Samsul Fitri Perantara Suap Walikota Nonaktif T Dzulmi Eldin Rp2,1 M Mulai Disidangkan

perantara suap Walikota Medan

topmetro.news – Perkara Samsul Fitri Siregar (38), Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum Protokoler Pemerintah Kota (Pemko) Medan selaku perantara suap Walikota Medan nonaktif T Dzulmi Eldin Rp2,1 miliar lebih dari sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Senin (2/3/2020), mulai disidangkan di Ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor Medan.

Tim Jaksa KPK Karin Karniasari dan Hidayat dalam dakwaan yang dibacakan bergantian menguraikan, peran terdakwa Samsul Fitri sebagai penghubung antara Dzulmi Eldin dan para kepala dinas (OPD) di lingkungan Pemko Medan.

Sejak Juli 2018 lalu, terdakwa mulai dipercaya untuk mengurusi agenda kegiatan T Dzulmi Eldin selaku Walikota Medan. Di antaranya mengurusi anggaran kegiatan walikota. Baik yang sudah dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Maupun kegiatan yang tidak ada dalam APBD (nonbudgeter).

Untuk memenuhi kebutuhan nonbudgeter, Samsul mendapat arahan dari T Dzulmi Eldin (terdakwa penerima suap pada berkas terpisah). Untuk meminta uang kepada kepala OPD di lingkungan Pemko Medan.

Terdakwa kemudian menindaklanjuti arahan tersebut dengan meminta uang kepada Isa Ansyari selaku Kadis PU Kota Medan. Isa Ansyari sendiri baru saja divonis pidana dua tahun penjara juga di Pengadilan Tipikor Medan. Permintaan juga dilakukan kepada Kepala OPD lainnya ketika ada kebutuhan yang tidak ada anggarannya.

Dalam pertemuan Maret 2019, Samsul Fitri menyatakan, apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional T Dzulmi Eldin yang tidak ditanggung oleh APBD agar bisa dibantu Isa Ansyari. Terdakwa menerima uang dari Isa Ansyari secara bertahap di Bulan Maret hingga Juni 2019 total Rp80 juta.

Tidak Berkompeten

Praktik terindikasi tindak pidana suap tersebut pun berlanjut. Yakni untuk menutupi kekurangan biaya perjalanan dinas T Dzulmi Eldin beserta rombongan menghadiri undangan acara perayaan ulang tahun ke-30 Program Sister City ke Kota Ichikawa, Jepang, agar dibantu.

Dzulmi Eldin membawa orang-orang yang dinilai tidak berkompeten. Antara lain, Rita Maharani (istri Dzulmi Eldin), terdakwa Samsul Fitri, Andika Suhartono, Fitra Azmayanti Nasution, Musaddad, Iswar S, Suherman, T Edriansyah Randy (anak Dzulmi Eldin), Rania Kamila, Hafni Hanum, Tandeanus, Vincent, dan Amanda Syaputra Batubara, yang akan difasilitasi oleh Erni Tour & Travel. Sehingga membuat dana perjalanan itu membengkak menjadi Rp1,5 miliar.

Sebab kunjungan orang pertama di Pemko Medan tersebut hanya dianggarkan Rp500 juta pada APBD Kota Medan TA 2019. Sementara ‘dead line’ pembayaran uang muka (DP) sebesar Rp800 juta kepada Erni Tour & Travel sudah mepet.

Lalu terdakwa Samsul melaporkan permasalahan tersebut kepada walikota. Selanjutnya walikota memerintahkan Samsul Fitri untuk meminta bantuan dana kepada sejumlah kepala OPD yang ikut dalam rombongan ke Jepang. Di antaranya Kadishub Iswar, Kepala Badan Pengelola Pajak, Retribusi Daerah Kota Medan Suherman serta Kepala Dinas PU Kota Medan Isa Ansyari (Rp200 juta kemudian ditukarkan ke mata Yen melalui Andika).

Uang dalam bentuk Yen tersebut berikut Rp800 juta lainnya yang diperoleh dari para kepala OPD itu kemudian diserahkan terdakwa kepada T Dzulmi Eldin.

Minta Tambahan Uang

Sepulang dari Jepang, pada Bulan Oktober 2019, Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri mendapat informasi dari Tandeanus selaku pemilik Erni Tour& Travel bahwa masih ada hutang sejumlah Rp900 juta. Dzulmi Eldin kemudian memerintahkan terdakwa Samsul untuk meminta tambahan dana kepada Iswar dan Suherman. Juga kepada kepala OPD lainnya

Dari Suherman dan Iswar Lubis kemudian diterima masing-masing Rp200 juta. Serta dari Isa Ansyari (Rp250 juta), Benny Iskandar selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang (Rp250 juta). Lalu Johan selaku Sekretaris Dinas Pendidikan (Rp100 juta) serta Edwin Effendi selaku Kadis Kesehatan (Rp100 juta).

Terdakwa dijerat pidana secara bersama-sama Dzulmi Eldin secara bertahap uang suap keseluruhannya berjumlah Rp2,1 miliar lebih untuk mempertahankan jabatan para kepala OPD serta pejabat lainnya di Pemko Medan.

Yakni pidana Pasal 12 Huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment