Korban Tewas Tembus 16.000 Lebih, Benarkah Gempa Turki Buatan Manusia?

Beredar tuduhan, bahwa gempa dengan magnitudo 7,8 yang mengguncang Turki, Senin (6/2/2023) lalu, adalah buatan manusia. Benarkah hal tersebut?

topmetro.news – Beredar tuduhan, bahwa gempa dengan magnitudo 7,8 yang mengguncang Turki, Senin (6/2/2023) lalu, adalah buatan manusia. Benarkah hal tersebut?

Tudingan soal gempa hasil rekayasa antara lain muncul dari Walikota Ankara Ibrahim Melih Gokcek. Gokcek lewat akun Twitternya menyebut, ini bukan kali pertama bagi Turki menjadi target gempa ‘buatan manusia’.

“Sekarang, saya berpikir, ini mungkin gempa hasil rekayasa manusia. Saya tidak mengatakan hal itu pasti demikian. Tetapi ada kemungkinan yang sangat besar,” tulis Gokcek dalam akun Twitternya.

Sejumlah pihak juga menuding Amerika Serikat (AS) dengan teknologi HAARP miliknya menjadi dalang gempa tersebut. Tudingan itu antara lain muncul dari para pegiat teori konspirasi.

Belakangan, Gokcek ternyata juga mempercayai teori tersebut. Masih dari akun Twitternya, Gokcek membagikan sebuah video Youtube berisi penjelasan soal HAARP.

“Saya bilang, harus ada investigasi soal ini. Apakah ada kapal riset seismik yang melintas di dekat episenter? Jika iya, kapal itu milik negara mana?” tuding Gokcek.

Mengutip halaman resmi Stanford, beberapa gempa memang dapat terjadi oleh ulah manusia. Salah satu kota di AS yang pernah cukup sering mengalami gempa buatan manusia adalah Oklahoma.

Hal tersebut terjadi karena injeksi air pembuangan dari tambang minyak dan gas. Air tersebut diinjeksi ke kedalaman 7.000 kaki di bawah tanah di utara tengah Oklahoma dan selatan Kansas.

Penyuntikan air ke dalam lapisan tersebut dapat berdampak kepada patahan di sekitarnya. Alhasil, patahan terdampak itu bisa menghasilkan gempa karena tekanan dari suntikan air limbah tersebut.

Dangkal

Kendati demikian, sejumlah pakar menyebut, gempa di Turki tidak terjadi karena aktivitas manusia. Seismolog dari lembaga pemantau geologi AS (USGS), Susan Sough menyebut gempa di Turki sangat merusak, karena lokasi dan kedalamannya yang dangkal.

“Dunia telah melihat magnitudo yang lebih besar dari (gempa) ini selama 10-20 tahun terakhir,” kicaunya.

“Tetapi gempa yang dekat dengan M8 tidak umum terjadi pada sistem patahan sesar dangkal. Dan karena kedekatannya dengan pusat populasi dapat sangat mematikan.”

Selain itu, seismolog dari Imperial College London, Stephen Hicks mengungkapkan, gempa M 7,8 ini memiliki kekuatan yang sama dengan gempa di Turki pada Desember 1939 yang menewaskan sekitar 30 ribu orang. Menurut Hicks, Turki pada dasarnya merupakan sarang aktivitas seismik karena berada di dua patahan besar di Lempeng Anatolia.

Patahan tersebut adalah Patahan Anatolia Utara (Northern Anatolian Fault/NAF) yang melintasi Turki dari barat ke timur. Kemudian Patahan Anatolia Timur (East Anatolian Fault/EAF)yang ada di wilayah tenggara negara itu.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono juga mengungkapkan, ada lima penyebab gempa Turki sangat destruktif.

“Mengapa gempa Turki sgt destruktif? (1) Magnitudo besar 7,8 (2) Gempa kerak dangkal (3) Terdiri 3 gempa besar 7,8 6,7 & 7,5 (4) Waktu gempa pagi hari pkl 4 bnyk warga dirumah, masih tidur (4) Pusat gempa di kelilingi 4 kota besar: Gaziantep, Kahramanmaras, Pazarcik, & Nurdagi,” tulis Daryono lewat akun Twitternya.

Daryono juga membantah HAARP menjadi dalang gempa tersebut. “Adalah angan-angan kosong, mengkait-kaitkan gempa dengan HAARP,” tulisnya.

Upaya Politisasi

Di sisi lain, Yevgeniya Gaber menilai pendapat yang menyebut Gempa Turki hasil rekayasa manusia berbau politis.

“Ada peningkatan unggahan di media sosial berisikan teori konspirasi soal kemungkinan gempa buatan manusia, bertujuan untuk memperlemah Turki usai peningkatan tensi dengan sekutu Baratnya. Upaya-upaya untuk memengaruhi persepsi publik seperti ini soal tragedi gempa tersebut harus dapat tanggapan serius,” kata Gaber yang merupakan pakar dari Center in Modern Turkish Studies, Carleton University.

Gaber mengatakan, ada peluang untuk mempolitisasi gempa tersebut baik secara internal dan eksternal. Pasalnya, hanya beberapa jam setelah gempa terjadi, kanal Telegram Rusia mempublikasikan pesan yang menyerukan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk memperbarui pembicaraan dengan Presiden Suriah Bashar Al-Assad.

Kanal tersebut mengklaim, ini adalah saat yang bagus untuk mengkoordinasikan respon Turki, Suriah, dan Rusia. Setelah kanal itu muncul, terungkap pula adanya pembicaraan lewat telpon antara Erdogan dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Tembus 16 Ribu

Sementara jumlah korban tewas akibat gempa Turki-Suriah per Kamis (9/2/2023), bertambah menjadi lebih dari 16 ribu jiwa. Pihak berwenang dan medis Turki melaporkan korban tewas di Turki sebanyak 12.873 jiwa. Sementara di Suriah tercatat sebanyak 3.162 jiwa.

Dengan demikian, total korban meninggal dunia akibat gempa di kedua negara mencapai 16.035 jiwa, seperti dikutip AFP.

Jumlah korban ini melampaui prediksi Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) yang memperkirakan 10 ribu orang meninggal dunia akibat bencana ini.

Banyak warga terutama keluarga korban gempa frustrasi hingga marah. Mereka menilai pihak berwenang tak gesit melakukan proses evakuasi dan penyelamatan sehingga korban jiwa terus bertambah.

Sementara itu, pihak berwenang memang mengaku kesulitan melakukan proses penyelamatan dan evakuasi ke lokasi gempa. Hal itu lantaran banyak akses terputus dan luasnya daerah yang terdampak. Di sisi lain, jumlah personel tim penyelamat masih terus bertambah.

Selain itu, cuaca dingin ekstrem hingga badai salju turut mempersulit proses penyelamatan. Dalam beberapa pekan terakhir, badai salju memang melanda beberapa wilayah di Turki, termasuk di area terdampak gempa.

berbagai sumber

Related posts

Leave a Comment