topmetro.news – Kenapa orang selalu mempersingkat rencana wisatanya di Danau Toba? Sebaliknya, kenapa kalau di Bali malah memperpanjang?
Demikian antara lain pertanyaan Wakil Rektor III Universitas HKBP Nommensen Medan Drs Maringan Panjaitan MSi, Kamis (19/9/2024), saat berbicang dengan wartawan terkait wisata di Danau Toba, dikaitkan dengan kepemimpinan di Sumatera Utara.
“Bahwa pariwisata itu adalah budaya inklusif yang bermartabat. Artinya, semua yang datang ke lokasi wisata membawa budayanya, tapi menghormati budaya yang didatangi. Sebaliknya, tuan rumah tetap menjaga budayanya sekaligus menghormati budaya yang datang.” katanya.
Demikian juga halnya dengan budaya di Danau Toba, lanjutnya, harus dikembangkan bahkan jadi dagangan untuk menarik wisatawan semakin betah, tapi sifatnya inklusif. Artinya, siap menerima siapa pun sebagai pengunjung ke sana dan dia harus mampu berbudaya internasional.
“Jadi orientasi pariwisata berbudaya itu adalah tempat nyaman bagi setiap orang. Jadi setiap orang yang datang ke Danau Toba harus merasa nyaman. KIta kenalkan budaya kita, tetapi apa kebutuhan mereka, termasuk dalam keyakinan dan bidaya, harus disiapkan sebaik mungkin,” katanya.
Menurut Maringan, soal pariwisata inklusif dan bermartabat ini adalah tanggung jawab Gubernur Sumut, sebagai kepala daerah yang harus mampu mengkoordinasikan kepada semua kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara terutama sekitar Danau Toba.
“Karena Danau Toba itu bukan milik satu kabupaten, tapi yang pasti Danau Toba itu milik Sumatera Utara dan milik Indonesia,” katanya.
Maka menurutnya, dibutuhkan pemimpin yang berkarakter dan teruji. “Siapa itu pemimpin yang berkarakter adalah yang sudah teruji melalui tahapan kepemimpinan mulai dari dasar sampai ke tingkat paripurna. Serta tentunya sudah teruji wawasan kebangsaannya,” tegas Maringan.
Salah satu yang sudah teruji wawasan kebangsaannya, menurut Maringan, adalah TNI. “Di sini kita bukan berarti membuat perbedaan antara sipil dan militer. Tidak ada itu. Tapi kita tahu, bahwa dalam diri militer sudah tertanam wawasan kebangsaan yang menjadikan prinsip NKRI ini menjadi satu kesatuan yang tidak lagi terbantahkan,” katanya.
“Maka kita harapkan ada pemimpin yang kuat dan berpengalaman. Di sini tidak ada coba-coba dan seorang pemimpin yang kuat itu harus tahu geopolitik dan geostrategis Indonesia khususnya Sumatera Utara, karena kita berbatasan dengan negara-negara lain. Harus paham bahwa Sumatera Utara itu unik.”
Ia menyebut, salah satu jenjang pendidikan yang teratur dan teruji di bangsa ini adalah Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional), yang mendidik orang menjadi pemimpin. “Dan saya kira sudah teruji karakter-karakter siapa pun yang pernah dididik di Lemhanas,” katanya.
Oleh karena itu, Maringan berharap masyarakat mampu melihat siapa sosok pemimpin yang tepat dalam membangun Sumut, termasuk soal pariwisata yang inklusif dan bermartabat.
“Setiap warga Sumatera Utara dalam memilih pemimpin, harus melihat rekam jejak. Siapa yang mampu mewujudkan pariwisata yang inklusif dan bermartabat dan mampu mengayomi masyarakat,” katanya.
Buka semua website. Siapa yang sudah terdaftar sebagai calon pemimpin. Jangan kita buta politik. Semua masyarakat jangan terpengaruh. Jangan hanya karena sembako memilih seseorang. Kita membutuhkan pemimpin di Sumatera Utara yang mampu berwibawa dan memahami geopolitik Sumatera Utara ini dan juga tegas dalam mengkoordinasi 33 kabupaten/kota,” lanjutnya.
Ia menambahkan, Sumut sangat membutuhkan pemimpin yang paham percepatan-percepatan pembangunan secara teratur dan pasti. “Tidak coba-coba seperti lampu pocong yang pernah kita lihat. Dibuat sekali diganti lagi, dibuat sekali diganti lagi. Dan dia tidak menyadari bahwa itu uang rakyat. Suatu perencanaan yang tidak teratur, itu merugikan. Maka kita membutuhkan pemimpin yang sudah terdidik dan sudah teruji jenjang-jenjang kepemimpinan yang sudah teratur,” paparnya.
Ia juga mengingatkan, bahwa Sumut, seperti Indonesia, sangat beraneka ragam. “Maka prinsip di Sumatera Utara ini adalah kemampuan pemimpin menyatukan Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Selain itu, dalam memimpin Sumatera Utara harus berkelanjutan. Artinya yang sudah dibuat baik dilanjutkan, yang kurang baik diperbaiki.
“Mari kita jadikan pilkada yang sejuk dan mendidik mengedukasi sumber daya manusia dan semua pihak. Mari kita tunjukkan siapa yang kita butuhkan, kriteria-kriteria pemimpin seperti apa yang kita yakini bisa membangun pariwisata inklusif yang beradab, berkebudayaan, inklusif dan bermartabat,” tandasnya.
Masih soal inklusif, Maringan mengingatkan, bahwa tahun ini dijadikan HKBP sebagai ‘Tahun Inklusif’. “Artinya, HKBP itu siap menerima segala perbedaan. Siap menghargai segala perbedaan, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip dirinya tanpa mengubah dirinya. Tapi dia siap menerima dan menghormati perbedaan. Jadi kita ini bangsa yang inklusif. Artinya bangsa ini harus menghargai perbedaan-perbedaan. Kita harus menghargai juga bangsa-bangsa yang berbeda,” sebutnya.
Danau Toba sudah ditetapkan menjadi distinasi wisata internasional dan ini harus diteruskan. Jadi berarti, Danau Toba adalah destinasi pariwisata global di mana prinsip globalisasi itu adalah inklusifisme.
“Maka semua rumah makan harus ada tarif yang jelas dan standar. Sehingga pengunjung tidak kaget habis makan, karena semua harga sudah tertera. Dan semua baiknya ada peraturan daerah termasuk soal harga, sehingga pengunjung dan tuan rumah sama-sama merasa nyaman. Sehingga tidak ada lagi kejadian, orang mempersingkat rencana wisatanya di Danau Toba karena merasa tidak nyaman,” tutup Maringan.
reporter | Jeremi Taran