Indonesia Coba Genjot Akses Pasar Ekspor Teh ke Eropa

TOPMETRO.NEWS – Pemerintah dengan pemangku kepentingan komoditas teh Indonesia melangsungkan misi advokasi bertajuk Indonesia Tea Trade Mission (ITTM) ke Eropa. Misi advokasi ini dilaksanakan pada 3-9 Desember 2017.

“Misi advokasi teh ini diharapkan dapat meminimalisasi hambatan ekspor teh Indonesia ke Uni Eropa, sehingga ekspor produk teh Indonesia di kawasan ini kembali berjaya,” ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan melalui keterangan resmi, Minggu (3/12/2017).

Delegasi teh Indonesia ini akan mengunjungi Hamburg, London, dan Brussel dengan membawa pesan meminimalisasi hambatan ekspor teh Indonesia ke Uni Eropa. Delegasi Indonesia memiliki beberapa agenda selama misi advokasi, salah satunya adalah melaksanakan konsultasi teknis dengan pemangku kepentingan teh Uni Eropa yaitu Tea & Herbal Infusion Europe (THIE).

Delegasi juga diagendakan menjajaki kerja sama penelitian sampel teh dengan laboratorium Eurofins Scientific di Hamburg, Jerman. Selain itu, akan dilaksanakan diskusi akses pasar dan preferensi pasar dengan pembeli/pemangku kepentingan teh di London, Inggris.

Dikutip dari sindonews.com, Oke menjelaskan, agenda-agenda tersebut adalah upaya meningkatkan pangsa pasar produk teh Indonesia dan menjadi kesempatan untuk menjajaki selera konsumen teh di Eropa.
Berdasarkan data International Tea Committee, konsumsi teh secara global di tahun 2010 melonjak 60% dibanding tahun 1993. Pertumbuhan signifikan komoditas ini diprediksi akan terus berlangsung karena masyarakat dunia semakin menyadari khasiat teh untuk kesehatan.

Namun, secara umum kinerja ekspor teh Indonesia melambat. Hal ini ditandai oleh turunnya pangsa ekspor dan harga teh Indonesia yang rendah. Tercatat, volume dan nilai ekspor teh Indonesia ke Uni Eropa rata-rata menurun sebesar 20% dalam lima tahun terakhir.

Salah satu kebijakan impor Uni Eropa yang menghambat ekspor teh Indonesia ke kawasan tersebut adalah Peraturan Komisi Eropa Nomor 1146/2014 yang mempersyaratkan ambang batas residu AQ dalam daun teh kering sebesar 0,02 mg/kg dengan alasan melindungi konsumen teh dari bahaya penyakit yang bersifat karsinogenik.

Terkait dengan itu, dalam kunjungan kerjanya delegasi teh Indonesia akan mempresentasikan bukti ilmiah hasil studi Pusat Pengujian Mutu Barang Kementerian Perdagangan bersama peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Hasil studi menunjukkan bahwa ambang batas residu anthraquinone (AQ) yang dapat ditolerir manusia adalah 0,2 mg/kg dengan mempertimbangkan analisis risiko, jauh lebih longgar dari yang ditetapkan Komisi Eropa.(TMN)

Related posts

Leave a Comment