Medan Terkotor se-Indonesia, Ade Sandra Purba: Sampah Bisa Jadi Uang

persoalan sampah

topmetro.news – Salah satu masalah utama Kota Medan adalah persoalan sampah. Dimana persoalan sampah ini sudah menjadi ‘momok’ bagi warga. Hal ini tampak nyata dengan kondisi Kota Medan yang terlihat kotor dan kumuh.

Sehingga tidak mengherankan, kalau beberapa waktu lalu, Kota Medan memperoleh ‘prestasi’ dengan mendapatkan gelar sebagai kota terkotor di Indonesia.

BACA JUGA | Mengubah Wajah Kota Medan Menjadi Destinasi Wisata

Tak Selesaikan Masalah

Menanggapi ini, seorang pengamat lingkungan, Ade Sandrawati Purba SH MH mengatakan, bahwa memang ada yang kurang pas dengan penanganan sampah di Kota Medan. Menurutnya, apa yang dilakukan selama ini, sama sekali tidak menyelesaikan persoalan sampah di Kota Medan.

“Selama ini, yang dilakukan hanya sekadar memindahkan sampah dari rumah ke tempat penampungan sampah dan cenderung menimbulkan masalah baru. Atau hanya sekadar memindahkan masalah dari kota ke lokasi lain,” kata Ade Sandra kepada topmetro.news, Sabtu (22/6/2019).

Menurut dia, cara ini jelas sudah sangat tidak cocok untuk kota sebesar Medan. Ditegaskannya, dengan cara konvensional seperti itu, maka persoalan sampah tidak bakal teratasi. Sebaliknya akan menimbulkan masalah baru.

“Ketika sampah hanya dipindahkan dari rumah warga ke tempat penampungan, maka itu disebut hanya memindahkan masalah. Dan itu juga sangat kontemporer. Artinya, akan ada batas atau limit sebuah penampungan sebelum akhirnya sampai pada titik jenuh. Pada titik jenuh itu, maka terpaksa mencari lokasi lain. Demikian seterusnya dan persoalan sampah tak kunjung selesai,” papar Direktur LBH MHKI (Masyarakat Hukum Kesehatan indonesia) Sumut ini.

Selain tak menyelesaikan masalah, kata Ade, persoalan lain akan muncul menerpa warga di seputar penampungan sampah. Utamanya terkait kesehatan. “Warga di daerah sekitar akan terkena dampak negatif dan dampak negatif lainnya,” katanya.

Belum lagi kerusakan tanah dan lingkungan yang disebabkan oleh penumpukan sampah dalam jumlah sangat besar. “Selain itu, tanah di sekitar akan rusak dan membuat resapan air juga terganggu. Lalu seperti saya katakan di atas, suatu saat tempat itu akan penuh lalu cari tempat baru lagi. Ini malah membuat masalah makin kompleks. Masalah semakin melebar kemana-mana,” sebut alumni SMAN 13 Medan (sekarang SMAN 14-red) ini.

Sampah Adalah Uang

Padahal, kata Ade, sebenarnya masalah sampah ini bisa dikelola dengan lebih baik, bahkan menghasilkan uang. Semua dimulai dari rumah dengan adanya pengarahan dari lurah setempat melalui kepling, bagaimana tiap rumah tangga memperlakukan sampah sebelum diangkut.

“Kita tahu, bahwa persoalan sampah tak akan bisa berhenti, malah cenderung bertambah. Sehingga tidak saatnya lagi berpikir hanya bagaimana memindahkan sampah. Harus ada pemikiran yang lebih kreatif, bagaimana menjadikan sampah sebagai industri. Saat ini, apa pun bisa jadi uang, termasuk sampah, asal dikelola dengan baik dan niat bersih,” katanya.

Mengenai pengelolaan sampah ini, kata Ade Sandra, memang butuh ‘sentuhan’ semua pihak, mulai dari warga hingga pemangku jabatan terkait. “Tentu semua harus paham dulu soal sampah ini. Warga harus diberi pemahaman. Disini dibutuhkan peran lurah melalui kepling untuk mengedukasi masyarakat, bagaimana cara memberlakukan sampah,” katanya.

Dijelaskannya, bahwa sampah itu terdiri dari unsur yang terurai dan tidak terurai. “Ada plastik, ada sampah dapur, ada kertas, dan lainnya. Nah, warga diberi pengarahan, agar memisahkan sampah sesuai jenis dan sifatnya. Kemudian dikumpulkan di wadah, berdasarkan jenis masing-masing. Lalu pengakut sampah juga punya wadah berbeda. Demikian seterusnya sampai ke penampungan sementara,” paparnya.

Lalu, lanjutnya, di penampungan tadi sampah dikelola sesuai jenis dan sifatnya. “Apakah dimusnahkan untuk yang bisa dimusnahkan, atau yang bisa didaur ulang dikumpulkan dan dijual ke pabrik. Sebenarnya sederhana caranya untuk menjadikan sampah menjadi uang,” katanya.

Ade mencontohkan, misalnya sampah plastik bisa dikelola menjadi ember dan hanger (gantungan baju). “Saya juga pernah melakukan, bagaimana sampah kerang bisa menjadi bunga, tas, kotak tisu, dan lainnya. Demikian juga dengan sampah rumah tangga, bisa dijadikan menjadi pupuk, misalnya,” kata Ade Sandrawati.

“Dan kalau dikelola dengan skala lebih besar, bila perlu melibatkan investor yang pengalaman menangani sampah, maka persoalan sampah malah bisa mendatangkan penghasilan besar untuk pemko,” sambungnya.

Berpacu Menuju Modernisasi

Tapi, katanya, meski teorinya terkesan sederhana, mengatasi persoalan sampah untuk sebuah kota besar, memang butuh niat. “Anggaran untuk itu kan sudah ada. Tinggal mengarahkan saja. Apakah warga mau? Saya kira warga juga akan mau. Kalau ada warga yang tidak mau, ada banyak cara untuk ‘memaksa’ mereka untuk mau,” katanya.

Ditegaskan Ade, sudah tidak masanya lagi mengurus Kota Medan dengan cara konvensional. Karena saat ini, seluruh kota sedang berpacu menuju modernisasi. “Ini sudah era 5G. Semua serba cepat dan tepat. Jadi kalau ada yang mengatakan ide soal sampah ini terlalu maju, maka baiknya mereka berpikir ulang untuk tinggal di kota. Apalagi menjadi pejabat di kota,” tutup Ade Sandrawati Purba.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment