Krisis di Indonesia Kecil Kemungkinan Terjadi, Kata Bank Dunia

krisis di indonesia

Topmetro.News – Krisis di Indonesia, peluangnya kecil kemungkinan terjadi. Kalau pun ada, krisis di Indonesia terlebih krisis keuangan, peluangnya sangat kecil terjadi. Bahkan penilaian Bank Dunia, meski dihadapkan pada risiko penurunan pertumbuhan ekonomi akibat gejolak ekonomi global krisis itu tergolong kecil.

“Tahun 2018, Indonesia berada di posisi yang lebih kuat. Sekarang Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang lebih kuat,” puji Rodrigo A Chaves, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste disela-sela peluncuran Laporan Kuartalan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Kamis (20/9/2018).

Krisis di Indonesia Ditangkis Normalisasi Kebijakan Bank Sentral

Dia menyebutkan, ketidakpastian global yang meningkat akibat perang dagang dan juga dampak dari krisis yang terjadi di negara-negara berkembang, di tengah normalisasi kebijakan bank sentral AS The Fed, memang memicu keluarnya porfofolio dari pasar di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Keluarnya arus modal, sambung Rodrigo A Chaves, menyebabkan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 121 basis poin di kuartal kedua hingga mencapai 8,2 persen.

Mata uang Rupiah, urainya pula terdepresiasi 4,8 persen terhadap Dolar AS di kuartal kedua, ditambah 2,7 persen pada Juli dan Agustus.

Sekadar diketahui Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya hingga 125 basis poin sejak Mei 2018 untuk merespons peningkatan volatilitas pasar keuangan global,

“Itu menjadi sinyal komitmen bank sentral terhadap stabilitas, meskipun inflasi 3,3 persen alias masih di bawah target Bank Indonesia,” katanya.

Komitmen Pemerintah Jaga Stabilitas

Sementara itu, Frederico Gil Sander, Lead Country Economist Bank Dunia menambahkan meski pertumbuhan ekonomi masih menghadapi risiko penurunan, terjadinya gejolak krisis keuangan di Indonesia relatif minim seiring komitmen pemerintah menjaga stabilitas.

“Risiko yang terkait dengan krisis di Indonesia (masalah keuangan) tetap kecil karena koordinasi kebijakan yang kuat dan fundamental ekonomi yang juga lebih kuat, terutama jika dibandingkan dengan periode Taper Tantrum pada 2013 dan Krisis Keuangan Asia 1998,” ujar Frederico Gil Sander.

Dia menambahkan, Bank Indonesia kini telah memperketat kebijakan moneternya dengan menjaga perbedaan tingkat suku bunga acuannya dengan AS. Dengan begitu, sambung dia, diharapkan mampu menjinakkan terjadinya arus modal keluar.(*)

Related posts

Leave a Comment