Sakralitas Ulos dan Tantangan Industri Kreatif

ULOS FEST 2019

topmetro.news – Hari kedua penyelenggaraan ULOS FEST 2019 dilaksanakan Fokus Diskusi Kelompok (FGD) dan talkshow tentang motif, ragam, makna ulos, Rabu (13/11/2019), di Museum Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. Acara FGD tersebut diangkat untuk menajamkan ‘sakralitas ulos’ dan tantangan industri kreatif. Di mana titik krusial dan titik temunya. Sementara acara talkshow lebih menggali pemahaman dasar tentang motif, ragam, dan makna ulos.

FGD diantar oleh Jhohannes Marbun SS MA, sebagai Ketua Departemen Pelestarian Warisan Budaya di Batak Center, sekaligus sebagai Ketua Panitia ULOS FEST 2019. Hadir juga para pemantik diskusi, Zonny Waldy (Kadis Perindustrian dan Perdagangan), budayawan Batak, dan disainer. Penanggapnya CF Sidjabat (pemerhati ulos), Nina Maftukha SPd MSn (dosen Fakultas Desain dan Seni Universitas Mercu Buana), dan Panggabean (tokoh Batak). Dihadiri juga oleh Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI Dr Freddy Harris.

Ulos sesungguhnya adalah karya budaya yang perlu dilestarikan. Pada pembukaan ULOS FEST 2019 kemarin, Selasa (12/11/2019), Gubernur Sumut telah berkomitmen mendorong agar Ulos Batak dapat menjadi warisan dunia yang akan diajukan kepada UNESCO.

Filosofi dan Makna Ulos

Ulos Batak juga memiliki filosofi dan makna. Termasuk motif-motif yang terkandung di Ulos Batak itu sendiri. Ini adalah salah satu persyaratan penting yang diminta UNESCO. UNESCO mensyaratkan filosofi dan makna, bagaimana proses pembuatannya, dan apa bahan-bahan bakunya yang tersedia di alam.

Kalau kita ingin menjadikan motif-motif ulos Batak ke dalam industri kreatif, maka kita harus mengetahui filosofi dan makna Ulos Batak tersebut. Sebagai contoh, motif ragi hotang pada Ulos Batak itu memiliki makna seperti fungsi rotan (hotang). Apa filosofi di balik rotan tersebut menurut pandangan Orang Batak?

Melalui cara seperti ini, maka kita berharap generasi Batak berikutnya mengenal asal-usulnya, siapa dia sebagai Orang Batak (identitasnya). Dan bagaimana kehidupan sosialnya di masyarakat.

Menurut Nina Maftukha, “Kain Ulos Batak tetaplah Ulos Batak. Yang kita inovasikan adalah materialnya, tekniknya, dan fashionnya.”

Bicara pemanfaatan Ulos Batak dalam industri kreatif, ULOS FEST 2019 menghadirkan tiga praktisi Ulos Batak. Antara lain, Leni Sihaloho, Rosida Barus, dan Vilidius RP Siburian.

Ketiga panelis talkshow ini memaparkan makna dan kegunaan Ulos Batak. Yang dalam Adat Batak dipergunakan sebagai bagian dari proses kehidupan manusia mulai dari kandungan sampai meninggal dunia. Bahkan kalau Keluarga Batak belum dikaruniakan anak, pihak orangtua dapat memberikan ‘Ulos Surisuri Lombu’.

Fungsi dan Penggunaan

Menarik sekali apa yang disampaikan para panelis. Leni Sihaloho menguraikan Ulos (Hiou) Simalungun dan beberapa motif yang sering dijadikan pakaian, tas, dan lain-lain. Rosida Barus lebih banyak menceritakan pemakaian Ulos (Uis) Karo dan maknanya dalam adat pernikahan. Sementara, Vilidius RP Siburian lebih menekankan makna Ulos Toba dari beragam fungsi penggunaan ulos dalam kehidupan masyarakat Toba di beberapa wilayah, seperti Tarutung, Samosir, dan Humbang Hasundutan. Vilidius juga sedikit mengungkap keunikan ulos dari wilayah Silalahi yang mengombinasikan Ulos Simalungun dan Karo.

Kegiatan ULOS FEST 2019 ini setiap harinya dari tanggal 12-17 November 2019 memamerkan beragam motif ulos dari lima puak Batak Raya (Angkola/Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba). Tersedia juga bazar di lantai bawah dekat Audiotorium B yang menjual berbagai macam Ulos Batak dan kreasi motif Ulos Batak berupa pakaian, tas, suvenir, dan lain-lain.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment