topmetro.news – Merasa iba dan kasihan terhadap seorang anak sebut saja bunga (10) yang masih trauma dan takut bila bertemu orang lain, Badan Advokasi Indonesia Wilayah Aceh Singkil (BAI Aceh Singkil) memberikan pendampingan hukum, Jumat (10/1/2020).
Hal ini berawal kasus pemerkosaan terhadap Bunga yang dilakukan pamannya sendiri SM (34). Kasus ini terbongkar pada akhir tahun 2019 yang lalu.
Dimana Bunga nyaris diperkosa pamannya saat mencari brondolan di kebun depan rumahnya. Berutung pada saat bersamaan, ada warga yang melintas, sehingga pelaku SM kabur.
Setelah mendapat kabar tersebut, ayah Bunga HB (46) melaporkannya ke Mapolsek Simpang Kanan, karena tak senang anaknya hendak diperkosa pelaku SM.
Menurut keterangan Sakdam Husain (Bidang Investigasi BAI), pelaku SM bukan saja ingin memperkosa korban. Melainkan dari penuturan korban yang saat itu melaporkan persoalan dimaksud bersama orangtuanya ke Kantor BAI di Desa Gunung Lagan, ternyata Bunga telah dicabuli sebanyak lima kali oleh pelaku.
“Sangat miris memang saat kita mendengarkan cerita si anak. Yang dimana ia saat ini masih trauma dan perlu pendampingan untuk mengembalikan semangatnya,” ucap Sakdam.
Pendampingan Hukum
Sementara Ketua BAI Aceh Singkil melalui Bidang Advokasi Alfianda SH menambahkan, bahwa mereka dari Lembaga BAI siap memberikan pendampingan hukum terhadap korban pemerkosaan anak di bawah umur.
“Sebagai bentuk kepedulian dan tanggungjawab kita bersama dalam memberikan bantuan hukum sacara cuma-cuma bagi masyarakat yang kurang mampu. Baik di luar pengadilan dan dalam pengadilan. Maka dari itu kita berupaya semampu mungkin untuk terus mengikuti proses hukum terhadap pelaku. Serta memberikan
semangat tentunya terhadap korban,” kata Alfian.
“Orangtua korban yang datang ke kantor kita menceritakan masalah yang menimpa anak kandungnya dan itu sangat menyentuh sekali. Kita meminta kepada pihak penyidik kepolisian, kejaksaan dan Hakim Mahkamah Syar’iyah untuk tidak hanya mengedepankan penghukuman bagi pelaku semata. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya karena telah membuat psikis korban terganggu,” urainya lagi.
Maka, kata dia, sangat diperlukan adanya perlindungan hukum dari pemerintah terhadap korban. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Qanun Hukum Jinayat, Hukum Acara Jinayat dan Peraturan Gubernur No. 15 Tahun 2018 dalam bentuk ganti kerugian atau pemberian hak restitusi.
“Nantinya tuntutan ganti kerugian (restitusi) akan kita ajukan kepada tersangka/terdakwa dengan berkoordinasi dengan pihak penyidik, jaksa penuntut umum, dan hakim untuk memberikan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi korban,” terang Alfian.
reporter | Rusid Hidayat Berutu