topmetro.news – Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa mantan Bupati Langkat Terbit Rencana PA (TRP) dari Tim Bankum DPD Golkar Sumut yang terdiri dari T Anggun Rizal Pribadi SH, Harlianda Syahputra SH, Eddy Sunaryo SH dan Perinando Sitepu SH
menyampaikan keberatan kepada Majelis Hakim PN Stabat saat membuka persidangan agenda perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Keberatan Tim PH terdakwa tersebut. Karena kliennya selaku terdakwa tangannya di borgol oleh JPU dan masuk ke dalam tahanan PN Stabat, serta menggunakan rompi tahanan.
“Kami merasa keberatan karena klien kami selaku terdakwa saat menunggu dimulainya persidangan. Karena pada kasus ini (TPPO) klien kami berstatus bukan tahanan. Tapi klien kami di tahan dalam kasus perkara lain,” ujar Tim PH terdakwa.
Mendengar protes keberatan dari Tim PH terdakwa TRP, Majelis Hakim Andriyansyah SH MH (Hakim Ketua), Dicky Irvandi SH MH dan Cakratona Parhusip SH MH (Hakim Anggota)
mempersilahkan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langkat yang bersidang. Yakni Maura Meralda Harahap SH, Aryanvi Kantha Diprama SH dan Yogi Fransis Taufik SH MH untuk menjawab protes keberatan Tim PH terdakwa.
“Terimakasih Majelis. Kami Tim Jaksa Penuntut Umum menghormati keberatan Tim PH terdakwa. Memang benar, terdakwa saat ini bukan tahanan kasus TPPO. Tapi terdakwa hadir ke persidangan ini selain sebagai terdakwa, juga berstatus narapidana tahanan KPK. Jadi apa yang kami lakukan sudah sesuai dengan SOP,” terang JPU.
Dalam agenda sidang kasus TPPO, Kamis (19/10/2023) dengan terdakwa TRP yakni mendengarkan keterangan saksi yang berlangsung di Ruang Sidang Prof. DR. Kesumah Admaja SH.
Saksi yang JPU hadirkan yakni M. Suahaemi SE dan Zulpan yang pada saat itu kedua saksi merupakan Lurah dan Camat di Kecamatan Sawit Sebrang.
Mendengar pertanyaan JPU terkait kematian salah seorang mantan “pasien” kerangkeng panti rehabilitasi ilegal milik TRP tersebut kepada kedua saksi, lagi-lagi memprotes apa yang Tim JPU pertanyakan.
“Keberatan Majelis. Kami keberatan karena JPU menanyakan kepada saksi tentang kematian salah seorang pasien panti rehabilitasi. Sementara persidangan ini adalah kasus TPPO yang dituduhkan kepada klien kami. Bukan kronologis kematian mantan pasien di panti rehabilitasi,” ujar salah Tim PH.
Keberatan Tim PH tersebut mendapat sanggahan dari Majelis Hakim jika keberatannya tersebut cukup dicatat.
“Kasus kematian korban ini juga ada hubungannya dengan TPPO. Tapi kami menghargai keberatan Tim PH dan menyerahkan kepada Tim JPU untuk menjawab.
“Kasus kematian Bedul ini ada hubungannya dengan kasus TPPO,” ujar JPU.
Kemudian Majelis Hakim mempersilahkan JPU untuk melanjutkan pertanyaan kepada kedua saksi.
“Terkait kasus Bedul, awalnya ada permintaan keluarganya yakni Fitri yang minta tolong agar membantu membawa Bedul ke panti rehab Pak TRP di Kuala.
Kasus Bedul
“Awalnya Bedul warga amankan karena ketahuan mencuri plastik asoy di salah satu warung. Terus diserahkan warga ke Polsek Padang Tualang. Nah, dari Polsek itu lah keluarga berkoordinasi dengan kami selaku Camat dan Lurah serta Kepling untuk membawa Bedul ke panti rehab di Duren Muluk menggunakan mobil Camat,” ujar saksi.
Mendengar kesaksian kedua saksi, lagi-lagi PH terdakwa terlihat berang. Tim PH menananyakan apakah kedua saksi saat di dalam mobil menanyakan kepada keluarga Bedul mengapa dibawa ke panti rehab di Duren Muluk Kula itu.
Namun kedua saksi menjelaskan jika mereka tidak mengetahui kenapa keluarga membawa Bedul ke Panti Rehab itu.
“Masak kalian tidak tau mengapa keluarga memilih panti rehab itu. Ada berapa rupanya panti rehab di Langkat ini? Apa cuma itu? Mengapa keluarga kok terus ingin membawa Bedul ke sana?” ujar PH.
“Iya, katanya di sana gratis,” ujar saksi yang di sambut kata-kata bernada intervensi.
Sesampainya di lokasi rehab, kedua saksi berjalan menuju kolam yang ada di depan kerangkeng (panti rehab).
“Kami tidak tau bentuk panti rehab itu karena sudah malam meski jarak kami sekitar 10 meter,” ujar saksi.
Saat ditanyakan kembali oleh JPU apakah Bedul ada teriak, aduh dan ampun, Camat Sawit Sebrang tersebut membenarkannya. Sementara saksi mantan Lurah mengaku tidak mendengar. Dan yang menampar Bedul namanya Hermanto.
“Ini sepertinya aneh. Kalian berdua jaraknya berdekatan. Masak iya yang satu mendengar dan bisa tau siapa yang mukul. Sementara saksi yang satu tidak mendengar. Yang benar saja,” ujar PH terdakwa menyala dan berbuntut keberatan dari JPU karena PH seperti mengintervensi saksi.
“Tolong PH jangan sampai bernada seperti mengintervensi. Tapi bukannya kalian sudah mencatat keberatan keterangan saksi terkait tidak adanya kaitannya keterangan saksi dengan kasus TPPO,” ujar Majelis Hakim.
Dalam persidangan tersebut, terdakwa TRP dipersilahkan menyampaikan pendapat atau sanggahan atas keterangan saksi.
Keterangan Saksi
“Saya hanya mau tanya, saksi mengatakan panti rehab tersebut jelas milik saya. Siapa yang mengatakan kalau panti itu milik saya. Dan apakah Bedul itu saat ditangkap warga karena mencuri ada dipukuli warga apa tidak sebelum dibawa ke panti?” ujar TRP.
Saksi yang merupakan Camat Sawit Sebrang tersebut menjawab jika biasanya potensi itu ada.
Keterangan saksi tersebut kemudian Majelis Hakim ingatkan jika saksi harus mengatakan yang nyata bukan potensi.
“Jawab aja tidak tau kalau memang tidak tahu. Jangan bilang potensi yang tidak jelas,” ujar Majelis.
Sidang kasus TPPO dengan terdakwa Terbit Rencana PA akan berlanjut Selasa (24/10/2023) pekan depan dengan agenda masih keterangan saksi korban.
“Tolong sebelum bersidang, JPU koordinasi dulu dengan kami Majelis Hakim, agar bisa menyiapkan tempat untuk para saksi sesuai arahan LPSK. Jika saksi meminta agar persidangan secara virtual karena sesuatu hal untuk perlindungan saksi sesuai arahan LPSK, kita harus menggelar persidangan dengan cara saksi memberikan kesaksiannya lewat virtual. Tapi harus tetap berada di lingkungan PN Stabat,” ujar Majelis Hakim.
reporter | Rudy Hartono