topmetro.news – Praktisi hukum Kota Medan Paul JJ Tambunan menilai vonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Medan terhadap notaris berwajah jelita Elviera, namun tidak ada perintah penahanan, telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
Sebagai informasi, Hakim PT Medan John Pantas menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan subsidair satu bulan kurungan. Namun, dalam isi putusan terdakwa Elviera tidak menjalani penahanan, meski terbukti korupsi.
“Kan aneh. Itu terbukti bersalah. Dihukum dua tahun, tapi, kok gak ditahan,” ucap Paul saat dikonfirmasi, Senin (13/3/2023).
Menurut Ketua Biro Badan Pembantuan Hukum Pemuda Batak Bersatu (PBB) itu, akibat vonis hakim yang tidak tegas, dapat membuat para koruptor tidak takut lagi dengan hukum yang ada.
“Kita takutkan, ini bakal menjadi contoh bagi koruptor lain Bang. Yah enak kali lah terdakwa kasus korupsi seperti itu tidak ada penahanan,” katanya.
Paul menegaskan, seharusnya PT Medan bisa bersikap tegas kepada terdakwa korupsi. Bukan malah seperti ini. Terkesan seolah-olah mendukung perbuatan tindak pidana korupsi.
“Kita sepakat kalau korupsi merupakan tindak pidana yang luar biasa. Dan pemerintah juga gencar-gencarnya memberantas korupsi. Tapi, dengan vonis seperti ini, para koruptor itu bakal sepele. Dan tidak takut dengan hukum yang ada. Toh tidak ditahan. Hukumannya juga ringan,” cetusnya.
Selain itu, kata Paul, ada kekhawatiran, jika terdakwa kasus korupsi bebas melenggang, maka mereka bisa saja mempengaruhi saksi lain dalam memberikan kesaksiannya di pengadilan. Juga bisa menghilangkan barang bukti. Atau mengulangi perbuatannya dan bahkan melarikan diri.
“Sehingga, tidak memberikan rasa takut bagi para pelaku korupsi. Ataupun orang yang akan melakukan tindak pidana korupsi lainnya,” tegasnya lagi.
Paul menguraikan, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 21 Ayat 4 Huruf (a) tercantum alasan penahanan. Yakni perbuatan pidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun.
“Korupsi adalah pidana yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Jadi, seharusnya ini ditahan,” pungkasnya.
PN Medan
Sebelumnya, Hakim PN Medan Immanuel Tarigan juga tidak menahan notaris Elviera dalam amar putusannya. Namun, Hakim Immanuel menyatakan terdakwa Elviera bersalah dan harus menjalani hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Berbeda pula dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut yang menuntut Elvira dengan pidana penjara selama enam tahun. Serta memerintahkan agar terdakwa menjalani penahanan. Karena itu pula, jaksa mengajukan banding ke PT Medan.
Mengutip dakwaan jaksa sebelumnya menjelaskan, terdakwa Elviera selaku Notaris/PPAT bekerja di bank pemerintah di Medan berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Nomor: 00640/Mdn.I/LA/III/2011 tanggal 11 Maret 2011 lalu, kemudian ada perpanjangan lagi dengan Perjanjian Kerjasama Nomor : 20/PKS/MDN/II/2014 tanggal 25 Februari 2014.
“Dalam kerja sama itu, terdakwa memberi bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sebenarnya dalam memberikan kredit kepada PT Khrisna Agung Yudha Abadi (KAYA) dengan Direktur Canakya Suman,” kata JPU ketika membacakan dakwaannya beberapa waktu lalu.
Lanjut kata JPU, terdakwa Elviera membuat Akta Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 selaku kreditur dan PT. KAYA selaku debitur, yang mencantumkan 93 agunan berupa SHGB atas nama PT ACR.
“Di mana 79 SHGB di antaranya masih terikat hak tanggungan di Bank Sumut Cabang Tembung dan belum ada pelunasan. Membuat surat keterangan/covernote Nomor: 74/EA/Not/DS/II/2014 tanggal 27 Februari 2014 yang menerangkan bahwa seolah-olah terdakwa sudah menerima seluruh persyaratan untuk balik nama 93 SHGB. Sehingga dapat dibalik nama dari PT ACR ke PT KAYA, yang mengakibatkan pencairan kredit modal kerja konstruksi kredit yasa griya (KMK-KYG) kepada PT KAYA dapat dilakukan,” kata JPU.
Perbuatan terdakwa, lanjut JPU, bersama dengan empat tersangka lainnya dinilai telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Yaitu memperkaya PT KAYA dengan Canakya Suman sebagai direktur. Sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp39,5 miliar.
reporter | Robert Siregar