Mengurangi Sampah dari Rumah untuk Indonesia Bersih

HARI Peduli Sampah Nasional (HPSN) diperingati setiap tahun pada tanggal 21 Februari. Kementerian Negara Lingkungan Hidup mencanangkan HPSN untuk mengenang tragedi Leuwigajah pada 21 Februari 2005 yang lalu

Oleh: Benedicta Lamria Siregar

HARI Peduli Sampah Nasional (HPSN) diperingati setiap tahun pada tanggal 21 Februari. Kementerian Negara Lingkungan Hidup mencanangkan HPSN untuk mengenang tragedi Leuwigajah pada 21 Februari 2005 yang lalu. Pada peristiwa tersebut, lebih dari 100 jiwa melayang dan dua kampung hilang karena tergulung longsoran sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah yang terjadi akibat ledakan gas metana pada tumpukan sampah. Melalui peringatan HPSN, diharapkan kita dapat meningkatkan kesadaran akan pengelolaan sampah.

Peringatan HPSN 2025 mengambil tema, ‘Kolaborasi untuk Indonesia Bersih’. Tema ini sesuai dengan isi Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha dengan prinsip pengurangan sampah dari sumbernya dan pengelolaan sampah terpadu. Regulasi tersebut diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Tahun 2012 yang mengatur pemilahan sampah, daur ulang, dan pemanfaatan kembali sampah secara efektif untuk meminimalkan dampak lingkungan.

Salah satu komponen masyarakat yang berperan penting dalam pengelolaan sampah adalah rumah tangga. Setiap rumah tangga menghasilkan sampah dari kegiatannya sehari-hari. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, komposisi sampah berdasarkan sumber sampah sebesar 54,52% merupakan sampah rumah tangga.

Salah satu jenis sampah yang berasal dari rumah tangga adalah sampah organik. Menurut beberapa penelitian jenis sampah ini bisa mencapai hingga 90% dari bobot total sampah rumah tangga. Cukup banyak jenis sampah organik yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari rumah tangga seperti kulit buah, sisa sayur, dedaunan, cabutan dan potongan gulma/rerumputan, ranting dan kayu, ampas kopi dan teh, ampas dan sabut kelapa, kulit telur, kulit bawang, tulang ikan dan sisa daging, sisa makanan termasuk sisa makanan ternak, kotoran ternak, dan lain-lain.

Kebanyakan rumah tangga mengelola jenis sampah organik sama halnya dengan jenis sampah lainnya dengan metode bakar atau metode kumpul-angkut-buang. Kebiasaan ini sudah perlu ditinggalkan.

Sampah organik yang diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) akan mengalami penguraian secara anaerobik. Di TPA, dengan kondisi yang padat dan panas, sampah organik yang merupakan senyawa karbon akan terurai dengan melepaskan gas metana yang jauh lebih berbahaya sebagai gas rumah kaca dibanding karbondioksida dan dapat menghasilkan ledakan. Sementara pembakaran sampah organik tidak hanya menyebabkan kehilangan sebagian unsur hara yang terkandung di dalamnya, tetapi juga polusi udara dan gangguan kesehatan masyarakat sekitar.

Pengelolaan sampah organik di tingkat rumah tangga dapat disinergikan dengan pemanfaatan lahan pekarangan. Pendauran ulang sampah yang mudah terurai seperti sisa sayuran, buah-buahan, sampah ikan, dedaunan dan lain-lain melalui pembuatan lubang resapan biopori, pengomposan, pembuatan eko-enzim dan pupuk organik lainnya. Bahan-bahan ini menyediakan bahan organik dan berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Sampah lainnya yang cukup banyak di tingkat rumah tangga adalah sampah plastik. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan komposisi sampah umum berdasarkan jenis sampah sebesar 19,83% merupakan sampah plastik.

Di Indonesia, kantong plastik memang masih menjadi barang konsumsi sehari-hari. Kita bisa menghitung jumlah kantong plastik yang kita gunakan untuk berbagai keperluan. Sebut saja seorang ibu rumah tangga setiap belanja ke pasar, paling tidak ada beberapa kantong plastik yang terpakai, antara lain untuk membungkus sayur, rempah, ikan, dan lain-lain. Masih ditambah lagi dengan kantong plastik besar untuk menggabungkan semua belanjaan. Dalam sebulan, seorang ibu belanja beberapa kali ke pasar. Belum lagi untuk kegiatan lainnya dan jenis plastik lainnya.

Penggunaan kantong plastik sekali pakai ini mengarah kepada ketergantungan yang sepertinya sulit dilepaskan. Kita dapat menghitung sendiri penggunaan plastik jenis ini dalam rumah tangga kita.

Secara umum, sampah plastik diatasi dengan membakar, membenamkan ke dalam tanah, membuang ke lingkungan, termasuk ke badan air. Pembakaran sampah menghasilkan gas-gas seperti: karbonmonoksida, dioksin, karbondiokasida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, furan, yang berefek racun dan mengganggu sistem hormon, pertumbuhan janin, kapasitas reproduksi, kekebalan tubuh, kanker. Gas-gas tersebut dapat menimbulkan efek rumah kaca dan ada jenis yang merusak lapisan ozon. Keduanya berkontribusi memicu pemanasan global.

Pembenaman dalam tanah dan pembuangan ke badan air dapat membahayakan dan membunuh mahluk hidup yang ada di tanah dan air. Lebih jauh lagi sampah plastik yang masuk ke badan air akan menjadi partikel berukuran kecil yang dikenal sebagai mikroplastik yang berisiko bagi kesehatan karena masuk ke daur atau siklus makanan.

Kebanyakan sampah plastik tersebut adalah sampah plastik sekali pakai. Secara rata-rata kita hanya menggunakan kantong plastik selama beberapa menit sebelum dibuang. Sementara untuk terdekomposisi plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun, bahkan jenis styrofoam membutuhkan waktu hingga 1.000 tahun atau lebih.

Ketika kita menyadari bahwa sampah plastik yang kita hasilkan memerlukan waktu tedekomposisi yang lama, bahkan lebih lama dari usia kita, mudah-mudahan kita semakin semangat untuk meminimalkan sampah plastik. Pilihan ada pada kita, apakah ketergantungan akan penggunaan plastik sekali pakai dikurangi secara perlahan atau secara cepat.

Ada cara-cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai, seperti membawa tas atau kantong belanja sendiri dari rumah, membawa botol minum, membawa wadah saat membeli bahan makanan/makanan dari luar, menggunakan alat makan dan minum yang dapat digunakan ulang, mengurangi penggunaan air mineral kemasan untuk sehari-hari dan bila ada acara keluarga/komunitas di rumah, dan lain-lain.

Melalui Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2025, diharapkan ada peningkatan kesadaran dan aksi dalam pengelolaan sampah tidak terkecuali pada tingkat rumah tangga. Mari setiap keluarga turut serta memperingati peristiwa Leuwigajah dengan melakukan hal-hal sederhana di tingkat rumah tangga. Mari turut berkolaborasi mengatasi situasi Indonesia yang sudah dalam kondisi darurat sampah.

Aksi nyata memilah dan mengurangi sampah dari rumah akan mengurangi beban pemerintah dalam mengelola TPA dan mengurangi dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Semoga setiap anggota keluarga turut serta berkolaborasi untuk Indonesia bersih yang diawali dari rumah. Semoga setiap keluarga mau berupaya mengelola sampah secara berkelanjutan dengan konsisten dan gembira. (Penulis adalah anggota Yayasan Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Kapusin Medan – Dosen LLDikti Wilayah 1 Dpk Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen)

Related posts

Leave a Comment