topmetro.news – Sengketa lahan Desa Laucih, Simalingkar A, Kecamatan Pancurbatu, antara masyarakat dengan PTPN II ternyata masih terus berlanjut. Bahkan sebagai dalih menggusur warga dari sana, oknum PTPN II menebar informasi akan dibangun perumahan karyawan PTPN II di lokasi tersebut.
“Dari mana pula dasar mereka mau membangun perumahan karyawan di atas tanah yang masih sengketa dan berproses hukum,” ujar Pimpim Purba, perwakilan warga Desa Laucih kepada wartawan, Minggu (13/10/2019). “Mereka berencana menggelar ‘ground breaking’ pembangunan perumahan itu. Dan informasinya akan dihadiri menteri. Namun tak jadi Jumat lalu,” sambungnya.
Warga, kata dia, sudah banyak melakukan upaya hukum guna memperjuangkan hak mereka. Bahkan yang terakhir sengketa lahan Desa Laucih tersebut sudah sampai ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Sudah terdaftar di MA dan sekarang ini sedang berproses dan digodok,” katanya.
Namun fakta di lapangan berbeda ceritanya. Warga terus mendapat intimidasi dan dihadapkan oleh aparat polisi dan TNI. Padahal lahan yang menurut warga berstatus Hak Guna Usaha (HGU) tersebut, hingga kini belum dilepaskan oleh pemerintah. Di samping itu warga mengklaim punya alas hak kuat atas kepemilikan tanah tersebut.
“Tanah kami ini ada alas haknya. Ada SK kepala desa, ada SK camat. Ada notaris. Bahkan SHM (Surat Hak Milik) di bawah 2009, 2005 dan bahkan 2004. Apakah ini berlaku di tanah yang kami klaim ada 854,26 ha? Pertanyaan kami, kalau ini eks HGU kenapa tanah para pejabat tinggi yang begitu luas di sini aman-aman saja. Tapi kenapa tanah milik rakyat kecil dipermasalahkan,” beber Purba saat sebelumnya ditemui di Desa Laucih, Simalingkar A, Kamis (10/10/2019).
Berlarut-larut

Terdapat 4.000 orang yang menetap pada lima desa di sana, yang masih berjuang memiliki tanah mereka. Yakni Desa Bekala, Laucih, Durintonggal, Rumahbacang dan Namobintang. Sengketa ini pun sebenarnya sudah berlarut-larut terjadi. Bahkan sebagai bentuk perjuangan, selain sudah pernah dipanggil untuk rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Sumut, ribuan warga di lima desa tersebut juga sudah melakukan aksi menginap di gedung wakil rakyat. Tinjauan lapangan pun sudah pernah dilakukan Komisi A DPRDSU pada 2017. Namun hingga kini belum ada menghasilkan solusi apapun.
Sekarang ini warga telah mendirikan sebuah posko yang mereka sebut sebagai ibukota. Posko dari kayu dan terpal itu berdiri di depan Kantor PTPN II Tanjungmorawa Wilayah Bekala. Persis pula bersebelahan dengan Kantor Sinergi BUMN Perumnas dengan PTPN II dalam rangka pembangunan kawasan perumahan dan permukiman di wilayah Bekala.
Dan anehnya menurut warga lagi, pihak PTPN II memampangkan plang informasi tentang sertifikat HGU PTPN II No. 171 berlaku pada 2009-2034. Padahal sertifikat No. 171/2009 tersebut tidak jelas juntrungnya. Sebab HGU terakhir justru keluar di bawah 2009. Guna mempersolid perjuangan, warga telah membentuk wadah bernama Forum Kaum Tani Laucih. Warga juga memasang spanduk di beberapa titik pada desa tersebut, bertuliskan ‘Tanah ini Dalam Sengketa Mahkamah Agung No. 119/6/2018/146/B/2019’.
“Mohon disampaikan berita ini langsung ke Presiden Jokowi. Biar Beliau tahu ada rakyatnya yang sedang dizolimi di Sumut ini, di Desa Simalingkar A ini. Apalagi masalah ini sudah pernah kami sampaikan ke Bapak Presiden baru-baru ini. Dan Beliau bilang akan diproses pascapelantikan presiden nantinya,” imbuh sejumlah warga lainnya kompak.
Pensiunan PTPN II

Tak hanya warga biasa, kalangan pensiunan yang sudah menetap puluhan tahun di desa tersebut juga mengalami nasib serupa. Mereka pun mempertanyakan adanya rencana program pembangunan kawasan permukiman pada lahan tersebut.
“Kami pensiunan PTPN II di Dusun III Bekala ini berharap kepihak PTPN II mohon kiranya kami diperhatikan. Janganlah pakai sistem intimidasi dan mengosongkan rumah bekas karyawan yang aktif secara kasar (memakai buldozer). Karena kami juga termasuk para pejuang PTPN II. Tapi apa yang mau dibuat terhadap kami di sini, kami pun tak tahu. Kalaupun dia mau buat perumahan apa kompensasinya sama kami, kan harusnya begitu. Sementara ada rumah bekas karyawan dibuldozer tanpa ada pemberitahuan,” ungkap Ketua Forum Pensiunan Karyawan Perkebunan Padamu Negeri (FPKPPN) Ronald Sihombing.
Pihaknya mengaku tidak bergabung dengan forum masyarakat yang ada di lima desa tersebut. Hanya saja perjuangan mereka sama yaitu untuk memperjuangkan hak atas tanah yang sudah ditempati selama puluhan tahun. “Kami di sini yang tinggal ada 80 kepala keluarga. Sementara rumah yang sudah dihancurkan berkisar 30 unit lebih. Pengerjaan yang mereka lakukan sejak 2017 lalu,” katanya.
Menurut keterangan pihak PTPN, imbuh dia, mereka masuk di kawasan HGU. Namun setahu mereka, kategori HGU adalah lahan yang masih berupa hamparan. Bukan permukiman sebagaimana kondisi lapangan saat ini. “Jadi seumpama pun masuk HGU tentu kan ada solusi. Tapi sampai sekarang untuk duduk bersama pun kami tidak pernah diajak,” katanya.
reporter | Erris JN