Sidang Lanjutan Perkara TPPO, TRP Bantah Semua Keterangan Saksi

topmetro.news – Persidangan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Nomor : 555/Pid.Sus/2023/PN.Stb dengan terdakwa mantan Bupati Langkat Terbit Rencana PA (TRP) kembali digelar di PN Stabat dengan agenda mendengarkan lanjutan keterangan saksi korban yang pada persidangan sebelumnya sempat tertunda.

Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Prof. Dr. Kesumah Atmaja SH ini Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langkat menghadirkan 2 saksi lanjutan yakni Satria Sembiring Depari warga Link. I Sukatani Desa Bela Rakyat Kecamatan Kuala, Yanen Sembiring warga Dusun I Timbang Lawan Bahorok dan Edi Suranta Sitepu warga Dusun III Nambiki Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat/Jln. Gugus Depan Kelurahan Berngam Kecamatan Binjai Kota.

Kedua orang saksi ini yakni Edi Suranta Sitepu merupakan ayah salah satu korban kerangkeng ‘Panti rehabilitasi’ ilegal yang disebut-sebut milik terdakwa TRP yang saat itu masih berusia di bawah umur dan mengalami beragam siksaan serta dipekerjakan di PKS yang juga disebut-sebut milik TRP.

Saksi kedua yakni Satria Sembiring Depari, merupakan salah satu korban kerangkeng rehabilitasi ilegal yang sama, juga mengalami penyiksaan dan dipekerjakan tanpa mendapat bayaran.

Kedua saksi ini juga berada dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Serta menjalani persidangan dengan sistim daring dari salah satu ruangan yang sudah dipersiapkan pihak Pengadilan Negeri Stabat.

Sama seperti persidangan pemeriksaan saksi sebelumnya, masih dalam pengawalan Tim Personil Brimobda Polda Sumut dan Polres Langkat. Namun yang berbeda jumlah personilnya tidak sebanyak pada persidangan sebelumnya.

Persidangan perkara TPPO dengan terdakwa TRP ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Andriansyah SH MH, Dicky Irvandi SH MH dan Cakratona Parhusip SH MH (masing-masing Hakim Anggota) Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa TRP. Sementara Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langkat masing-masing Jimmy Carter Aritonang SH MH, Maura Meralda Harahap SH, David Simamora SH dan Yogi Fransis Taufik SH MH.

Dalam persidangan kasus TPPO ini mantan Bupati Langkat Terbit Rencana PA juga dihadirkan sebagai terdakwa didampingi Tim Bantuan Hukum (Bankum) DPD Golkar Sumut masing-masing Anggun Rizal Pribadi SH, Harlianda Sahputra SH, Eddy Sunaryo SH dan Perinando Sitepu SH.

Namun ada pemandangan berbeda di ruangan persidangan TPPO kali ini. Sebab animo awak media tidak terlihat antusias dan nyaris sepi dari liputan awak media.

Di persidangan, Tim JPU kembali membuka memory para saksi korban dan bertanya terkait perlakuan yang diterima korban anak dari saksi Edi Suranta Sitepu.

Namun, saksi Edi Suranta sempat seperti tercekat suaranya tak mampu berkata-kata. Dari layar monitor, saksi terlihat seperti sangat terpukul dengan apa yang dialami anaknya selama di dalam pengawasan pihak kerangkeng panti rehabilitasi yang disebut-sebut milik TRP tersebut dan menangis.

Mengetahui saksi Edi belum mampu memberikan keterangan karena merasa belum menerima perlakuan yang diterima anaknya serta rasa penyesalan yang luar biasa, JPU mengalihkan pertanyaan kepada saksi Satria.

Keterangan Saksi

Saksi Satria menjelaskan bahwa sama seperti rekan-rekan korban kerangkeng rehabilitasi lainnya, saksi Satria menjelaskan jika dirinya juga merasakan aksi pemukalan dengan cara dicambuk punggungnya menggunakan selang karet kompresor.

Satria yang mengaku sudah 4 kali merasakan dimasukkan ke kerangkeng rehabilitasi ilegal yang berlokasi di belakang rumah terdakwa TRP di Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala tersebut karena atas keinginan orang tuanya.

Dijelaskan saksi, dirinya saat itu pertama kali dimasukkan orang tuanya ke panti rehab seperti penjara tersebut pada tahun 2016 usianya berkisar jalan 17 tahun. Saksi mengatakan dirinya dipekerjakan setelah 1 bulan pertama masuk di kerangkeng di areal perkebunan kelapa sawit.

“Pertama kali saya masuk kerangkeng rehabilitasi di dalam kerangkeng itu selama 7 bulan. Saat itu saya dipekerjakan menyusun Tangpos di kebun sawit dekat dari kerangkeng, bersama beberapa teman di kerangkeng.

Sesuai pertanyaan JPU, saksi mengaku, dirinya bangun jam 6 pagi dan mandi di kolam ikan yang ada di depan kerangkeng.

“Kemudian sarapan di kerangkeng, kerja sampai jam 5 sore. Istirahat makan siang setengah 12, waktu Istirahat 1 jam, Pak,” ujar saksi.

Saksi menjelaskan, “Ia serta kawan-kawan yang saat itu berjumlah 16 orang tidur jam 10 mlm, sholat maghrib di dalam kerangkeng,” ujarnya.

JPU menanyakan, apa alasan pihak kerangkeng saat mengeluarkan saksi. “Saya keluar dinyatakan sudah sembuh oleh Terang (bukan dokter), Pak,”

Tahun 2018, saksi Satria mengaku orang tuanya mengirimkan kembali ke kerangkeng rehabilitasi itu karena dirinya mengaku masih mengkonsumsi narkoba jenis sabu.

Masuk yang kedua kali, saksi juga mengalami siksaan oleh pemgawas dan orang kepercayaan pihak kerangkeng.

“Tahun 2018 itu saya dipekerjakan di bangunan rumah terdakwa. Saya tau itu rumah milik terdakwa dari teman. Saya juga sering melihat terdakwa di rumah tersebut,” ujarnya.

Saat JPU menanyakan apakah saksi pernah melihat Terang berkomunikasi dengan terdakwa TRP, saksi mengatakan pernah. Saat itu saksi melihat Terang bersama terdakwa di depan kerangkeng berjarak lebih kurang 50 meter dari kerangkeng. Saksi juga menyebut Terang sering bertemu dengan terdakwa.

Saksi juga mengakui jika saat pertama kali masuk kerangkeng rehabilitasi hingga ke-4 kali, dirinya tidak pernah diperiksa tes urin.

“Dari mana saksi mengetahui jika kerangkeng tersebut milik terdakwa?” ujar JPU yang dijawab saksi dirinya mengetahui dari teman di pabrik PKS.

Di persidangan, saat masuk yang ke-4 kali, saksi mengaku pernah dipukuli langsung oleh terdakwa.

Dijelaskan saksi, saat itu sekitar jam 10 pagi saksi disuruh keluar kerangkeng, yang dibuka penjaga langsung dipukul terdakwa pake tangan dan ditunjang disaksikan saksi lain.

Saat masuk kedua tahun 2018, saksi mengaku sempat lari karena tidak tahan hidup di dalam kerangkeng.

Sempat Melarikan Diri

Sekitar 3 bulan saksi melarikan diri, saksi ditangkap pihak kerangkeng dan masuk ketiga kalinya. Menurut saksi, masuk ke-3 kalinya bukan masalah narkoba. saksi tidak tahu mengapa dirinya dimasukkan lagi.

Saksi menjelaskan, masuk pertama kali dirinya menjalani hidup di kerangkeng rehabilitasi selama 7 bulan. Untuk yang ke-2 selama 10 bulan, ke-3 selama 1,5 tahun dan yang ke-4 hanya 2 bln.

“Masuk yang ke-3 saya dikerjakan di pabrik PKS dan yang ke-4 saya ditugaskan ngarit rumput, Pak,” bebernya sembari menjelaskan jika dirinya selama dipekerjakan tidak pernah menerima digaji.

Sama seperti sidang terdahulu pada kasus kematian beberapa penghuni kerangkeng panti rehabilitasi yang disebut-sebut milik terdakwa TRP, PH terdakwa juga menanyakan mengapa saksi tetap mau diamasukkan ke panti rehabilitasi itu.

Pertanyaan PH terdakwa tersebut kemudian diambil alih Majelis Hakim agar PH memahami jika keterangan saksi diawal sudah menjelaskan dimasukkan ke kerangkeng rehabilitasi itu aras keinginan orang tuanya.

“Kenapa saksi tidak melaporkan kasus penganiaayan itu ke pihak berwajib?” tanya PH yang dijawas Saksi tidak berani melapor karena takut dengan terdakwa.

PH juga menanyakan siapa yang menyuruh saksi bekerja. Saksi menjelaskan bahwa yang menyuruh bekerja bernama Terang.

“Saya mau kerja karena terpaksa. Dijemput naik mobil eltor yang ngantar Rajes (antar jemput). Saksi menjelaskan saat bekerja di PKS ditugaskan nyortir sawit.

PH juga menanyakan dari mana saksi mengetahui jika PKS tersebut milik terdakwa? Saksi menjelaskan jika dirinya mengetahui dari tetangga rumah dan kawan-kawan di PKS.

Saksi menjawab berbagai pertanyaan PH terdakwa tentang fasilitas yang diterima saksi.

Saksi menjawab bahwa dirinya mendapat fasilitas makan dan obat-obatan kalau sakit.

‘Kalau makan dari orang dapur yang ngantar. Saya tidak kenal nama orang dapur. Kalau obat-obatan dari dokter. Saya tidak tau namanya,” jelas saksi.

PH menanyakan dari mana saksi tau jika orang yang memberi obat itu merupakan dokter. Saksi menjawab dirinya tahu itu dokter karena dilihat dari pakaiannya.

Kemudian, PH terdakwa menanyakan kembali kepada saksi orang tua korban yakni Edi Suranta Sitepu terkait mengapa membawa anaknya ke panti rehabilitasi itu.

“Apa saksi tidak tau keberadaan panti rehabilitas lain, sehingga saksi membawa anak ke binaan itu?” tanyanya.

“Saya membawa anak saya ke situ katanya gratis. Lagian anak saya masih sekolah dan menunggu untuk masuk sekolah lagi,” jelasnya.

Saksi menjelaskan jiki dirinya tau dari teman-temannya jika panti itu milik TRP dan juga tau dari Yutube.

Saksi masih belum terima jika anaknya dicambuk. “Kuku kakinya copot, badannya penuh bekas siksaan,” terangnya.

Saksi melihat kondisi anak pada saat lari di rumah. Namun, anaknya tidak pernah menceritakan semua yang dialaminya.

Saat anaknya lari, saksi melihat kondisi tubuh korban. Hatinya hancur dan tidak terima. “Jika anak sata tidak diantarkan, saya dapat ancaman jika saya akan dimasukkan ke dalam kerangkeng menggantikan anak saya, Pak,” terangnya.

Dijelaskan saksi, saat dirinya menjenguk di kerangkeng rehabilitasi sekitar 2 atau 3 minggu setelah anaknya masuk, saksi melihat kuku copot.

“Tapi anak saya tidak ada cerita itu kenapa. Anak saya hanya mengatakan jika kukunya copot karena kemasukan tanah saat disuruh mencangkul,” jelasnya sembari hampir terisak.

“Kenapa saksi saat itu tidak membawa anaknya berobat keluar?” ujar PH terdakwa.

“Saya sudah bicara sama Terang. Katanya kalau mau dibawa ada prosesnya dan harus ada ijin Bos. Anak saya belum sembuh,” ujarnya.

Saat anaknya lari itu, karena saksi yang menyuruh kabur karena melihat ada yang tidak beres di kereng panti rehab itu, beber saksi.

PH terdakwa menjelaskan jika berdasarkan keterangan para saksi bahwa yang mempekerjakan anaknya serta saksi lainnya adalah Terang, mengapa harus kliennya yang membayar restitusi?

Sementara itu di persidangan, terdakwa Terbit Rencana PA menjelaskan jika apa yang disampaikan semua saksi, bohong.

“Saya tidak pernah menyuruh para saksi korban bekerja dan saya bukan pemilik kerangkeng rehabilitasi narkoba itu. Mengenai keterangan saksi yang mengatakan saya ada memukul dan menunjang saksi Satria, itu tidak benar Yang Mulia Pak Hakim. Semua itu tidak benar. Jadi saya keberatan,” terang terdakwa TRP.

Baik Majelis Hakim dan Tim PH terdakwa juga memberikan catatan khusus atas keterangan saksi Satria yang menjelaskan tentang adanya penganiayaan yang dilakukan langsung oleh terdakwa TRP.

“Karena terkait pemukulan langsung yang dilakukan terdakwa, tidak ada di dalam keterangan saksi di BAP penyidik. Terkait hal ini baru muncul di persidangan hari ini,” ujar Majelis Hakim.

Sidang perkara TPPO dengan terdakwa Terbit Rencana PA (TRP) akan dilanjutkan, Selasa (7/11/2023) dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi.

reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment