Fakta Sidang Samsul Dibantu Andika Minta Uang, Hakim Dimohon Bebaskan Eldin

penasihat hukum Dzulmi Eldin

topmetro.news – Junaidi Matondang selaku ketua tim penasihat hukum T Dzulmi Eldin memohon agar majelis hakim diketuai Abdul Azis nantinya menjatuhkan vonis bebas terhadap kliennya. Menyatakan seluruh dakwaan maupun tuntutan JPU pada KPK, tidak terbukti.

Atau setidak-tidaknya menyatakan peristiwa tersebut ada, namun bukanlah suatu tindak pidana alias onslag.

Hal itu disampaikan tim penasihat hukum (PH) T Dzulmi Eldin selaku Walikota Medan periode 2015-2021 ketika menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada sidang lanjutan secara teleconference, Kamis (28/5/2020), di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.

Menurut tim PH, dalam perkara aquo (dakwaan menerima uang suap sebesar Rp2,1 miliar melalui saksi Samsul Fitri), penuntut umum tidak mampu membuktikan unsur pidana Pasal Pasal 12 Huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Demikian halnya dakwaan kedua, pidana Pasal 11 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Cuma 1 Saksi

Sebab dari fakta-fakta terungkap di persidangan, dengan dalih atas perintah (arahan) terdakwa, saksi Samsul Fitri selaku Kasubbag Protokol Bagian Umum Setda Kota Medan dibantu Andika Suhartono lah yang secara berulang (berlanjut) meminta atau menerima sejumlah uang dari para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (KOPD) jajaran Pemko Medan sejak 2018 hingga 2019.

“Dari 27 saksi yang dihadirkan penuntut umum, hanya satu saksi yakni Samsul Fitri yang menyatakan dirinya meminta uang atas perintah T Dzulmi Eldin. Sedangkan 26 saksi lainnya tidak ada yang menyaksikan T Dzulmi Eldin memberikan perintah tersebut kepada Samsul Fitri. Tidak ada yang melihat Samsul Fitri memberikan uang kepada terdakwa,” urai Junaidi.

Sementara menurut hukum pidana formil, menggarisbawahi bahwa harus ada minimal dua alat bukti (saksi) untuk membuktikan suatu tindak pidana. Fakta di persidangan, penuntut umum hanya mampu menghadirkan satu saksi (alat bukti).

Para KOPD lainnya di persidangan lalu juga menerangkan bahwa uang yang mereka berikan kepada Samsul Fitri adalah untuk biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi ketika melakukan perjalanan dinas. Termasuk ke Tarakan maupun ‘Kota Kembar’ Ichikawa, Jepang.

Hal prinsip lainnya dalam perkara ini, terdakwa bersikap pasif. Dengan demikian unsur tindak pidana karena kekuasaannya (jabatannya) terdakwa menyuruh orang lain melakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangannya sebagai PNS atau pejabat publik, juga tidak terbukti.

Tidak Ada Efek

Fakta terungkap lainnya, para KOPD pada persidangan lalu menerangkan, pemberian uang melalui Samsul Fitri tidak lebih dari sikap loyalitas kepada atasan. Bahkan ada juga beberapa KOPD tidak menyanggupi permintaan Samsul Fitri.

Beberapa saksi pernah menolak memberikan uang serta tidak menyanggupi nilai yang diminta Samsul. Di antaranya Iswar (Kadishub), Benny (Kadis Perkim), Renward (Kadishub), dan Qomarul Fattah (Kadis DPMPTSP). Faktanya hal itu (penolakan) tidak menimbulkan efek apa pun (tidak dicopot dari jabatannya).

Di bagian lain tim PH terdakwa memohon agar majelis hakim tidak ‘terjebak’ dengan tuntutan JPU pada KPK berupa pencabutan hak politik kliennya yakni untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Tuntutan dimaksud dinilai sewenang-wenang karena tidak didukung alasan juridis.

Tim PH terdakwa mengkhawatirkan penuntut umum tidak menyadari masuk ke dalam pusaran kepentingan politis. Sebab sebelumnya dalam jajak pendapat, T Dzulmi Eldin masih diperhitungkan pada Pilkada Kota Medan periode mendatang.

Tetap Pada Tuntutan

Menjawab pertanyaan hakim ketua, tim JPU pada KPK via monitor teleconference menyatakan, menyampaikan tanggapan (replik) secara lisan.

Yakni tetap pada materi tuntutan yang disampaikan pada persidangan beberapa waktu lalu. Memohon agar terdakwa dijatuhi pidana tujuh tahun dan denda Rp500 juta. Subsider (bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana) enam bulan kurungan serta pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Sidang pun dilanjutkan, Rabu (10/6/2020) mendatang, dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim.

“Dari alasan juridis berdasarkan fakta-fakta terungkap di persidangan sebagaimana kami bacakan tadi, kami selaku PH terdakwa memohon agar Yang Mulia Majelis Hakim nantinya menjatuhkan vonis bebas terhadap klien kami. Minimal onslag,” pungkas Junaidi ketika ditanya awak media usai persidangan.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment