Dana Talangan Garuda, Siapa yang Diuntungkan?

dana talangan ke Garuda

topmetro.news – Polemik yang muncul belakangan ini mengenai dana talangan pemerintah ke Garuda perlu dilihat dengan pikiran jernih. Tidak lengkapnya sebuah informasi bisa mengakibatkan simpang siur dan mengundang silang pendapat diberbagai kalangan. Termasuk di parlemen lintas komisi, banyak analisis dan opini, yang semakin lama dibiarkan mungkin akan melebar kemana mana. Analisis dari aspek regulasi, sampai siapa yang diuntungkan bahkan adakah yang bermain pada pemberian dana talangan ini? Menjadi menu dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam berbagai diskursus tentang dana talangan ini.

Demikian disampaikan anggota DPR RI Lamhot Sinaga, Selasa (16/6/2020).

Sebagaimana diketahui, sengkarut dana talangan ini berawal dari rencana pemerintah yang akan menggelontorkan Rp143,63 T ke beberapa BUMN sebagai bahagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Besarnya dana gelontoran ini mengundang respon publik yang sangat beragam. Bahkan ada yang bereaksi negatif dengan cibiran, bahwa perusahaan-perusahaan plat merah yang selama ini banyak masalah dan membebani negara kok dianakemaskan. Dibandingkan UMKM yang selama ini ‘backbone’ ekonomi rakyat, di saat negara mengalami turbulensi ekonomi, tidak mendapat perhatian besar oleh pemerintah.

Kata Lamhot, kecurigaan semakin membesar, karena publik memperkirakan bahwa dana ratusan triliun tersebut digelontorkan hanya untuk PMN (Penyertaan Modal Negara) dan Dana Talangan ke beberapa BUMN. Padahal dana Rp143,63 T tersebut mayoritas akan digunakan untuk membayar utang pemerintah ke BUMN, yaitu sebesar Rp108,48 T (75%).

Dalam konteks pembayaran utang pemerintah ke BUMN, sebut Lamhot, hampir tidak ada yang memberikan penolakan. “Bahkan banyak yang memberikan apresiasi termasuk teman-teman saya di Komisi VI waktu raker dengan Menteri BUMN. Demikian juga PMN yang besarannya Rp15.5 T (11%), relatif tidak ada yang mempersoalkan. Karena skema PMN untuk BUMN akan dipergunakan untuk menjalankan pembangunan proyek strategis nasional dan membantu pemulihan sektor usaha menengah dan UMKM yang terdampak oleh Pandemi Covid-19 yang signifikan,” kata Ketua DPP Partai Golkar ini.

Landasan Hukum

Lalu bagaimana dengan Dana Talangan? Menurut dia, ini yang mendapat banyak sorotan dan penolakan dari berbagai kalangan. Termasuk dari beberapa anggota DPR. “Sebab musababnya adalah, Dana Talangan tidak dikenal didalam regulasi kita. Termasuk di dalam PP No. 23 Tahun 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tidak ada mengatur pemberian Dana Talangan. Lalu banyak yang mempertanyakan apa dong basis hukumnya untuk menjalankan skema Dana Talangan ini? Atas pertanyaan ini pada Raker Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN tanggal 9 Juni 2020, Erick Tohir menjelaskan bahwa skema Dana Talangan ini ada dua alternatif. Yaitu skema melalui Bank Himbara atau SPV yang di Kementerian keuangan,” papar Lamhot Sinaga.

“Waktu itu saya juga kaget, kenapa konsep yang belum matang kok dibawa ke Raker Komisi VI DPR RI? Idealnya pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN sudah harus membawa konsep yang matang untuk dibahas bersama-sama Komisi VI DPR RI. Baik dari sisi landasan yuridisnya beserta penjelasan-penjelasan yang kuat agar kemudian skema dana talangan tersebut dapat dijalankan secara legal. Jika dana talangan ini diteruskan tanpa basis hukum yang kuat maka akan semakin mengundang banyak praduga-praduga yang bias dari semangat dan tujuan dari pemberian dana talangan tersebut,” masih urai dia.

Menurut Lamhot, secara jujur dirinya mengapresiasi akan tujuan dari pemberian Dana Talangan. Yaitu untuk menyelamatkan beberapa BUMN yang sedang sekarat. Ibarat pasien Covid-19 yang harus segera diberikan ventilator agar bisa bernapas. Kalau tidak, potensi meninggal atau bangkrut total akan segera terjadi.

“Agar polemik skema Dana Talangan BUMN ini segera berakhir, saya menyarankan pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan agar segera memfinalisasikan skema Dana Talangan ini. Dan memastikan landasan hukum apa yang akan digunakan,” kata dia.

Kontrol Penuh BUMN

Menurut dia, untuk memitigasi segala resiko yang ada, pemerintah harus mengontrol penuh BUMN yang akan mendapat dana talangan, termasuk ke Garuda. “Agar pemerintah memiliki otoritas penuh menjalankan skema penyelamatan Garuda maka perlu ada perubahan klausul pengambilan keputusan strategic di Garuda. Dengan pemerintah memiliki kontrol penuh dalam mengambil keputusan strategis, diharapkan kekuatiran adanya campur tangan pihak swasta sebagai pemilik saham minoritas dalam pengelolaan dana talangan pemerintah tidak perlu ada,” jelasnya.

Semua proses ini, lanjut Lamhot, harus dilakukan dengan cepat. Sehingga penyelamatan BUMN yang sekarat dapat segera berjalan, tanpa harus tercederai dengan mendatangkan masalah hukum dan penolakan dari kalangan luas.

“Menurut saya, Garuda Indonesia yang merupakan BUMN yang strategis dan merupakan duta bangsa yang menjangkau berbagai belahan dunia dan jembatan penghubung antar pulau di Indonesia. Kita tidak ingin Garuda Indonesia tinggal nama seperti Merpati. Dan kita juga tidak ingin mengulang kesalahan yang dilakukan dalam penyelamatan Merpati. Jika penyelamatan Garuda dan BUMN sekarat ini berhasil, tentu yang diuntungkan adalah bangsa dan negara. Merah Putih akan gagah mengangkasa ke seluruh dunia karena terselamatkan dengan baik atas kerja keras pemerintah dan pengawasan yang optimal dari parlemen,” tutupnya.

reporter | Jefry Siregar

Related posts

Leave a Comment