Kejaksaan RI Tawarkan Damai Kepada Korban Penganiayaan Keji, Ketua DPD HBB Sumut Bilang Begini

Perjanjian damai yang di tawarkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait penganiayaan keji yang di alami korban Cristalino David Ozora mendapat keritikan dari Ketua DPD HBB Sumut, Senin (20/3/2023).

topmetro.news – Perjanjian damai yang ditawarkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait penganiayaan keji yang dialami korban Cristalino David Ozora mendapat kritikan Ketua DPD HBB Sumut, Senin (20/3/2023).

Tawaran perdamaian itu disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam siaran persnya, Sabtu (18/3/2023), dikutip dari akun Instagram Kejaksaan.ri. Dalam hal ini Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyampaikan dua point:

1. Dalam penganiayaan terhadap korban Cristalino David Ozora. Secara tegas di sampaikan bahwa tersangka MDS dan SLRPL tidak layak mendapatkan restorative justise. Hal ini di karenakan ancaman hukuman pidana penjara melebihi yang telah di atur dalam peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No 15 Tahun 2020, serta perbuatan yang di lakukan oleh tersangka sangat keji, dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat. Sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman keras terhadap pelaku.

2. Terkait dengan pelaku anak AG (anak berkonflik dengan hukum), undang undang sistem tentang peradilan anak mewajibkan para penegak hukum agar setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak untuk melakukan upaya upaya damai dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukuman yakni di versi bukan restorative justise. Meski demikian di versi hanya bisa di laksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban. Bila tidak ada kata maaf maka pelaku perkara anak harus di lanjutkan sampai pengadilan.

Di ketahui, MDS, SLRP, dan AG kini sudah berstatus tersangka. Sebelumnya diketahui korban MDS (17) ialah anak dari pengurus GP Ansor.

Membaca dan mengkaji penawaran damai yang diusulkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada korban dan keluarga, Ketua DPD HBB Sumut Thomson Marisi Parapat SH yang berprofesi sebagai pengacara menyampaikan kritiknya.

“Sebelum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menawarkan pengajuan damai kepada korban dan keluarga, semestinya pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta harus mengkaji dan mempertimbangkan perihal kasus yang menimpa korban,” kata Thomson Marisi Parapat SH, kepada media melalui jaringan selular.

“Hukum harus ditegakkan, jangan sampai berat sebelah karena ada perbedaan status sosial ataupun suatu hal yang dapat menimbulkan kecacatan hukum di mata publik,” jelasnya.

Lanjut Thomson, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta selaku penegak hukum harus mengedepankan hukum yang berkeadilan sesuai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“Jangan sampai ada unsur-unsur penyalahgunaan gunaan jabatan, apa lagi ini menyangkut tindakan yang keji di alami korban dari kekerasan,” pungkasnya.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment