Harianto Ginting, SH: Aneh Jika Polisi Menindalanjuti Penyidikan Berdasarkan Surat Kaleng 

Surat Kaleng

topmetro.news – Beredarnya Surat Kaleng yang disampaikan oleh pihak-pihak ‘pengecut’ untuk mencari celah kesalahan orang lain, sangat meresahkan masyarakat. Ironisnya, dengan berdasarkan informasi yang disampaikan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab lewat Surat Kaleng, malah diterima pihak kepolisian dan langsung melakukan penyelidikan serta mendatangi objek dan saksi-saksi untuk dimintai keterangan.

Hal ini lah yang dialami salah seorang warga di Kec.Sirapit, Kab.Langkat. Warga yang kebetulan berprofesi sebagai aparat kepolisian (sumber minta dirahasiakan identitasnya-red) mengaku didatangi beberapa oknum dari Unit Propam Polda Sumut belum lama ini dengan alasan adanya laporan orang yang tidak dikenal lewat Surat Kaleng.

Anehnya, sekelas Mapolda Sumut, oknum-oknum pihak Propam Polda Sumut ini bisa menerima surat dari orang yang tidak diketahui identitasnya, tapi bisa melakukan penyelidikan dengan memintai keterangan pihak-pihak yang disebut-sebut dalam Surat Kaleng tersebut.

Demikian juga terkait informasi Surat Kaleng ini, penyidik Polres Langkat juga menindaklanjuti pelaporan “hantu” tersebut. Aneh, pemberi surat tidak tahu, tapi penyidik bisa menerima surat kaleng. Padahal, wartawan yang akan meliput di lingkungan Polres Langkat juga harus menunjukkan identitas.

Menurut keterangan pengamat hukum sekaligus aktivis pencegahan dan penyuluhan korupsi, Harianto Ginting, SH, menyayangkan apa yang dilakukan oknum penyidik Polres Langkat berinisial Yd serta oknum Propam Polda Sumut tersebut.

“Menurut hemat saya, jika surat pengaduan masyarakat yang jelas memuat informasi yang jelas sudah pasti didahului dengan itikad baik, untuk mendapatkan kaadilan dengan cara yang benar. Sementara surat kaleng ini tidak ada dasarnya, sering disebut “Surat Sampah” karena sudah pasti didahului dengan itikad tidak baik. Karena bisa saja pelapor itu juga yang memproses laporan itu sendiri, dengan maksud tertentu yang tidak baik tentunya. Karena bila kita merujuk pada Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, sangat jelas bagaimana penanganan terhadap surat masuk kepada badan pemerintah. Surat kaleng ini sudah jelas tidak memenuhi administrasi karena tidak memuat identitas pelapor. Bagaimana bisa dipertanggungjawabkan, dan bagaimana cara penyidik menyampaikan perkembangan atas laporan tersebut kepada pelapor sebagaimana peraturan Kapolri tentang managemen penyidikan. Sementara terlapor maupun saksi terkait sudah secara langsung mendapatkan hukuman sosial dari masyarakat karena telah diperiksa, didatangi, disurati dan sebagainya atas tindakan penyidik itu,” terang pengacara yang telah menerima sertifikat dalam pencegahan dan penyuluhan korupsi dari KPK RI ini kepada topmetro.news, Jum’at (01/10/2021).

Menurut pengacara yang akrab dipanggil Bang Ginting ini, tidak ada alasan baik dalam surat kaleng itu. “Karena, bila alasannya takut dan merasa terancam sebagai pelapor, negara telah menyiapkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sesuai UU yang berlaku. Jadi masyarakat cukup beralasan resah dengan cara-cara teror surat kaleng ini karena diduga dijadikan syarat untuk kepentingan pribadi para pelaku. Karena bisa saja oknum penyidik yang buat, oknum penyidik juga yang proses dengan tujuan tertentu pastinya,” paparnya.

Bang Ginting memaparkan dengan lengkap tentang pemberlakuan upaya penyelidikan hingga penyidikan yang dinilai unprosedural lewat Surat Kaleng.

“Tugas dan wewenang dari penyelidik, salah satunya adalah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyelidik dalam hal ini polisi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHAP, atas laporan/pengaduan tersebut mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Di dalam penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidik/polisi mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Itu dilakukan jika memang jelas identitas pelapor dan laporannya,” paparnya.

Diterangkan Bang Ginting, di dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (Perkap 14/2012), dasar dilakukan penyidikan adalah, pertama adanya laporan polisi/pengaduan, kemudian dibekali dengan Surat Perintah Tugas, membuat Laporan Hasil Penyelidikan (LHP), surat perintah penyidikan, dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

“Menurut Pasal 1 angka 21 Perkap14/2012 menyatakan Bukti permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan. Kemudian dalam Pasal 184 KUHAP menjabarkan alat bukti yang sah sebagai berikut, yakni, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Jadi, polisi bisa bertindak dengan adanya laporan pengaduan dari pelapor yang memiliki identitas lengkap dan jelas, kemudian berdasarkan keterangan saksi korban, baru polisi dapat menindaklanjuti laporan tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol.Hadi Wahyudi, saat dikonfirmasi topmetro.news, terkait apa bisa Surat Kaleng langsung diproses secara hukum oleh penyidik Polri, serta apa alasannya penyidik Polri melakukan penyidikan hanya berdasarkan Surat Kaleng tanpa menyertai nama identitas pengirimnya, Wahyudi mengatakan hanya sebatas penyelidikan.

“Untuk penyelidikan bisa saja. Tapi bukan untuk penyidikan,” ujarnya singkat melalui layanan WhatsApp, Kamis (30/09/2021).

Reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment