Ironis, Transaksi Sewa-Menyewa Kios di Pasar Pringgan Tak Berkuitansi

Ironis, Transaksi Sewa-Menyewa Kios di Pasar Pringgan Tak Berkuitansi

topmetro.news – Pedagang yang berjualan di Pasar Pringgan mengeluhkan biaya pengurusan Surat izin pemakaian tempat berjualan (SIPTB) di Pasar Pringgan. Pasalnya, pengelola Pasar Pringgan tidak pernah menjelaskan mengenai besaran tarif pengurusan SIPTB tersebut secara detail.

“Berdasarkan keterangan pengelola pasar di sini, biaya pokok untuk mendapat SIPTB saja sudah Rp3,5 juta. Ditambah biaya yang lain, mencapai Rp6 juta,” ungkap salah seorang pedagang bumbu di Pasar Pringgan, Yelda kepada topmetro.news belum lama ini.

Sebelumnya, perempuan yang telah berjualan sejak tahun 2005 itu juga mengaku sudah pernah menyelesaikan pembayaran sewa meski tanpa ada bukti pembayararan.

Yelda bercerita, sebelum pengelolaan Pasar Pringgan beralih dari PD Pasar Kota Medan ke PT Parbens, ia sudah membayar uang sewa ke pengelola Pasar Pringgan untuk 3 unit kiosnya.

Namun lantaran uang yang bisa dibayarkan baru Rp10 juta, maka ia baru mendapatkan surat untuk 1 kiosnya, sementara sertifikat untuk 2 kios lainnya masih ditahan.

Masalah datang saat Kepala Pasar Peringgan yang menerima pembayaran pertamanya sakit dan kemudian meninggal dunia. Yelda yang sudah membayar Rp10 juta dan kemudian bermaksud membayar kekurangan untuk 2 kios lainnya harus menunggu hingga ada kepala pasar yang baru.

“Aku udah siapkan kekurangannya Rp5 juta dengan cara cari pinjaman, tapi cukup lama juga aku baru bisa membayar sampai ada kepala pasar yang baru,” tuturnya.

Tanpa Kuintansi

Upaya Yelda menyelesaikan pembayaran pun berhasil, dan tetap berlangsung tanpa kuitansi. Hanya saja, usai ia membayarkan kekurangan, surat izin sewa tidak langsung keluar, hingga pengelolaan Pasar Pringgan di alihkan ke PT Parbens, yang setelah 1,5 tahun kemudian menyerahkan kembali pengelolaan Pasar Pringgan ke PD Pasar.

Pengelola Pasar Pringgan yang baru pun kemudian meminta surat izin menyewa kios. Jika sudah ada, maka pedagang hanya perlu membayar biaya perpanjangan yang besarannya Rp250 ribu per tahun.

“Karena aku hanya punya 1 surat, jadi aku hanya bisa bayar untuk 1 kios yang aku gak pakai. Sementara 2 kios lainnya yang aku pakai sekarang ini gak ada suratnya, walau aku sudah bayar dulu,” terangnya.

Yelda mengaku sudah menjelaskan kepada pengelola pasar yang baru terkait pembayaran yang dilakukannya dulu. Tetapi pengelola pasar meminta agar Yelda mengurus baru, dan permudah dengan mencicil.

“Tetapi aku gak punya kesanggupan lagi untuk mencicil, karena cicilan untuk biaya sewa yang lama pun belum juga selesai,” katanya.

Keberatan Yelda membayar Rp6 juta per kios mendorongnya meminta pendapat dari kerabatnya yang bekerja di PD Pasar. Dari informasi yang diterima disebutkan kalau biaya sewa kios berdasarkan Perda hanya Rp1 juta.

“Sementara kalau berdasarkan keterangan pengelola pasar di sini, biaya pokoknya saja sudah Rp3,5 juta.  Tambah biaya yang lain, mencapai Rp6 juta,” tambahnya.

Karena ketidakmampuannya membayar biaya sewa, Yelda mengaku sudah mendapat peringatan pertama. Yelda yang merasa menjadi korban ketidakberesan administrasi di Pasar Pringgan berharap surat izin sewa yang sudah ia bayarkan sekitar tiga tahun lalu bisa dikeluarkan, tanpa harus membayar ulang.

“Sudah-sudah selesai,” imbuhnya, Senin (21/3/2022).

Selesaikan Masalah

Sementara itu, Kepala Pasar Pringgan, Syafwan Siregar, mengaku sudah berupaya menyelesaikan persoalan yang  Yelda alami. Syafwan menawarkan agar salah satu kios Yelda bisa beralih ke pihak lain dan tidak di bebankan untuk mengurus SIPTB.

“Kita sudah membantu. Kita tawarkan agar salah satu kiosnya dialihkan ke pihak lain,” bebernya.

Terkait besaran tarif pengurusan SIPTB, Syafwan tidak dapat menjabarkannya. Ia berdalih, SK tersebut berada di PD Pasar.

“Besaran tarifnya lupa saya detailnya. Cuma masing-masing tempat jualan berbeda-beda besaran tarifnya. Kalau tidak salah, 15 kali kontribusi x 30 x 15,” bebernya tanpa menyebutkan jumlah tarifnya.

Sedangkan mengenai kwitansi di Pasar Pringgan, kata dia, tidak pernah dia berikan sejak ia menjabat sebagai pengutip di PD Pasar.

“Mengenai kwitansi itu kan kepercayaan kita sama pedagang. Jadi tidak pernah kita berikan dan mereka pun tidak pernah memintanya,” tutupnya.

reporter | Thamrin Samosir

 

Related posts

Leave a Comment