Dua Kubu Capres Masih Terjebak Perdebatan Emosional

perdebatan emosional

topmetro.news – Pengamat politik Yunarto Wijaya menilai dua pasangan calon presiden/wakil presiden, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno masih terjebak dalam perdebatan emosional di masa kampanye. Menurut Yunarto, belum terlihat perdebatan, diskursus dan diskusi yang lebih rasional untuk mengelaborasi visi, misi, program dan citra paslon.

“Evaluasi saya selama kurang lebih dua bulan kampanye, kedua kubu masih terjebak pada perdebatan emosional yang tidak mendidik masyarakat pemilih. Visi, misi dan program kerja belum terlalu mendapat tempat dielaborasi secara argumentatif dan rasional,” ujar Yunarto di Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Di Kubu Jokowi-Ma’ruf, kata Yunarto, timnya masih terjebak pada sosok Jokowi yang sederhana dan merakyat. Mereka lebih mengkampanyekan sosok Jokowi sehingga terjadi politik kultus atau politik idola.

“Padahal, sebagai petahana, seharusnya kubu Jokowi mengangkat kinerja-kinerja Jokowi yang sudah nyata berhasil dengan narasi-narasi dan komunikasi yang bisa diterima masyarakat. Jadi, bukan figurnya Jokowi lagi yang ditonjolkan, tetapi bagaimana dan apa saja keberhasilan kerja Jokowi,” tandas dia.

Dia mencontohkan program dana desa yang mencapai Rp60 triliun per tahun. Menurut dia, Kubu Jokowi harus mengangkat bagaimana dana desa berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat desa dari berbagai aspek, kehidupan ekonomi, infrastruktur desa, kesehatan dan aspek lainnya.

“Yang disampaikan adalah hasil kinerja Jokowi. Namun tentunya itu menyentuh aspek emosional masyarakat pemilih,” tutur dia.

BACA JUGA: Pernyataan Amien Rais Bertentangan dengan Muktamar Muhammadiyah

Perdebatan Emosional tak Mendidik

Sementara di kubu penantang Prabowo-Sandi, kata Yunarto, lebih melakukan kampanye dengan framing politik identitas. Dia mencontohkan, isu yang masih diangkat adalah Poros Beijing Vs Poros Mekkah atau utang dalam perspektif aseng dan asing.

“Kubu Prabowo-Sandi juga belum terlalu membangun wacana soal kebijakan. Misalnya utang atau persoalan ekonomi dalam angkat yang terukur. Mereka masih terlihat seperti ahli kritik. Belum menjadi ‘problem solver’ atas masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini,” ungkap dia.

Seharusnya, kata dia, Prabowo-Sandi menyampaikan secara tegas, jika mereka terpilih, maka angka pertumbuhan ekonomi per tahun sekian. Atau pengangguran dan kemiskinan akan ditekan serta angka indeks pembangunan manusia sekian.

“Harus terukur dengan program-program yang konkrit dan realistis. Tidak boleh terjebak dalam perdebatan emosional yang membuat pemilih nanti berpandangan bahwa tidak ada sesuatu yang baru yang ditawarkan Prabowo-Sandi untuk membangun bangsa ini,” terang dia.

Lebih lanjut, dia mengatakan perdebatan emosional antara dua kubu, jelas tidak menguntungkan masyarakat pemilih. Bahkan, kata dia, kampanye yang seharusnya menjadi momentum pendidikan politik tidak bisa terealisasi.

“Jika perdebatannya benar-benar rasional, maka petani akan akan mendapatkan gambaran bagaimana program paslon untuk subsudi pangan, peran bulog, soal irigasi atau mahasiswa dan dosen mendapat informasi yang detail soal kebijakan paslon di bidang pendidikan dan penelitian,” pungkas dia.

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment