topmetro.news – Nilai tukar Rupiah menguat melawan Dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan, Senin (16/11/2020), setelah mencatat penguatan dalam enam pekan beruntun. Rupiah sedang berada dalam sentimen positif, aliran investasi masuk deras ke dalam negeri, dan investor asing kembali ‘memborong’ Rupiah.
Melansir data Refinitiv, Rupiah membuka perdagangan pada level Rp14.100/US$, menguat 0,35% pada pasar spot. Setelahnya Rupiah sempat menguat lagi ke Rp14.095/US$, sebelum terpangkas dan berada pada level Rp14.130/US$. Atau menguat 0,31% pada tengah hari.
Rupiah kembali menguat satu jam sebelum perdagangan berakhir. Pada penutupan, Rupiah berada pada level Rp 14.100/US$, menguat 0,35%.
Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan Dolar AS. Rupiah dengan penguatan tersebut menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua Asia, hanya kalah dari Yuan China yang menguat 0,4% hingga pukul 15.03 WIB.
Arus Investasi
Derasnya aliran investasi ke dalam negeri sudah terlihat sejak awal bulan ini. Data Bank Indonesia menunjukkan pada periode 2-5 November 2020, transaksi nonresiden untuk pasar keuangan domestik membukukan beli neto Rp3,81 triliun. Rinciannya, beli neto pada pasar SBN sebesar Rp3,87 triliun dan jual neto pada pasar saham sebesar Rp 60 miliar.
Sementara data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan dua pekan lalu, investor asing melakukan aksi beli (net buy) sebesar Rp1,2 triliun. Sepanjang pekan lalu bahkan lebih besar lagi, Rp4,45 triliun masuk ke pasar saham dalam negeri. Baru pada hari ini terjadi aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp368 miliar untuk pasar reguler.
Kabar bagus lainnya datang dari hasil survei dua mingguan Reuters yang menunjukkan investor asing mulai ‘memborong’ Rupiah lagi.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi long (beli) terhadap Dolar AS dan short (jual) terhadap Rupiah. Begitu juga sebaliknya, angka negatif berarti mengambil posisi short (jual) terhadap Dolar AS dan long (beli) terhadap Rupiah.
Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (12/11/2020) kemarin menunjukkan angka -1,01, melesat dari dua pekan lalu yang masih positif 0,09. Angka negatif tersebut merupakan yang tertinggi dalam enam tahun terakhir.
Semakin besar angka negatif, artinya pelaku pasar semakin banyak mengambil posisi long Rupiah, yang artinya Mata Uang Garuda kembali dicintai.
Survei tersebut konsisten dengan pergerakan Rupiah tahun ini, kala angka positif maka Rupiah cenderung melemah. Begitu juga sebaliknya.
BACA | Sri Mulyani: Total Pendapatan Negara Hingga Juli 2020 Capai Rp922,2 T
Tren Plus Neraca
Sementara itu data menunjukkan, berlanjutnya tren surplus neraca dagang Indonesia Bulan Oktober.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sebesar US$14,39 miliar. Sementara impor adalah US$10,78 miliar. Artinya, berbanding dengan Oktober 2019 (year-on-year/YoY) ekspor turun 3,29%. Sedangkan impor anjlok 26,93%.
Konsensus pasar memperkirakan neraca perdagangan Oktober 2020 surplus US$ 2,2 miliar. Sementara konsensus Reuters memperkirakan pada angka US$ 2,44 miliar. Realisasinya ternyata jauh lebih banyak dari proyeksi.
Neraca dagang Indonesia kini sudah mencatat surplus dalam enam bulan beruntun. Dan selama periode 10 bulan tahun ini, defisit tercatat hanya terjadi pada Bulan Januari dan April.
Rilis surplus neraca dagang memberikan tenaga bagi Rupiah untuk kembali menguat.
sumber | CNBC Indonesia