Fakta Mencengangkan Perkara Korupsi di Dinas PKH Asahan, Cap Bakar ‘Hilang’ dan Sebagian Ternak tidak di Tangan Poktan

Fakta Mencengangkan Perkara Korupsi di Dinas PKH Asahan

topmetro.news – Fakta terbilang mencengangkan terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi Rp615,9 juta terkait pengadaan 80 ternak sapi jenis Peranakan Ongol (PO) di Kecamatan Sei Dadap pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kabupaten Asahan TA 2019, Jumat petang (22/10/2021).

Keempat saksi yang dihadirkan tim JPU dari Kejari Asahan lebih 2 jam diperiksa di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan. Dengan terdakwa Nina Syahraini (38), selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Serta M Sahlan (berkas penuntutan terpisah) selaku Direktur CV Bangkit Sah Perkasa (BSP).

Keterangan 2 saksi dari kelompok tani (poktan) berbeda yang menerima masing-masing 10 ekor sapi spontan mengundang rasa keheranan majelis hakim dengan ketua Bambang Joko Winarno.

Sebab ketika sapi dari Dinas PKH Kabupaten Asahan tersebut mereka terima, November 2019 lalu, telah ada cap bakar di atas pangkal paha kiri ternak. Namun sekarang tidak ada lagi alias ‘hilang’.

“Yakin saudara-saudara kalau sapi yang diberi cap bakar itu yang saudara pelihara bersama anggota poktan? Kami ingatkan saudara-saudara. Ada sanksinya bila saudara memberikan keterangan bohong di persidangan. Tujuh tahun loh ancaman pidananya. Baik kita lihat nanti apakah Pak Jaksa memiliki ahli yang bisa menerangkan soal berapa lama umumnya usia cap bakar pada ternak sapi,” timpal hakim anggota Immanuel Tarigan.

Saksi Agus serta rekannya yang duduk sebelah kanan pun menjawab dengan kata, “Siap.”

Fakta Lainnya

Fakta mencengangkan lainnya juga terungkap di persidangan. Yakni, bantuan ternak sapi beberapa ekor di antaranya sudah tidak lagi berada di tangan poktan yang diketuai Agus.

“Tiga ekor ada sama orang lain Yang Mulia. Saya bayar untuk mengurusnya,” kata Agus yang langsung disindir Immanuel bahwa bantuan ternak itu untuk dikembangkan poktan.

“Kalau memang tidak mampu mengurusnya kenapa tidak dikembalikan saja ke Dinas PKH Kabupaten Asahan, Pak?” cecarnya.

Saksi lainnya dari Dinas PKH Kabupaten Asahan, Yuni yang terlibat dalam perencanaan pengadaan sapi jenis PO tersebut juga sempat kena tegur majelis hakim karena beberapa poktan penerima bantuan sapi baru berusia 3 bulan.

Sementara dalam dokumen disebutkan diperuntukkan bagi poktan yang telah terbentuk 3 tahun sebelumnya plus belum pernah mendapatkan bantuan.

Saksi lainnya, Hafni selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PKH Asahan mengaku tidak mengetahui banyak soal pengadaan 80 ekor sapi tersebut. Setelah melihat dokumennya lengkap, saksi kemudian mencairkan dananya kepada penyedia jasa, CV BSP.

Hakim Ketua Bambang Joko Wonarno pun melanjutkan persidangan pekan depan. Serta memerintahkan tim JPU dengan ‘motor’ Erol Manurung agar menghadirkan kembali kedua terdakwa di persidangan secara video teleconference (vicon).

Sapi 39 Ekor

JPU dari Kejari asahan dalam dakwaan menguraikan, Pemkab Asahan menggelontorkan dana Rp1 miliar yang ditampung dalam Perubahan-Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) TA 2019 untuk pengadaan 80 ekor sapi jenis PO untuk 8 poktan. Dengan demikian tiap poktan mendapatkan bantuan masing-masing 10 ekor.

Terdakwa Nina Syahraini selaku PPK memang telah membuat Kegiatan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp995.221.040 dengan pelaksanaan pekerjaan selama 30 hari, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Yakni pengadaan ternak sapi seluruh jenis kelamin betina, pakan, obat serta tenaga dokter maupun mantri hewan di lapangan. Sedangkan pemenang tender adalah CV BSP dengan terdakwa M Sahlan sebagai Direktur.

Namun belakangan berdasarkan pemeriksaan ahli peternakan dari Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara (USU) atas kegiatan pengadaan 80 ekor sapi jenis PO tersebut, disimpulkan bahwa 39 ekor di antaranya jenis lain alias bukan PO.

Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHAPKKN) menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp615.926.429.

Nina Syahraini dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment