topmetro.news – LBH Medan (Lembaga Bantuan Hukum – Medan) mengutuk keras aksi represif aparat keamanan disebut-sebut dikerahkan oleh Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dalam mengamankan proses pembabatan tanah adat masyarakat Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Kamis (12/9/2019).
Nada kutukan tersebut diungkapkan LBH Medan via Divisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan dalam pres rilisnya, Sabtu (14/9/2019).
Aksi perlawanan warga yang masih menghormati nilai-nilai hukum adat itu tidak lebih dari upaya untuk mempertahankan lahan yang mayoritas hutan (hutan adat) tersebut. Bukan bentuk semacam pembangkangan terhadap misi pembangunan di kawasan pinggiran Danau Toba.
Secara tersirat, pemerintah maupun BPODT kurang menghargai eksistensi masyarakat adat di kawasan hutan tersebut. Sehingga opini yang terbangun di publik adalah bentuk kesewenang-wenangan melakukan penggusuran dan ‘merampas’ tanah adat mereka dengan mengatasnamakan pembangunan.
Aneh bin ganjil bila Pemkab Tobasa, khususnya maupun BPOTD tidak mengetahui kondisi masyarakat di sekitar Sigapiton.
Informasi lainnya dihimpun divisi SDA dan Lingkungan LBH Medan, masyarakat Sigapiton jauh sebelumnya sudah melakukan swakelola di hutan adat tersebut. Bahkan warga terbiasa bertahan hidup dengan mengandalkan hasil hutan adat.
Hati-hati HAM
Di bagian lain, LBH Medan mengingatkan pemerintah pusat maupun daerah agar berhati-hati dalam menjalankan misi pembangunan. Jangan sampai ‘mengorbankan’ apa yang menjadi hak dan kebutuhan Masyarakat Adat Sigapiton.
Idealnya, lebih dulu dilakukan pendekatan atau dialog dengan Masyarakat Adat Sigapiton mengenai rencana pembangunan di pinggiran danau yang terkenal dengan keindahan panoramanya itu.
Sebab di sudut sana juga ada ranah penting lainnya yang harus dihormati pemerintah maupun BPODT. Yakni nilai-nilai hak asasi manusia (HAM).
Bila pemerintah enggan mengakui eksistensi masyarakat adat berupa pengakuan tanah adat, sama saja meniadakan eksistensi warganya sebagai manusia. Maka dikuatirkan akan bergesekan dengan nilai-nilai HAM.
BACA JUGA | Konflik Sigapiton, DPP HBB: Jangan Rampas Hak Masyarakat
Cermin Keadilan
Sebab HAM merupakan bagian dari hukum. Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari HAM. Cermin ada tidaknya rasa keadilan bagi masyarakat atau tidak.
Mengacu UUD 1945 dalam Pasal 1 Ayat (3), ‘Bahwa Indonesia adalah negara hukum’ dan Pasal 27 Ayat (1) juga menyatakan, ‘Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya’.
Artinya, masyarakat Sigapiton baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun makhluk Tuhan haruslah dihormati dan tidak dibeda-bedakan sebagai warga negara. Dan negara dalam melakukan pembangunan harus mengedepankan hukum yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang bercermin terhadap HAM.
Nyaris Telanjang
Dilansir media sebelumnya, kaum hawa warga Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Kamis (12/9/2019), terpaksa nyaris telanjang sebagai ungkapan protes terhadap aksi kesewenangan dengan mengatasnamakan pembangunan.
Tanah adat masyarakat masih produktif tersebut rencananya akan dibangun jalan dari Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batu Silali sepanjang 1.900 m dan lebar 18 m. Tujuannya sebagai akses jalan wisata dengan meratakan sejumlah lahan hutan adat, menggunakan alat berat berupa eskavator. Aksi itu dikawal ratusan personel.
reporter | Robert Siregar