Pengacara: Kasus Dugaan Korupsi Studi Kelayakan TPA Karo tidak Ada Kerugian Negara

tidak ada kerugian negara

topmetro.news – Penasihat hukum terdakwa SBBK SH menilai, kasus dugaan korupsi studi kelayakan dan pengadaan tanah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah TA 2015 dan 2916 di Kabupaten Karo, tidak ada menimbulkan kerugian negara.

Sehingga ia mohon kepada hakim ketua dan para hakim anggota majelis persidangan, membebaskan terdakwa dari tuduhan.

Pengacara Tommy Aditia Sinulingga SH MH Cs menyampaikan hal tersebut kepada wartawan, Rabu (16/12/2020), usai mengikuti gelar sidang kasus dugaan korupsi ‘Studi Kelayakan dan Pengadaan TPA Sampah TA 2015 dan 2016 Karo’.

Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan, dengan terdakwa SBBK SH.

“Ini jelas tuntutan jaksa merugikan kami selaku penasehat hukum. Sebab Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaannya No. Reg. Perkara: PDS-02/L.2.19/Ft.1/08/2020 Tgl. 07 Agustus 2020 telah mendakwa terdakwa dengan bentuk dua dakwaan. Yaitu, dakwaan primair dan dakwaan subsidair, tidak cukup alasan,” katanya.

Pertimbangannya, katanya, bahwa surat dakwaan oleh JPU tidak tersusun dengan cermat. Bahkan membingungkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya penggabungan dua peristiwa tindak pidana dalam satu dakwaan. Yaitu pekerjaan studi kelayakan TPA Sampah TA 2015 dan pengadaan tanah TPA Sampah TA 2016 untuk Kabupaten Karo.

“Secara hukum tempus, locus dan delicti, masing-masing perbuatan tersebut berbeda. Sehingga surat dakwaan JPU tersebut menjadi kabur (obscuur libel). Di sisi lain, surat dakwaan JPU yang disusun tidak cermat, diduga karena dibuat secara tergesa-gesa. Karena waktu itu terdakwa mengajukan praperadilan,” katanya.

Bahkan menurut Tommy, perkara ‘a quo’ belum layak untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan. Hal itu karena belum ada upaya pemeriksaan internal yang oleh APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) kerjasama antara APIP dan APH.

Korupsi tanpa Audit BPK?

Pakar hukum pidana Dr Mahmud Mulyadi SH MHum juga menyampaikan hal senda. Menurutnya, seharusnya aparat penegak hukum (APH) memandang kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di berbagai aturan hukum yang berhubungan Yakni UU Barang dan Jasa, UU Administrasi Negara, dan UU Perdata dan Pidana.

“Sebelum dilakukan pemidanaan, seharusnya diserahkan terlebih dulu ke pengawas internal pemerintah seperti inspektorat dan APIP,” ujar Mahmud.

Ia menambahkan, dalam kasus ini juga tidak ada hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk mengetahui adanya kerugian negara. Padahal yang menyatakan men-declare terpenuhi kasus korupsi adalah hasil audit BPK, sesuai SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Tahun 2016.

Menjadi pertanyaan sekarang, ujar Mahmud, apakah jaksa sudah menerapkan SEMA ini atau belum. Jika belum ini, tentu hal ini menjadi keliru dan tidak layak terdakwa menghadapi tuntutan dalam persidangan.

reporter | Rafael M Putra Pinem

Related posts

Leave a Comment