Rekam Jejak Perdana Menteri Malaysia, Lengser dari Takhta

Perdana Menteri Malaysia

Topmetro.News – Jejak kerikil tajam Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin (16/8/2021), mengakhiri 17 bulan kepemimpinannya di Negeri Jiran yang penuh kerikil.

Muhyiddin mundur setelah pihak oposisi terus mendesaknya lengser dari jabatan PM karena dinilai gagal menangani krisis pandemi Covid-19 Malaysia.

“Hari ini adalah hari terakhir saya sebagai perdana menteri dan saya ridho dengan ketentuan Illahi ini,” kata Muhyiddin dalam pidato kenegaraan yang disiarkan secara nasional saat mengumumkan pengunduran dirinya.

 

Perdana Menteri Malaysia Dihadapkan Berbagai Krisis

Sejak awal menjabat sebagai perdana menteri pada Maret 2020, kepemimpinan Muhyiddin memang sudah dihadapkan dengan berbagai krisis.

Politikus Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) itu dipilih Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Alam Ahmad Shah, sebagai Perdana Menteri menggantikan Mahathir Mohamad yang tiba-tiba mengundurkan diri.

Pengunduran diri Mahathir terjadi setelah Bersatu keluar dari koalisi berkuasa, Pakatan Harapan, hingga memicu konflik dalam internal koalisi.

Saat itu, Raja Malaysia menunjuk Muhyiddin sebagai perdana menteri sementara sampai pemimpin baru dipilih. Namun, dia berhasil membentuk koalisi baru, Perikatan Nasional, dengan suara mayoritas yang cukup untuk membentuk pemerintahan.

Pada 1 Maret 2020, Muhyiddin pun dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-8. Meski begitu, sejumlah politikus oposisi tak setuju dengan pelantikan Muhyiddin.

Koalisi Pakatan Harapan menyatakan masih tetap mendukung Mahathir Mohamad sebagai kandidat perdana menteri. Mereka mengklaim Mahathir juga memperoleh dukungan mayoritas di parlemen.

Mahathir bahkan menuduh Muhyiddin pengkhianat karena berhasrat menjadi perdana menteri. Mahathir menganggap mantan rekan separtainya itu tidak memiliki mayoritas suara di Dewan Rakyat atau parlemen Malaysia sehingga tidak pantas diangkat sebagai PM.

Krisis politik itu pun terus berlangsung selama Muhyiddin memimpin Malaysia sebagai perdana menteri. Di saat bersamaan, kepemimpinan Muhyiddin diuji dengan kemunculan pandemi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia, termasuk Malaysia.

“Saya memimpin negara ini dalam keadaan krisis kesehatan dan ekonomi yang tak pernah berlaku (red, terjadi) dalam sejarah negara dan dunia sebelumnya. Dan di waktu yang bersamaan, saya pun terus digugat dari segi politik,” kata Muhyiddin dalam pidato kenegaraan terakhirnya sebelum resmi mengundurkan diri.

Di awal pandemi Covid-19, pemerintahan Muhyiddin dinilai berhasil menekan penyebaran dan laju infeksi Covid-19, salah satunya dengan menerapkan penguncian wilayah pada Maret 2020.

Lockdown diterapkan Muhyiddin kurang dari sebulan setelah dia menjabat sebagai PM. Setelah tren penularan Covid-19 turun, pemerintah pun melonggarkan kebijakan lockdown secara situasional.

Akibat infeksi virus corona melonjak signifikan sekitar Februari 2021, pemerintahan Muhyiddin kembali mengencangkan ikat pinggang dengan memperketat pembatasan pergerakan sosial.

Saat itu, Muhyiddin dengan persetujuan Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Ahmad Shah, menerapkan status darurat Covid-19 nasional.

Deklarasi status darurat memberikan Muhyiddin kewenangan untuk menangguhkan parlemen (reses). Dengan begitu, Muhyiddin dapat menerapkan kebijakan penanganan pandemi tanpa melalui persetujuan legislatif karena aktivitas parlemen ditangguhkan (reses).

Sejak itu, tekanan oposisi terus menguat. Para penentang Muhyiddin menilai status darurat itu hanya akal-akalan sang PM agar tidak ditekan oposisi di parlemen.

Pihak oposisi pemerintah semakin resah karena tak dapat menyampaikan perbedaan pendapat dan masukan mengenai penanganan Covid-19.

Beberapa pihak menganggap masa reses dimanfaatkan Muhyiddin menghindari kritik terhadap pemerintahannya yang hanya memegang mayoritas kecil setelah pecah kongsi dengan koalisi Pakatan Harapan.

Kekuasaan Muhyiddin kian berada di ujung tanduk setelah partai politik terbesar di Negeri Jiran, UMNO, menarik dukungan terhadap pemerintah pada awal Juli lalu.

Salah satu alasan UMNO adalah karena pemerintahan Muhyiddin dinilai gagal menangani pandemi virus corona. UMNO bahkan mendesak Muhyiddin mundur sebagai perdana menteri.

Tuntutan Muhyiddin mundur kian santer terdengar, terutama setelah cekcok dengan Raja terkait status darurat nasional Covid-19.

Sultan Abdullah, merasa tersinggung karena dilangkahi kewenangannya oleh pemerintah setelah salah satu menteri kabinet Muhyiddin mengumumkan tak akan memperpanjang status darurat Covid-19 tanpa konsultasi raja.

Sejak itu, sejumlah menteri kabinet Muhyiddin juga ikut mengundurkan diri. Muhyiddin sempat menolak mundur dengan menegaskan bahwa kabinetnya masih mendapat dukungan mayoritas di parlemen.

Namun, salah satu menterinya, Mohd Redzuan Md Yusof, mengatakan sang PM telah mengambil keputusan mengundurkan diri lantaran tak punya pilihan untuk mempertahankan pemerintahannya saat ini.

“Selama ini, saya dan kabinet berupaya menangani pandemi dan program pemulihan ekonomi. Namun, ikhtiar ini tidak berhasil disebabkan ada pihak yang rakus untuk merebut kuasa daripada mengutamakan nyawa dan kehidupan saudara-saudara sekalian,” kata Muhyiddin dalam pidato terakhirnya.

BACA PULA | TKI Boru Manurung Meninggal Dunia di Malaysia

Seperti diberitakan TOPMETRO.NEWS sebelumnya, TKI boru Manurung dilaporkan meninggal dunia di negeri tetangga Malaysia. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atas nama Tetti Larasati Manurung (31) ini tercatat sebagai warga Tekap, Jalan FL Tobing Kelurahan Sirantau Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai.

sumber\foto | cnnindonesia\afp
reporter | jeremitaran

Related posts

Leave a Comment