topmetro.news – Ketua DPC AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) Jakarta Timur Andar Sidabalok SH MH mengatakan, agar para praktisi hukum, mulai dari hakim, jaksa, hingga pengacara, jangan hanya hapal KUHP saja. Tapi ada baiknya, apabila juga menguasai peraturan lain, termasuk masalah kontrak kerja sebuah proyek dan sejenisnya.
Hal ini disampaikannya kepada topmetro.news, Jumat (14/12/2018), menanggapi pertanyaan mengenai proses pengadilan terkait dugaan korupsi pada proyek IPA Martubung PDAM Tirtanadi.
“Misalnya soal kontrak kerja antara PDAM Tirtanadi dengan KsO Promits-LJU, rekanan yang membangun IPA Martubung. Dalam kontrak kerja itu jelas tertera segala peraturan yang telah disepakati kedua belah pihak. Dan apabila salah satu dari yang menandatangani kontrak melakukan pelanggaran, maka akan ada sanksi sesuai pasal-pasal yang ada dalam kontrak. Misalnya, kalau ada keterlambatan pengerjaan, akan ada denda, dan sebagainya,” papar Andar.
Pertanyaan tak Nyambung
Sehingga, menurut Andar Sidabalok, ‘tidak nyambung’, kalau masalah keterlambatan pengerjaan proyek IPA Martubung, ikut dibahas dalam sidang. Apalagi yang menjadi faktor utama keterlambatan adalah, lamanya proses izin-izin terkait pengerjaan proyek.
“Sehingga dengan lamanya izin dikeluarkan, maka sebenarnya, rekanan yang menjadi korban,” katanya.
Soal pemahaman kontrak kerja ini pun sudah disampaikan Andar Sidabalok pada sidang pemeriksaan saksi, Kamis (13/12/2018).
Lalu Andar juga menyinggung soal adendum. “Ada tiga kali adendum dilakukan. Dan yang menjadi catatan penting, bahwa tak satu pun dari tiga adendum itu yang ditandatangani terdakwa Flora Simbolon. Sehingga ini juga menjadi salah satu alasan bagi kami, bahwa Flora Simbolon tak seharusnya duduk di kursi terdakwa. Dan sebagaimana diketahui, untuk masalah ketidak-abasahan terdakwa ini, kami sudah menang praperadilan,” katanya.
Hal lain yang menjadi sorotan Andar Sidabalok adalah, pengetahuan jaksa soal teknis pelaksanaan proyek IPA Martubung. Inilah, yang menurut dia juga harus jadi perhatian, agar tidak muncul pertanyaan-pertanyaan tidak nyambung.
Andar Sidabalok lalu menjelaskan, bahwa seluruh proyek mulai dari perencanaan hingga selesai menjadi tanggung jawab rekanan. Dalam hal ini, PDAM Tirtanadi tinggal terima bersih, sesuai dengan kontrak kerja.
“Kontrak kerja proyek diputuskan untuk dilakukan secara terintegrasi mulai perencanaan sampai selesai. Dalam hal ini, PDAM Tirtanadi tinggal terima bersih. Sehingga, kalau kemudian muncul pertanyaan jaksa menanyakan harga satuan, tentu akan tidak nyambung lagi,” katanya.
“Dan sebagaimana terungkap dalam persidangan, sesuai pengakuan saksi-saksi, proyek sudah selesai dan sudah menghasilkan. Bahkan dari kontrak 200 liter/detik, berdasarkan pengakuan saksi di persidangan, sudah mencapai 230 liter/detik. Lalu sebenarnya sidang ini mau mencari apa?” sambung Andar.
Alumni SMP Tri Sakti Medan ini juga menyinggung soal perizinan. Kata dia, dalam proyek IPA Martubung ada beberapa izin yang harus dimohonkan. Dan masing-masing izin itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan ada saling keterkaitan.
“Dan sebagaimana terungkap dalam sidang, bahwa proses izin ini yang membuat pekerjaan lama. Bahkan rekanan sempat bermohon, apakah bisa melakukan pekerjaan sembari menunggu izin. Itu dimohonkan, karena waktu yang harusnya untuk bekerja, habis tersita untuk menunggu izin. Dan ini sangat merugikan rekanan. Namun, PDAM Tirtanadi tetap minta agar tunggu izin keluar, baru dilakukan pekerjaan,” kata Andar Sidabalok.
BACA JUGA: Sidang Kasus PDAM Tirtanadi Dipantau Komisi Yudisial
Pengakuan Saksi-saksi
Sebagaimana diketahui, sidang dugaan korupsi pada proyek IPA Martubung terus berlanjut. Terakhir, Kamis (13/12/2018), adalah pemeriksaan saksi atas nama Aulia Natalian (Asisten Operasional PDAM Tirtanadi Sumut), anggota Kelompok Kerja (Pokja) Joni dan Abdul Hakim.
Salah satu saksi membenarkan, bahwa ada proyek IPA Martubung senilai Rp58 miliar. Sebagai asisten operasional dia mengaku bekerja sampai proyek selesai. Dia pun membenarkan, tanda tangan kontrak kerja dilakukan Ir Suhairi mewakili PDAM Tirtanadi dan I Made S mewakili KsO Promits-LJU.
Saksi membenarkan bahwa pekerjaan sudah selesai 100 persen. Dia pun mengetahui ada adendum pertama sampai ketiga dan menurutnya, itu memang diperbolehkan. Saksi juga membenarkan, bahwa pembiayaan belum dibayar 100 persen. Baru 95 persen. Soal debit air, kata saksi sudah tercapai bahkan lebih. Harusnya 200 liter/detik, menjadi 230 liter/detik.