Berdalih Direhab, Anak 17 Tahun Dikerangkeng, Disiksa Secara Sadis dan Dimasukkan ke Kandang Ular

Disiksa secara sadis

topmetro.news – Lanjutan persidangan kasus Kerangkeng Maut berkaitan dengan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang diduga dilakukan Terbit Rencana Peranginangin (TRP) yang disebut-sebut melibatkan keluarganya semakin terkuak perbuatan sadis dan terjadinya indikasi eksploitasi anak di bawah umur. Bahkan disiksa secara sadis hingga dimasukkan ke kandang ular.

Persidangan TPPO dengan terdakwa DP, HS, SP, JS, RG, TS, HG dan IS menghadirkan para saksi yang juga dalam perlindungan LPSK yakni Satria Sembiring Depari, Yanen Sembiring, Edo Syahputra Tarigan alias Edo, Edi Surianta Sitepu dan Dana Ardianta Syahputra Sitepu yang masih berusia 17 tahun.

Dalam persidangan tersebut masing-masing saksi menceritakan berbagai tindakkan penyiksaan yang mereka alami.

Mulai dari penyiksaan yang diterima para anak kereng yang dipercayakan pihak keluarga untuk direhab dari kecanduan narkoba di lokasi rehab milik TRP saat awal tiba di dalam kerangkeng, hingga dipekerjakan di pabrik kelapa sawit, ladang dan di rumah milik TRP tanpa dibayar.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Halida Rahardini SH MHum dengan Hakim Anggota masing-masing Andriansyah SH MH dan Diki Irfandi SH MH.

Dalam persidangan, Rabu (24/8/2022) kemarin berlangsung dimulai sekitar pukul 11.00 WIB hingga ditutup sekitar pukul 23.31 WIB, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra Ahmad Effendi SH MH, Yusnar Hadibuan SH MH, Jimmy SH MH dan Baron SH MH secara bergantian menyampaikan pertanyaan kepada para saksi korban.

Dari kesaksian para mantan anak kereng yakni Satria Sembiring Depari, Yanen Sembiring, Edo Syahputra Tarigan alias Edo dan Dana Ardianta Syahputra Sitepu yang ternyata diketahui masih sekolah dan berusia 17 tahun, selama berada di kereng mendapat perlakuan sadis bahkan terjadi perlakuan pelecehan secara seksual, serta dipekerjakan tanpa digaji dan juga tidak ada jaminan perlindungan kesehatan.

Sementara saksi Edi Surianta Sitepu mengungkapkan rasa penyesalannya memasukkan anaknya Dana Ardianta Syahputra Sitepu
yang masih usia sekolah ke kerangkeng milik TRP di Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala.

Sambil terisak, saksi Edi Suranta Sitepu menceritakan jika dirinya sangat sakit hati dan tidak bisa menerima ketika mengetahui anaknya dipekerjakan tanpa dibayar dan mendapatkan perlakuan biadab dari kerangkeng milik TRP.

“Awalnya informasi yang kami dapat, panti rehab milik TRP ini sangat baik, wajib harus sholat dan diperlakukan sebagai anak sendiri. Tapi ternyata, anak bungsu saya diselang (cambuk), dipukuli tanpa prikemanusiaan sampai kuku kaki anak saya keduanya copot Bu Hakim,” ujarnya tak mampu meneruskan ucapannya karena terisak pilu.

“Semua yang disampaikan tentang kebaikan di rehab milik TRP sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Saya sangat menyesal Bu Hakim,” isaknya lagi.

Sementara itu, para saksi lainnya menjelaskan bahwa selain mendapatkan siksaan fisik yang masih membekas di tubuhnya di kerangkeng milik TRP itu juga terkadang masih bisa menggunakan narkotika jenis shabu.

Para saksi menceritakan jika mereka dipekerjakan di pabrik milik TRP tanpa mendapat upah dan tanpa mendapat perlindungan kerja.

Perlakuan yang mereka peroleh sangat berbeda dengan para karyawan pabrik lainnya.

“Yah, sangat berbedalah, Pak. Kalau kami anak kereng tidak pernah digaji, kalau karyawan lainnya di pabrik itu ya dapat gaji,” ujar para saksi kepada JPU yang disampaikan secara bergantian di depan persidangan dengan wajah tertutup.

Khusus saksi korban yang masih di bawah umur yakni Dana Ardianta Syahputra Sitepu, menceritakan pengalamannya selama dititipkan kedua orang tuanya di kereng milik TRP tersebut.

Baik Majelis Hakim, JPU dan PH para terdakwa bergantian mencecar pertanyaan dengan sikap berbeda dan tanpa menggunakan Toga agar saksi dapat leluasa menyampaikan kesaksiannya

Dalam kesaksiannya, Dana menceritakan jika dirinya mengkonsumsi sabu saat kelas 1 SMA.

“Ya, pengaruh teman. Saya tidak pernah mencuri uang orang tua. Karena saya sekolah juga sembari bantu-bantu bekerja di bengkel sesuai keahlian saya,” ujarnya.

Saksi menceritakan saat dijemput pihak kereng, dirinya dipukul saat diperjalanan.

Saat sampai di kerangkeng, dirinya juga disiksa secara sadis. Tubuhnya hingga kaki dicambuk menggunakan selang kompresor.

“Setelah dicambuk dengan mata ditutup lakban, kuku kaki saya juga dijepit kaki kuri dan didudukin. Sampe kuku kaki saya copot karena busuk. Saya juga dimasukkan ke kandang ular,” ujar Dana sembari menunjukkan bekas-bukas luka di tubuhnya hingga kuku kakinya.

Saksi menjelaskan jika dirinya hidup di kereng milik TRP selama 8 bulan.

Dalam suatu kesempatan saksi sempat kabur ke rumah orang tuanya.

Saat saksi kabur, dirinya tau dari Bapaknya klo orang tuanya mendapat telephone dan diancam oleh seseorang yang diduga bernama Terang.

“Kalau anak Bapak tidak diantar lagi ke kereng maka harus ganti kepala,” ujar Dana bercerita.

Dana mengisahkan di persidangan bahwa pada 1 minggu awal setiap pagi dipukul oleh seseorang bernama Amri. Satu Minggu lagi kerja di rmh Bupati.

“Soal makan dilarang sama senior yang di dalam kereng, Bu Hakim.” katanya.

Saat sudah 2 minggu dikereng, Dana kabur. Namun beberapa jam tertangkap.

Saat tertangkap itu saksi juga dipukuli. Kelang 1 hari pasca tertangkap kemudian saksi dikerjakan di ladang.

Dana bebas dari kereng TRP karena kabur untuk kedua kalinya.

Saat kabur tersebut keluarga juga kerap mendapat ancaman dari pihak orang kereng.

Namun, karena ayahnya sudah mengetahui jika anak kesayangannya disiksa secara sadis dan dipekerjakan tanpa dibayar, ayah saksi sempat berbohong kepada pihak kereng jika anaknya Dana sudah berada di Aceh.

Usai memberikan kesaksian, Majelis Hakim bertanya kepada para terdakwa. Namun seperti biasa para terdakwa merasa keberatan dan tidak mengakui perbuatannya.

Reporter I Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment