Taput di Pusaran Nasib Medis, Zona Kuning, dan Kesadaran

episentrum penularan pandemi Covid

RUMAH Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarutung, Tapanuli Utara menjadi episentrum dalam konteks potensi penularan atau pandemi Covid-19 saat ini. Tempat ini direkomendasikan medis, menjadi pusat penyebaran wabah. Menyusul ‘saudaranya’, Puskesmas Situmeang Habinsaran Sipoholon.

Kedua tempat ini menjadi persinggahan berobat atas nama pasien berinisial TS yang dinyatakan positif dari hasil swab test yang dikeluarkan Balitbang Kemenkes RI di Jakarta.

Masyarakat Taput kaget. Tidak terkecuali perhatian luar yang merasa punya hubungan batin dengan daerah ini (perantau) dengan hasil teranyar itu.

Padahal mereka masih sangat yakin, Taput masih berada di Zona Hijau. Namun setelah mengetahui pasien TS dinyatakan posisit lewat hasil swab test Balitbang Kemenkes RI, suasana daerah was-was dan cemas. Rasa kekhawatiran dan panik pun muncul di tengah masyarakat.

Rasa resah dan kekhwatiran bertambah sesaat setelah melalui rilis resmi yang disampaikan Gugus Tugas Covid-19 Taput, hasil rapid test terhadap 222 orang, sebagai langkah ‘tracing contact’. Dipastikan 45 petugas medis RSUD Tarutung dan tiga petugas medis Puskesmas Situmeang Habinsaran, Sipoholon, dinyatakan reaktif (bukan postif).

Formasi Tenaga Medis

Tidak saja rasa khawatir yang muncul. Paling tidak, dengan diisolasinya tenaga kesehatan di kedua fasilitas kesehatan tersebut, maka jumlah tenaga medis yang diharapkan berada di garda terdepan hadapi Covid-19, berkurang drastis.

Tanpa bermaksud membuka indentitas mereka, tetapi mestinya, masyarakat pun harus tahu, guna menjaga, kepada siapa saja mereka sempat melakukan kontak.

Siapa saja mereka di data 45 orang yang disebutkan reaktif itu?

Hasil penelusuran mendalam, mereka ada yang menjadi perawat di IGD, admisi, pegawai laboratorium, perawat ruangan. Juga penandu atau yang membawa pasien yang dirujuk ke Medan. Dengan demikian supir pun ikut.

Begitu cepat meluasnya. Tidak terkecuali, pembawa makanan ke kamar-kamar pasien yang berstatus pegawai honor pun ikut di daftar reaktif itu.

Usai dirapid test, semua yang dinyatakan reaktif berurai air mata dan membatin kesedihan dan ketakutan. Sejumlah sumber pun menyebutkan, di grup WA para medis itu sedang dirundung duka.

Yang muncul di WhatsApp sudah ‘caption’kesedihan, kekhawatiran, dan menangis, menggantikan tegur sapa ceria selama ini. Mereka merasa sudah berhadapan dengan kondisi yang sama.

Itulah yang mereka rasakan saat ini. Paramedis itu. Sangat kontras dengan kondisi di sebahagian kantong-kantong masyarakat yang masih santai. Bahkan belum pakai masker dan tidak ikuti anjuran pemerintah.

Tetapi, terhadap kondisi para pekerja medis itu, ada juga muncul sejumlah cuitan di jejaring sosial seperti Instagram, Facebook, dan status WA, menyampaikan empati dan simpati. Di antaranya menulis, “Perjuangan pekerja medis itu layak diapresiasi. Kami prihatin. Itu tidak mereka inginkan.”

“Siapa sangka semuanya cepat berubah. Sebab, mereka juga ingin hidup normal karena mempunyai anak dan istri. Belum lagi suami mereka yang menunggu pulang ke rumah,” kata yang lain dalam cuitannya.

Informasi dari sejumlah sumber juga menyebutkan, di antara 48 orang tersebut, ada juga yang masih punya baby (bayi).

“Rapid test temanku itu positif Bang. Bagaimana dia mau merawat anaknya,” ucap salah seorang rekannya. Dan meminta namanya supaya ‘dibungkus rapi’.

Potret lainya, belum lagi kondisi sosial, ketika sejumlah tetangga sudah merasa dan mencap bahwa dia (yang dinuatakan reaktif) sebagai pembawa virus ke lingkungannya.

Musuh dari Dalam

Memperhatikan sejumlah kondisi di atas, harus kah ini penyakit yang harus ditakuti sekali? Tentu. Tetapi mari kita bersimpati kepada mereka dan mendoakan mereka agar cepat sembuh.

Sebab potret lain nanti, jikalau mereka semua keluar dari RS, siapa yang akan merawat masyarakat yang sedang sakit?

Sekarang, dengan kondisi sekitar 48 orang yang dalam perawatan ini, warga Taput telah diperhadapkan dengan dirinya sendiri. Bukan lagi hanya mencurigai pendatang dari luar. Dan mudahan-mudahan saja, ke 48 orang yang reaktif ini semakin sehat dan tidak berakhir positif.

Jika positif, bisa dibayangkan, berapa orang lagi warga Taput yang harus menjalani rapid test dan ikut terpapar. Itu jika langkah ‘tracing contact’ benar-benar dilakukan secara objektif.

Tetapi jika dibiarkan, justeru akan muncul ‘zombie-zombie’ yang tidak terdeteksi dan akan leluasa menyebarkan virus ini, tanpa ada penjagaan.

Maka dengan masuknya Taput di Zona Kuning, hanya satu kata kunci. “Mencurigai teman sudah sangat perlu sejak dini.”

Kalau tidak dan lengah sekali lagi akan muncul zombie-zombie penyebar. Ia tidak merasa dirinya berbahaya akibat ketertutupan dan ketidakjujuran. Tentu, pemerintah dan otoritas kesehatan harus rajin melacaknya dengan arif dan bijaksana, tanpa menimbulkan keresahan.

Curiga harus tetap jalan. Tidak ada istilah bahwa dia adalah teman kita.

Pemerintah juga harus menghitung dan menelusuri pergerakan ke 45 orang ini, sebelum di rapid test dilakukan.

Disinilah titik yang mengatakan, bahwa kita sudah tidak lagi di zona aman. Seperti yang diungkapan Bupati Taput Nikson Nababan, sudah masuk di Zona Kuning.

Semua harus lebih berhati-hati. Saran jaga jarak, pakai masker, cuci tangan, hindari kerumunan, jaga kesehatan dengan memasok nutrisi dan vitamin ke tubuh harus diikuti masyarakat.

Kita menyadari, pemerintah dan institusi yang terkait di dalamnya memang sudah letih, sejak pandemi Covid-19 semakin masif beberapa bulan lalu.

Tetapi, pemerintah harus meresponnya dan melakukan pendataan yang tidak bisa dianulir. Pastikan, siapa saja yang berobat dan berinteraksi kepada 45 orang paramedis itu, sebelum semuanya menyebar.

Disini, pemerintah, masyarakat dan pasien yang dinyatakan reaktif harus membuka kran informasi dan komunikasi dengan bijak dan arif. Agar mata rantai ini bisa diputus. Jika tidak dibuka, justeru akan muncul zombi-zombi baru.

Sadarlah Masyarakat

Tetapi yang tidak kalah penting, masyarakat harus mengikuti anjuran pemerintah.

Sekali lagi, seandainya 45 orang ini sepuluh saja positif, bisa kita bayangkan bagaimana Taput benar-benar menjadi Zona Merah.

Kesadaran pelaku perekonomian (dagang), misalnya di Pasar Tarutung juga sangat dibutuhkan. Jangan selalu nyinyir ketika pemerintah sudah dan akan mengatur jadwal operasi dan jarak berdagang.

Yang tidak kalah penting, harus menerapkan standarisasi minimum dengan memakai masker, topi dan sarung tangan, saat melayani pembeli atau sedang melakukan transaksi jual beli.

Kita ketahui, sistem perdagangan kita masih menggunakan uang dan tentu harus dibumbui dengan komunikasi sosial yang memerlukan banyak bicara, sebelum transaksi berjalan.

Pelaku dagang di Pasar Tarutung ada baiknya tidak ‘sepele’ dan jangan hanya memikirkan kepentingan (perut) dan untung semata.

Seringkali terbaca di jejaring Facebook, hanya mangacu pada satu alasan yang tidak bisa dibantah oleh siapa pun dengan umpatan kata “Kalau kami tidak berjualan, apalagi lagi yang mau kami makan?” Jika mau jujur, benar kah demikian kondisinya?

Bukan maksud menggurui, tetapi tidak selamamya alasan ini diterima akal, ketika keselamatan jiwa banyak orang sudah tetancam.

Institusi pemangku amanah di Pasar Tarutung juga harus memiliki ‘humanis interesting’ dan responsif dengan rajin memonitor pergerakan yang terjadi di pusat perkulakan itu.

Tidak saatnya lagi harus menunggu kunjungan dan instruksi Bupati, untuk melakukan langkah cepat dan preventif. Ia (Nikson Nababan), saat ini tentu diperhadapkan pada banyak tugas dan tanggung jawab besar di tengah pandemi Covid-19 ini.

Misalnya saja, tempat pembersih tangan sebagai standar minimum, di Pasar Tarutung saat ini sangat minim. Sangat perlu ditambah. Setidaknya ada delapan pintu akses keluar masuk di Pasar Tarutung dan sejumlah titik yang sangat padat dan perlu disediakan media pembersih tangan.

Itu pun, tempat pembersih tangan harus lengkap dengan air bersih mengalir dan sabun yang memenuhi standar.

Maka, ketika Taput saat ini masuk di Zona Kuning Covid-19, sembari kita berdoa kepada ke 48 pekerja medis dan keluarga yang dinyatakan reaktif itu, ada pesan yang seharusnya jangan diabaikan.

Mari bersama-sama memerangi wabah, dengan sikap disiplin mengikuti anjuran pemerintah. Disiplin mematuhi untuk tetap di rumah. Disiplin untuk tetap mengenakan masker. Disiplin untuk rajin mencuci tangan. Disiplin untuk menjaga jarak. Dan disiplin berpola hidup bersih.

catatan | Jan Piter Simorangkir

Related posts

One Thought to “Taput di Pusaran Nasib Medis, Zona Kuning, dan Kesadaran”

  1. Semoga dgn situasi skrg ini membuat warga taput makin sadar akan penting nya patuh terhadap aturan yg berlaku demi keselamatan banyak orang. Krn sampai hari ini warga taput masih banyak yg tdk mengindahkan aturan yg berlaku, apalagi ada yg sampai bertindak kasar krn tdk terima dgn teguran yg di berikan para relawan posko yg berjaga. Seperti yg saya alami.

Leave a Comment