LSM PP GEMPASU: Hakim PTUN Medan Harus Profesional, Akuntabel dan Adil Dalam Memutus Perkara Tanpa Berbau Pungli

topmetro.news – LSM Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Peduli Aset Sumatera Utara (PP GEMPASU) terus menyoroti kasus perumahan Rumah Pondok Alam yang terletak di Kecamatan Sigara-gara, yang saat ini tengah diperiksa dan diadili oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Selain itu, GEMPASU juga berharap agar Hakim PTUN Medan yang menangani gugatan PK-III yang dilayangkan penggugat atas putusan PK I dan II yang sudah dimenangkan DT selaku tergugat, harus jujur, adil, transfaran dan proforsional dalam memutus perkara tersebut.

Hal ini disampaikan Ketua Umum PP GEMPASU Aki Sastra Siregar yang didampingi Sekretaris Umum Ahmad Maisyar kepada Topmetro lewat rilisnya, Rabu (25/1/2024).

Menurut Aki, Hakim PTUN Medan yang memeriksa perkara tersebut harus adil dan lebih berhati-hati dalam memutus gugatan tersebut. Apalagi para penggugat masih belum puas atas 2 gugatan PK yang dilayangkan dan semua dimenangkan DT selaku tergugat, Sehingga GEMPASU merasa aneh jika penggugat masih terus melayangkan gugatan PK ke-III yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena PK hanya bisa dilakukan 2 kali, Hal ini diperkuat oleh keterangan Ahli Perdata Prof. DR. Hasim Purba SH MHum dalam Perkara Perdata No : 117/PDT.G/2023/PN.LBP.

Prof Dr Hasim Purba, SH MHum setelah disumpah menerangkan bahwasanya Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa yang diajukan oleh para pihak terhadap putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata, pidana, dan sebagainya kepada Mahkamah Agung apabila para pihak tidak puas dengan putusan tersebut.

Bahwa dalam UU No.19 Tahun 1985 Pasal 66 menyatakan Peninjauan Kembali dilakukan sekali, Akan tetapi merujuk pada Putusan MK No.34 Tahun 2013 dimungkinkan adanya Peninjauan Kembali ke-II tetapi hanya di dalam perkara tertentu.

Selain itu, terhadap pengajuan PK ke-II juga merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2016, bahwa seyogianya Surat Edaran Mahkamah Agung merupakan rujukan atau pedoman bagi lingkungan peradilan untuk melaksanakan tugas internalnya termasuk tugas-tugas yang menyangkut sesuatu yang tidak diatur secara jelas dan lengkap dalam hukum acara maka berlakulah SEMA tersebut.

“Bahwa SEMA No.4 Tahun 2016 memang mengatur banyak hal termasuk kamar perdata, kamar pidana, dan seterusnya. di dalam Poin 5 kamar perdata disebutkan bahwasanya diperbolehkan dilakukan Peninjauan Kembali atas suatu putusan pengadilan yang sudah inkracht, namun ada dua putusan yang saling bertentangan, maka dari itu Peninjauan Kembali bisa dilakukan 2 kali untuk membatalkan PK sebelumnya.

Dengan demikian, yang berlaku ialah Peninjauan Kembali yang diputus terakhir. Hadirnya Surat Edaran Mahkamah Agung merupakan solusi terhadap permasalahan namun sifatnya kasuistis maksudnya hanya dapat dilakukan apabila ada 2 putusan pengadilan yang sama-sama berkekuatan hukum tetap dan saling bertentangan,” terangnya.

Ketua LSM GEMPASU Aki menjelaskan, awalnya kasus itu merupakan kasus perdata yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang diketahui putusan akhirnya adalah putusan Peninjauan Kembali ke-II yang telah memberikan dasar hukum kepada DT untuk melaksanakan jual beli terhadap tanah yang luasnya mencapai 15 Ha tersebut.

Aki menjelaskan, sebidang tanah tersebut juga merupakan sita jaminan yang dimohonkan oleh DT di tahun 2002 dan tidak pernah dilakukan pengangkatan sita.

Namun ia heran mengapa selama ini BPN Deli Serdang bisa menerbitkan sertifikat di atas tanah sita jaminan, Sehingga developer bisa menjual tanah sita jaminan kepada masyarakat luas.

Akibatnya, sambung Aki, banyak yang rugi akibat developer perumahan itu yang terus menjual rumah-rumah tersebut kepada masyarakat luas. Meskipun tanah tersebut masih berperkara di pengadilan.

Sehingga, menurut Aki khawatirnya akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi konsumen yang membeli perumahan dengan nama Rumah Pondok Alam tersebut.

Pihak GEMPASU juga mengingatkan kepada Majelis Hakim TUN untuk jeli dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut. Serta tidak berpihak pada pihak manapun dan jangan ada tendensi untuk menerima pemberian dari pihak penggugat.

“Kami yakin, Hakim PTUN yang menyidangkan perkara ini memiliki dedikasi untuk sebuah keadilan dan akan bersikap proforsional. Apalagi, berdasarkan Koridor Hakim TUN harus tunduk pada Undang-Undang No.48 Tahun 2009 dan juga UU PERATUN.

Jika hakim dihadapkan dalam suatu permasalahan mana yang benar ya benar dan mana yang salah ya salah. Semua harus berdasar dengan koridor hukum yang berlaku. Tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun,” ujarnya.

Aki juga mengingatkan, jika memang benar BPN selaku instansi pemerintah melakukan penerbitan hak yang bertentangan dengan hukum, berarti secara administratif memang salah.

“Itu tugas dari Hakim TUN untuk memutus sesuai dengan hukumnya, Terlebih lagi kalau objeknya benar merupakan objek yang masih dalam sengketa dan sita jaminan,” katanya.

Aki menjelaskan jika ia menerima informasi bahwasanya atas sita jaminan baru-baru ini pengangkatan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Tapi anehnya permohonan angkat sita jaminan tersebut dimohonkan oleh pihak yang tidak ada kedudukan hukum dan kepentingannya.

“Ini jelas penyeludupan hukum atau bagaimana? Jikalau memang benar sudah ada angkat sita jaminan atas objek tanah tersebut. Hakim TUN harus jeli dalam menentukan waktu peralihan hak dan penerbitan hak, Kan hukum tidak berlaku surut ya.

Jangan sampai ada kerjasama secara diam-diam di tubuh Mahkamah Agung untuk membenarkan apa yang salah. Sehingga menurut saya jelas administrasi penerbitan sekitar lebih kurang 936 Sertifikat Hak atas Tanah tersebut cacat hukum,” jelasnya.

Untuk perkara ini sambungnya, pihaknya juga sudah melaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) meminta perlindungan hukum dan minta putusan yang seadil-adilnya.

Selain itu, LSM GEMAPSU juga sudah melaporkan secara dumas ke Mabes Polri di Bareskrim Polri. “Selain sudah melaporkan lewat Dumas ke Bareskrim Polri, kita juga sudah melaporkan kepada Kapolda Sumut.

Penulis : Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment