Jokowi Leluasa Milih Cawapres, Luhut Dorong Prabowo Maju

topmetro.news – Politisi senior Partai Golkar (PG) Luhut Binsar Panjaitan mendorong Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu 2019. Menurut LBP, Prabowo punya peluang untuk maju karena didukung oleh partainya.

“Saya bilang maju aja,” kata Luhut Binsar Panjaitan usai memberikan materi dalam kegiatan Orientasi Fungsionaris PG di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).

Ia diminta komentarnya terkait pertemuan dirinya dengan Prabowo di Jakarta, Jumat (6/4/2018). Menurut LBP, saat ini Prabowo sedang mempersiapkan diri untuk maju. Dia tidak melihat ada rencana Prabowo mundur.

Menurutnya, pertemuan dengan Prabowo sesungguhnya hal yang biasa saja. Tidak ada pembicaraan khusus dengan Prabowo. Dia juga mengaku bukan utusan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tersebut.

“Pertemuan biasa, teman lama. Biasa aja itu. Bukan baru kemarin ketemu. Kami sering bertemu,” ujar LBP yang juga Menko Kemaritiman ini.

Saat diminta komentarnya terkait pidato Prabowo beberapa waktu lalu bahwa Indonesia akan bubar tahun 2030, dia tegaskan tidak melihat itu. Malah perkembangan Indonesia cukup baik.

“Malah bagus. Ekonomi, keamanan semuanya bagus, tidak ada apa-apa,” tutup Luhut Binsar Panjaitan.

Leluasa Pilih Cawapres

Sementara Direktur Eksekutif Saiful Mujani Riset and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengemukakan Joko Widodo (Jokowi) punya keleluasan untuk memilih calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2019 mendatang.

Situasi Jokowi saat ini sama seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)‎ saat memilih cawapres pada periode dua. Saat itu, SBY dengan leluasa memilih cawapres yang disukai yaitu Boediono.

“Situasi Jokowi saat ini sama seperti Pak SBY tahun 2009. Jokowi sangat leluasa untuk memilih pendampingnya,” kata Djayadi saat memaparkan hasil survei Partai Golkar (PG) pada kegiatan Orientasi Fungsionaris PG di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).

Orientasi itu sebagai persiapan kader Golkar sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019 mendatang.

Djayadi mengemukakan Jokowi bisa memilih cawapres dari unsur parpol pengusungnya. Untuk pilihan tersebut, ada beberapa kanditat yang bisa diambil seperti Ketua Umum PG Airlangga Hartarto atau figur lain.

Disesuaikan dengan Isu

Sumber lain adalah tokoh yang bisa melengkapi kepemimpinan Jokowi. Dua hal yang masih menjadi isu yang harus diselesaikan pemerintahan Jokowi. Pertama mengenai isu pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka lima persen.

Figur cawapres di 2019 harus kuat dari sisi ekonomi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga mencapai tujuh persen. Isu lain adalah pemberantasan korupsi.

Masyarakat di berbagai daerah masih menganggap pemberantasan korupsi belum berjalan masif dan maksimal. Maka cawapres yang diambil adalah dari tokoh yang kuat melakukan pemberantasan korupsi.

Sumber lain yang bisa menjadi cawapres adalah dari generasi milenial. Alasannya, 55 persen pemilih pada pemilu 2019 mendatang adalah dari generasi milenial.

Generasi milenial adalah yang lahir di tahun 1980-an. Generasi ini dicirikan dengan melek teknologi, sehari-hari akrab menggunakan gawai seperti handphone (HP) atau ponsel, komunikasi utama memakai media sosial (medsos) seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan media lainnya.

“Pemilu 2024 sudah new comer. Artinya sudah tidak ada lagi dari generasi Orde Baru dan sebelumnya. Dari Orde Reformasi pun mulai redup. Maka lahir dari generasi milenial. Tahap ke sana sudah dimulai dari Pemilu 2019. Jadi cawapres Jokowi bisa saja dari generasi itu karena jumlah pemilih generasi milenial mencapai 55 persen,” tutur Djayadi.

Hanya Dua Poros

Hasil survei SMRC, Djayadi menyebutkan belum ada yang dominan untuk cawapres Jokowi. Sisa waktu lima bulan ke depan akan menentukan siapa yang pas mendampingi Jokowi. Terutama dari elektabilitas untuk mengangkat popularitas mantan gubernur DKI ini.

Dia juga memprediksi pada pemilu 2019 mendatang, hanya ada dua poros yang terbentuk. Poros pertama adalah Jokowi dan partai pengusungnya. Poros kedua dari Kubu Prabowo Subianto. Bisa saja Prabowo tidak maju tetapi poros yang dibentuk tetap lahir dari mantan Danjen Kopassus ini.

Untuk poros ketiga, akan sulit terbentuk karena terbentur oleh syarat ambang batas mencalonkan presiden atau yang disebut presidential threshold.

“Capres alternatif bisa saja muncul misalnya Prabowo tidak maju tetapi diserahkan ke Gatot Nurmantyo atau Anis Baswedan. Namun untuk poros ketiga, rasanya sulit karena kalau Demokrat harus bentuk maka perlu menggandeng PAN dan PKB. Gerindra dan PKS kan tidak mungkin karena sudah masuk Poros Prabowo. Namun kita bisa lihat sikap PKB dan PAN, masih belum jelas,” tutup Djayadi. (TM-RED)

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment