Sidang IPA Martubung: Swasta tak Layak Audit Proyek Pemerintah

direksi pdam

topmetro.news – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi IPA Martubung dengan terdakwa Flora Simbolon dan PPK Suhaeri, kembali digelar, Kamis (24/1/2019). Sidang digelar di Ruang Cakra 6 PN Medan, dengan menghadirkan dua saksi dari direksi PDAM Tirtanadi, oleh JPU dari Kejari Belawan. Mereka adalah, Direktur Air Minum Delviandri dan Diektur Air Limbah Hari Batanghari.

BACA JUGA: Soal Amplop, Kajari Belawan Diminta Investigasi Kasi Pidsus Nurdiono

Tak Ada Sudit BPKP

Saat bersaksi untuk Flora Simbolon, baik Delviandri maupun Hari Batanghari sama-sama menyampaikan, bahwa belum ada audit dari BPKP maupun inspektorat terhadap Proyek IPA Martubung. Menurut Delviandri, biasanya proyek di PDAM Tirtanadi selalu diaudit oleh BPKP atas permintaan BUMD tersebut. Sedangkan Hari Batanghari menyebut, tak layak kalau proyek pemerintah diaudit lembaga swasta.

Hal di atas mereka sampaikan menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa, Andar Sidabalok SH MH, terkait keberadaan Hernold Makawimbang, yang disebut sebagai auditor Proyek IPA Martubung. Dalam hal ini, baik Delviandri maupun Hari Batanghari mengaku tidak pernah menerima hasil audit Hernold Makawimbang. Keduanya juga menyebut tidak pernah diaudit oleh Hernold Makawimbang.

Bahkan saksi Hari Batanghari mengaku tidak pernah kenal Hernold. Dan setahu dia, nama tersebut (Hernold Makawimbang) saksi tidak pernah mengaudit IPA Martubung. “Proyek lain di PDAM diaudit oleh BPKP atas permintaan PDAM,” katanya.

Dalam sidang itu Hari Batanghari menyebut, saat diperiksa di kejaksaan, kepada dirinya penyidik bilang proyek (IPA Martubung) sudah diaudit. Tapi dia mengaku, ketika itu dirinya tidak tahu persis, apakah yang dimaksud audit oleh penyidik itu, dilakukan BPK atau BPKP.

Kata saksi ini, saat diperiksa, berkas hanya dipegang dan dia tidak melihat isinya. Padahal, kata kuasa hukum terdakwa dalam sidang tersebut, bahwa (berkas) itu adalah BAP juga, atas nama Hernold Makawimbang dan bukan hasil audit.

Memang, menurut Hari Batanghari, dirinya pernah juga bertanya kepada Direksi PDAM Tirtanadi soal audit. Menurut dia, dirut menyebut, itu bukan dari BPKB atau inspektorat. Padahal setahu, saksi, yang memeriksa proyek negara adalah BPK, BPKP, inspektorat. “Dan tidak layak diaudit oleh swasta,” katanya.

Tidak Ada Kerugian

Sementara terkait proyek itu sendiri, kedua saksi dari jajaran Direksi PDAM Tirtanadi ini sama-sama menyebut, pekerjaan sudah selesai.

Menurut Delviandri pekerjaan sudah selesai karena sudah menghasilkan sesuai kontrak. Saksi ini juga menyebut, tidak tahu ada kerugian dalam proyek dimaksud. Soal pemilihan EPC ‘lump sum’, kata dia, karena lebih cepat apalagi daerah Martubung butuh air.

Menjawab pertanyaan kuasa hukum, saksi menyebut bahwa adanya keterlambatan juga disebabkan masalah izin. Disebutkan, andai tidak ada masalah izin tersebut, maka pekerjaan bisa selesai sesuai waktu kontrak.

Saksi juga menyampaikan, bahwa ‘lump sum’ berbeda dengan lelang satuan. Sehingga, kata Delviandri, dalam sistem ‘lump sum’ tidak ada harga satuan. Dijelaskan juga, kalau sistem ‘lump sum’, maka segala resiko menjadi tanggung jawab pelaksana. Kalau sistem satuan, segala resiko jadi tanggung jawab PDAM.

Saksi ini juga menyampaikan, bahwa dalam sistem ‘lump sum’, perubahan dalam pekerjaan boleh. Tapi spesifikasi tidak diubah.

Sedangkan saksi Hari Batanghari menyebut, soal keterlambatan pekerjaan, menurut laporan PPK Suhairi, adalah disebabkan masalah izin-izin. Saksi ini pun tahu, yang tanda tangan kontrak, adalah Made dan Suhairi.

Ditanya soal EPC ‘lump sum’, Hari Batanghari mengaku tahu secara umum. Yaitu, apabila proyek sudah memenuhi output sesuai kontrak, maka pekerjaan dianggap sudah selesai. Dan saksi ini mengaku pernah ke Martubung dan mengetahui, bahwa output sudah 200 liter per detik, sesuai kontrak.

reporter: Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment