalui rekening PTPN 2 kepada KPK. Kami perkirakan ada potensi korupsi sebesar Rp26 triliun,” kata Hamdani.

Sahat Simatupang menambahkan, KPK bisa menelusuri kesalahan prosedur penghapusbukuan lahan eks HGU PTPN 2 baru kemudian masuk ke dugaan korupsi.

“Saya sampaikan ke Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ada potensi perdagangan kekuasaan dalam masalah tersebut. Bahkan Lili Siregar meminta laporan kami disampaikan juga ke dia pribadi selain secara resmi ke Dumas KPK. Lili berjanji akan memantau laporan kami tersebut. Kami juga diminta juru bicara KPK mengupdate dokumen yang dibutuhkan KPK datang langsung atau melalui akun di kpk whistleblowers system via Website KPK,” kata Sahat.

Penulis | Erris JN

Related posts

Leave a Comment