Kematian Brigadir J, Kinerja Kapolri Bikin Publik Frustasi

00-pandapotan silalahi

TOPMETRO.NEWS – Publik kini benar-benar dirundung kecewa. Kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, bikin publik bak minum pil pahit. Bagaimana tidak, pengungkapan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua Hutabarat alias Brigadir J yang dilakoni eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo bersama 4 tersangka lainnya belum sesuai harapan publik.

catatan | *PANDAPOTAN SILALAHI

Kinerja Kapolri yang terkesan ‘memble’ ini bikin publik frustasi. Sejatinya publik ingin seorang figur Kapolri yang tegas dan berwibawa. Sialnya, harapan itu sepertinya sirna.

Tegas, berarti mampu memimpin pasukan dan kepemimpinannya didengar dan diikuti bawahan (jajarannya).

Kemarin Kapolri Jenderal Listyo Sigit sudah berjanji ke publik bahwa proses rekonstruksi Selasa (30/8/2022) akan digelar secara terbuka, transparan. Faktanya, ketika pengacara keluarga Brigadir J ingin mengikuti proses rekonstruksi mengapa ‘diusir’ dari lokasi? Apa ada yang masih disembunyikan?

Terlepas siapa yang mengusir tim pengacara keluarga Brigadir J, yang jelas mereka yang mengusir itu berstatus polisi. Nah, publik kini menagih janji Kapolri yang ingin proses reka ulang peristiwa itu transparan dan tak ingin ada yang ditutup-tutupi.

Masihkah, perintah Kapolri didengar bawahannya? Ini salah satu pointernya.

Niat baik Kapolri agar kasus ini transparan ternyata tak bergayung sambut dari bawahan. Proses reka ulang peristiwa ”Duren Tiga Berdarah” ini tidak fair. Karena hampir semua lembaga pemangku kepentingan seperti Komnas HAM, LPSK, Kompolnas, ada di situ. Bahkan pengacara tersangka juga terlihat di sana. Tapi mengapa pengacara keluarga Brigadir J di usir? Apa yang bisa kita lakukan? Mengapa ada pengusiran di moment itu?

Tentu tidak harus diam, bukan? Kalau bukan suara Kapolri, suara siapa lagi yang bisa didengar setingkat Komjen kebawahnya?

Inilah salah satu faktor yang bikin publik kian frustasi.

Di mata publik, wibawa Kapolri saat ini boleh dibilang sudah hilang, akibat prilaku bawahannya. Seharusnya oknum-oknum yang tak ikut perintah itu harus ‘dibabat’ habis! Paling tidak ditindaklah.

Sebagai penulis, saya punya tanggungjawab moral untuk sekadar mengingatkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Sejak menjadi Polisi, setiap anggota sudah berjanji bahkan bersumpah kepada Tuhan (red, bukan kepada manusia) untuk bekerja sebaik mungkin.

Pertanyaannya, apakah Kapolri sudah benar-benar bekerja sebagaimana sumpah janjinya?

Ada kekhawatiran Kapolri kini sedang berada di lingkungan yang dipenuhi dengan orang-orang ‘pembangkang’. Terkesan pula, Kapolri takut untuk bertindak tegas. Benar atau tidak, memang ini perlu ditelusuri lebih dalam lagi.

Aneh saja, sekaligus tak bisa diterima akal sehat. Mengapa Kapolri sepertinya tidak bisa bertindak tegas, padahal Presiden Jokowi sudah meminta agar kasus pembunuhan Brigadir J dibuka selebar-lebarnya, transparan, akuntabel, jangan ada yang ditutup-tutupi.

Sialnya, kasus ini pun sudah menyeret hampir 100-an orang anggota Polri. Mereka ikut terkena getahnya, padahal Ferdy Sambo yang ‘makan nangka’.

Tak berlebihan rasanya jika publik minta pertanggungjawaban Jenderal Listyo Sigit sebagai Kapolri. Dimana tanggungjawabnya, mengapa kasus ini bisa terjadi. Apalagi peristiwa ”Duren Tiga Berdarah” ini terjadi persis di depan mata.

Sebagai pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Listyo Sigit sejatinya bersikap ksatria. Masih mampukah membawa gerbong besar sekelas Polri? Jika tak mampu, (maaf) silakan ‘munte’ alias mundur teratur. Begitu nada teriakan netizen yang kini bersileweran di media sosial.

Kritik ini seharusnya bisa dijadikan cambuk demi perbaikan kinerja Polri ke depan. Dengan kata lain, siapa pun anggota yang tak bisa dibina, sebaiknya ‘dibinasakan’. Jangan sampai mereka menjadi ‘duri dalam daging’.

Ketegasan dan wibawa Kapolri sebuah marwah yang harus dijunjung tinggi karena ini nantinya harus dipertanggungjawabkan kepada publik, terlebih kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jujur saja, publik memang sudah kecewa dengan kinerja Kapolri. Bahkan rasanya sudah ke level frustasi.

Entah kenapa, saya tiba-tiba jadi kembali mengingat keberadaan Satgasus (Satuan Tugas Khusus) yang dikomandoi Ferdy Sambo, selain menjabat Kadiv Propam Polri (saat itu).

Kapolri tak perlu menutup mata, apalagi berpura-pura tutup telinga, seolah tidak tahu keberadaan Satgasus yang konon dibentuk mantan Kapolri Tito Karnavian yang kini menjabat sebagai Mendagri itu.

Setelah kasus ini terbongkar, lagi-lagi sikap Kapolri sangat mengecewakan. Rasa kecewa publik, mengapa Kapolri Jenderal Listyo Sigit terkesan ‘terburu-buru’ membubarkan Satgasus itu? Padahal publik menginginkan audit. Publik ingin tahu lebih jauh keberadaan Satgasus dimaksud. Benarkah Satgasus itu sebagai lembaga super antibody di tubuh Polri? Atau betulkah ada praktik-praktik ilegal terpelihara sempurna di situ?

Mengapa saat kasus ini mencuat, semua praktik judi di negeri ini bisa seolah (tiba-tiba) tutup? Cukup mengherankan, bukan?

Bahkan kelihatan Kapolda Sumut Irjen Panca Simanjuntak tampak terlalu ‘bersemangat’ memberantas judi di wilayah hukumnya, yang mesti akhirnya kita sama-sama tahu Polda Sumut masih ‘gagal’ manangkap cukong (bandar besar)?

Dengan kata lain, jajaran Polda Sumut cuma mampu menangkap jurtul alias kroco-kroconya? Maaf, bukan mau mengerdilkan kemampuan personilnya. Tapi faktanya memang begitu. Lantas, selama ini Kapolri kemana, mengapa tidak teriak berantas judi?

Kenapa justru sekarang setelah Satgasus dibubarkan, baru teriak berantas? Hal-hal seperti inilah yang bikin publik kian kecewa, memendam rasa frustasi mendalam. Yang kasihan rakyat, tak bisa berbuat apa-apa. Mereka cuma bisa melampiaskan kekecewaannya lewat media sosial. Alih-alih semua polisi bisa lihat.

Lewat peristiwa ‘Sambo’ ini, entah mengapa pula, saya masih punya keyakinan jelek. Sepanjang Kapolri belum bisa bertindak setegas-tegasnya, niscaya akan muncul ‘Sambo-sambo’ lainnya di tubuh Polri. Karena sekarang saja, cikal bakal itu sudah terlihat ada, dan mulai terasa.

Insan Polri, sejak awal sudah berjanji dan bersumpah kepada Tuhan untuk bekerja secara baik, mengayomi masyarakat.

Begitupun para pejabat Polri, yang sudah mengucapkan sumpah jabatan. Harap diingat bahwa publik tak meminta banyak. Mereka cuma mau agar jadilah polisi yang mengabdi kepada rakyat, berpihak pada kebenaran dan membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Semoga!

penulis, wartawan TOPMETRO.NEWS, penikmat masalah-masalah sosial perkotaan.

Related posts

Leave a Comment