Kesaksian Para Terdakwa Kerangkeng Maut Ilegal Bersikap Seperti “Malaikat”

Kerangkeng maut

topmetro.news – Kesaksian para terdakwa dalam kasus kerangkeng maut ilegal pada persidangan lanjutan Perkara Nomor : 467/Pid.B/2022/PN.Stb, Perkara Nomor : 468/Pid.B/2022/PN.Stb dan Perkara Nomor : 469/Pid.B/2022/PN.Stb semuanya seperti sepakat memberikan kesaksian berbeda dari BAP penyidik Polda Sumut yang telah mereka baca dan ditandatangi didampingi para Penasihat Hukum.

Kesaksian para terdakwa yang saling berkaitan dengan perkara-perkara terkait keberadaan kerangkeng manusia, TPPO serta meninggalnya Sarianto Ginting dan Abdul Sidik alias Bedul di kereng panti pembinaan Organisasi PP (istilah versi para terdakwa dan Ketua DPRD Langkat) tersebut menjadi suatu pemandangan yang aneh dan menggelikan.

Bahkan, para pengunjung yang menghadiri persidangan tersebut menahan tawa atas upaya para saksi untuk saling melindungi dan berupaya menunjukkan kepada Majelis Hakim, JPU serta masyarakat jika mereka memperlakukan para warga binaan di kerangkeng maut tersebut tidak ubahnya seperti “Malaikat”.

Anehnya, pengakuan dan kesaksian para korban mantan anak kereng panti binaan maut yang berlokasi di Desa Raja Tengah di depan peesidangan terdahulu mengakui bahwa seluruh warga binaan panti kerangkeng maut tersebut semua dipekerjakan di pabrik PKS PT.DRP, di kebun serta ada yang diperkerjakan di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif TRP tanpa mendapat gaji sepeserpun, tidak diakui para saksi sekaligus terdakwa.

Anehnya, kendati para terdakwa sekaligus menjadi saksi mahkota dalam kasus tersebut kendati menyebut panti tersebut merupakan panti binaan, tapi para saksi sekaligus terdakwa tidak mampu menjawab pertanyaan Majelis Hakim dan JPU terkait jenis pembinaan apa yang dilakukan para besker, pembina dan pemilik kerangkeng tersebut.

“Sewaktu saya menjadi besker di panti rehab tersebut saya selalu membawa para warga binaan ke masjid untuk sholat dan mengaji bagi yang Islam dan ke Gereja bagi yang Kristen. Warga binaan kita ajari dulu keimanannya jika narkoba itu berbahaya,” ujar Terang Ukur Sembiring yang dalam persidangan kali ini menjadi saksi atas terdakwa Hermanto dkk.

Saat Majelis Hakim dan JPU secara bergantian mempertanyakan sosok mantan anak kereng yang meninggal dengan kondisi babak belur bernama Bedul, menjelaskan jika Bedul ada di kereng panti rehab yang disebut-sebut milik TRP tersebut atas permintaan keluarga.

“Kata Ketua Indo jika Bedul adalah pengguna narkoba berat. Jadi keluarga minta agar Bedul direhab di panti pembinaan narkoba (versi pihak kerangkeng) di Raja Tengah,” ujar Terang.

“Kenapa Bedul harus dimasukkan ke kereng 1?” ujar Majelis Hakim.

Terang menjawab jika kereng 1 itu memang untuk orang baru agar melindungi dari para senior-senior yang ada di kereng 2 agar tidak mengganggu.

Saksi terus berupaya berkilah jika terdakwa Hermanto tidak memiliki kewenangan apa-apa di lingkungan kereng panti selain cuma mengantar.

Saat ditanyakan Majelis Hakim apa yang dilakukan Bedul saat hari pertama dan apakah ada melakukan sikap tobat? Anehnya saksi Terang mengatakan jika Bedul tidak ada sikap tobat.

“Apakah setelah Bedul sampai dan dimasukkan ke dalam kereng ada Hermanto marah-marah?” tanya Majelis Hakim.

Saksi berkilah jika dirinya tidak mendengar Hermanto dan Iskandar marah-marah dan tidak tau adanya pemukulan karena saksi berdalih dirinya langsung menelpon Ketua Indo di Sawit Sebrang jika Bedul sudah dimasukan ke panti.

Keesokan harinya saksi Terang coba terus berkilah jika dirinya tidak berada di panti karena dirinya sibuk kerja di pabrik PT.DRP.

Saat ditanyakan jika itu merupakan panti binaan dan setiap malam ada besker dan pembina yang menjaga mengapa kereng panti binaan itu harus digembok? Saksi Terang mengatakan agar warga binaan tidak lari.

“Kalau mereka lari gimana pertanggungjawaban sama keluarganya? ujar Terang seolah berusaha terus berkilah.

Majelis Hakim kembali mengingatkan agar saksi mengatakan hal yang sebenarnya di persidangan. Sebab dalam surat serah terima Badul dari pihak kereng dan ditandatangani pihak keluarga bernama Dewi S ada tanda tangan Hermanto dan Iskandar ditulis jika dalam 1 tahun Bedul tidak bisa diambil untuk pulang.

“Jika sakit atau meninggal keluarga tidak bisa menuntut. Itu surat apa dan kalian anggap itu tidak ada jerat hukumnya? Banyak yang meninggal di kereng binaan itu termasuk Sarianto dan Bedul siapa yang bertanggungjawab,” ujar Majelis dengan nada tinggi.

Namun Terang menjawab seenaknya jika dirinya tidak mengerti. “Maklum saya orang kampung jadi tak faham sampai disitu,” ujar Terang sekenannya.

Terang kembali coba berkilah jika Bedul meninggal karena sakit. “Saat masuk kondisinya sehat cuma agak lemas-lemas gitu,” kilahnya sembari menutupi serta mengaku jika dirinya tidak memperhatikan apakah sewaktu Bedul dibawa dan masuk kereng tangan terborgol atau tidak.

“Yang masukkan Bedul ke kereng malam itu orang besker dan saya. Tapi saya terus pergi nelpon Ketua Indo,” kilahnya.

Anehnya, saat saksi Terang ditanyakan oleh Majelis Hakim dan JPU saat proses awal penjemputan Bedul, saksi selalu mengatakan tidak tahu. Namun pada saat PH menanyakan hal yang sama saksi Terang lancar mampu menjawab.

Hakim mengingatkan jika saksi Terang selaku besker dan ada pembina tapi semua seolah tidak tau sebab Bedul meninggal.

Terang coba terus berkilah jika saat bedul sakit pihaknya ada memanggil dokter bernama dr.Ramadan.

Sementara itu, agenda persidangan selanjutnya JPU menghadirkan saksi Dewa PA, Hermanto dan Iskandar untuk terdakwa Suparman, Terang dan Rajes.

Dalam persidangan tersebut JPU mencecar Dewa PA terkait perkara TPPO dan meninggalnya para korban.

Anehnya, saat JPU menanyakan siapa pemilik pabrik PT.DRP, Dewa mengaku lupa.

“Kalau pemilik pabrik DRP, saya lupa Yang Mulia. Tapi saya Direkturnya,” ujar Dewa yang disambut senyum para pengunjung sidang.

Dewa mengaku jika dirinya diangkat jadi Direktur PT.DRP oleh ayahnya Terbit Rencana PA.

“Karena saham PT.DRP kan ayah saya TRP,” ujar Dewa yang mengaku tinggal di Setia Budi Medan dan ber-KTP Dusun I Nangka 5 Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala.

Saksi membenarkan jika dirinya masih termasuk dalam asuhan orang tua (serumah). Saksi juga mengaku tidak memiliki saham.

Dewa PA sempat kelabakan saat JPU menanyakan apa bisa saksi menunjukkan surat sebagai Direktur dan notaris mana.

Saksi Dewa mengatakan akan berupaya menunjukkan surat pengangkatannya sebagai Direktur tapi saksi mengaku lupa nama Notaris mana.

JPU menambahkan karena faktanya di dalam berkas notaris tersebut masih ada nama Terbit Rencana PA.

Saat singgung nama Terang, saksi mengaku kenal dengan Terang tapi saksi tidak tau jika Terang tinggal dimana.

Sama seperti saksi Sribana dan TRP sebelumnya, Dewa juga berkilah jika dirinya tidak tau siapa yang membangun tempat binaan dan saksi juga berkilah mengaku tidak mengetahui adanya penghuni tempat pembinaan.

Dewa berkilah dirinya tau adanya warga binaan dan ada yang mati setelah ada panggilan dari Polda Sumut.

Saksi berupaya cari selamat jika dirinya tidak ada melakukan penganiayaan.

Lucunya, Dewa malah mengaku jika dirinya tidak pernah melihat dan tidak tahu aktivitas panti pembinaan. Saksi berdalih jika dirinya datang ke lokasi pembinaan hanya melihat ikan di kolam dan kandang ayam.

Saksi mengaku tidak tahu peristiwa yang dialami Sarianto. Dewa berkilah jika dirinya datang ke lokasi kereng bersama Josua berhubungan dengan jual beli sawit dekat kandang ayam.

“Saat pertama Sarianto di tempat itu saya taunya dari orang yang saya tidak tau siapa dan tidak tau namanya. Orang itu bilang, Bang ada anak baru tapi gak mau ngaku dia menggunakan narkoba,” ujar Dewa berupaya meluruskan.

Saat sitanya Majelis Hakim mengapa orang itu mengadu dan melapor ke saksi sementara saksi bukan anggota Polisi dan bukan BNN, saksi mengaku jika dirinya juga merasa heran kenapa orang itu mengadu ke dia.

“Saya terus bertanya, narkoba jenis apa Bang. Cuma itu Yang Mulia. Saya langsung aja ke kandang ayam,” kilahnya.

Saat itu saksi seperti coba berkilah jika dirinya hanya tau di lokasi samping binaan ada truk colt diesel dan ada orang yang tidak dia kenal keluar kereng.

“Ciri-cirinya tinggi dan kurus, berjalan ke arah kolam. Saya tidak memperhatikan karena saya membelakangi dapur mengarah ke sumur yang di ujung,” jelas Dewa.

Tidak lama kemudian, tambah Dewa, dirinya mendengar suara-suara seperti orang berenang.

“Saya cuma bertanya, segar Bang? Lalu orang yang di dalam kolam mengacungkan jempolnya,” terang Dewa.

Namun, tambah Dewa lagi, berselang 5 menitan, Josua teriak, liat woi kok gak nimbul-nimbul itu.

Kemudian saksi melihat ada orang yang lompat ke kolam, kemudian membawa Sarianto ke depan kereng 1.

Saksi menjelaskan jika nadi Sarianto lemah dan dirinya mencoba memompa dadanya dan keluar air dari mulut Sarianto.

Lantas Rajes datang untuk membawa Sarianto ke klinik. Saksi mengaku cuma melihat Josua dan Rajes.

Baik Majelis Hakim dan JPU saat menanyakan apakah saksi tau anak kereng dipekerjakan di pabrik? Namun saksi terus seakan coba berkilah jika tidak ada anak kereng bekerja di pabrik.

Saksi mengaku tidak pernah melihat anak kereng bekerja di pabrik. Terang juga tidak ada memberitahu.

Sama seperti jawaban TRP dan Sribana terdahulu, Dewa juga mengaku jika dirinya hanya tau panti tersebut diperuntukkan untuk internal anggota organisasi PP.

Saksi mengatakan jika yang membangun pertama kereng atas dulu Ketua PP. Dan saat itu ayahnya merupakan Ketua MPW PP Kabupaten Langkat.

Namun Dewa berkilah jika dirinya tidak tahu fungsi kereng panti yang dibawah diperuntukkan untuk apa.

Saat ditunjukkan foto TRP yang sedang di depan kereng binaan yang tergembok, saksi mengaku kenal itu ayahnya.

Persidangan kasus kerangkeng manusia ilegal dilanjutkan Selasa (11/10/2022) dan TPPO dilanjutkan Rabu (12/10/2022).

Reporter I Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment