Kerangkeng Manusia TRP Bukan Panti Rehab, Forensik: Patahan Tulang Kepala Bedul Penyebab Kematian

Kerangkeng manusia

topmetro.news – Persidangan lanjutan kasus kerangkeng manusia milik TRP di Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala semakin terungkap jika yang digaung-gaungkan “kelompok Kuala” sebagai Panti Rehab, jelas nyata diungkap para saksi jika panti milik TRP tersebut selain ilegal juga sangat tidak layak dan bukan Panti Rehab. Hal itu diungkapkan saksi Suku Ginting dari BNN Provinsi Sumut.

Sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan terdakwa Suparman dkk yang digelar di Pengadilan Negeri Stabat pada Rabu (14/9/2022) tersebut menghadirkan beberapa saksi ahli diantaranya dr.H.Mistar Ritonga S.Pfm (ahli Forensik), Rajani Lindung Sianturi (Disnaker Prov.Sumut), Suku Ginting (BNN Prov.Sumut) dan dr.Surjit Singh (ahli Forensik).

Sidang TPPO tersebut mengungkap jika selain pekerja sosial seperti relawan dan PKL, pihak perusahaan wajib memberikan gaji dan tunjangan lainnya.

“Sesuai UU Tenaga Kerja No.13 Tahun 2003, para pekerja wajib menerima gaji minimum UMR. Pada intinya pekerja yang wajib menerima bayaran gaji yang mengikuti standar UU No.13 Tahun 2003. Pekerja anak (di bawah umur) maksimal kerja selama 3 jam. Begitu juga kalau pekerja perempuan wajib mendapat cuti haid,” ujar saksi Rajani Lindung Sianturi dari perwakilan Disnaker Provinsi Sumut saat ditanya Ketua Majelis Hakim Halida Rahardhini, Adriansyah dan Dicky Rivandi secara bergantian dengan Tim JPU Indra Ahmadi Efendi Hasibuan SH, Baron Sidik SH MKn, Jimmy Carter SH MH, Aron Wilfrid Maruli Tua SH dan Juanda Fadli SH.

Sayangnya, baik Majelis Hakim dan JPU tidak berhasil mendapat keterangan serta kesimpulan dari saksi terkait devenisi terkait perdagangan orang dan perbudakan.

Kerangkeng manusia

Segala pertanyaan yang diajukan Majelis Hakim dan JPU terkait perbudakan manusia yang status tidak pernah memiliki perjanjian kerja, saksi terus mengembalikan sepenuhnya ke peraturan dan UU Tenaga Kerja.

Sementara itu, saksi lainnya dari BNNP Sumut Bidang Rehabilitasi, Suku Ginting, menjelaskan jika kerangkeng manusia untuk rehabilitasi milik Bupati Langkat nonaktif TRP tidak layak dan bukan Panti Rehabilitasi.

Dijelaskan saksi kriteria sebuah Panti Rehabilitasi harus memenuhi peraturan dan UU serta ijin kesehatan.

Terkait rehab medis, saksi memaparkan untuk menangani pasien rehab harus memiliki asesmen serta ditangani medis bersertifikasi. Rehab medis dan sosial itu seperti mengetahui halunisasi seperti apa yang dialami pasien. Sedangkan sosial itu apakah diketahui jika korban siap untuk bersosialisasi ke masyarakat.

“Karena Panti Rehabilitasi harus ada standart dan ijin pembinaan, ada struktur, ada petugas kesehatan, terpenuhi ruangan untuk diagnosa, ruangan sosialisasi dan sebagainya,” ujarnya

Saksi juga memaparkan jika penangan korban penyalahgunaan narkoba pada tahap awal harus lewat asesmen dan terapi, serta diagnosa awal yang dilaksanakan oleh orang yang terlatih dan punya kompetensi.

Saat ditanya JPU apakah menanangani pecandu narkoba harus lewat pemukulan? Dijawab saksi tidak boleh. “Intinya tidak boleh ada kekerasan,” terangnya.

JPU kembali bertanya terkait apakah orang yang direhab ada program untuk diperkerjakan secara paksa dengan alasan rehab kesehatan untuk melupakan narkoba? Saksi meluruskan bahwa orang rehab bukan dipekerjakan, tapi diberi pelatihan melalalui instruktur pelatih.

Terkait panti rehab milik TRP, saksi juga telah mengetahuinya. Saksi menjelaskan lokasi tersebut tidak memenuhi srandart panti rehabilitasi.

Jawaban saksi membuat PH terdakwa keberatan. Menurut tim PH, saksi hanya merupakan ahli zat adiktif serta pengaruh psikotrapika dan tidak masuk dalam ranah soal ijin.

Namun dijawab saksi bahwa tugasnya juga menyeluruh baik dampak narkoba serta terkait kelayakan sebuah panti.

Tim PH kemudian menanyakan jika panti rehab TRP sudah lama berdiri, kenapa BNNP Sumut tidak memberikan pembinaan.

Saksi menjelaskan jika pembinaan terus dilakukan kepada panti rehab sedah memiliki ijin. “Sedangkan panti rehab TRP tidak memiliki ijin dan bukan panti rehab,” tegasnya sembari menambahkan jika masalah perijinan yang mengeluarkan Pemda setempat.

Saksi memaparkan jika BNN tidak memiliki domain untuk pembinaan di lokasi milik TRP karena memang bukan panti rehab.

Sementara itu, terkait dengan kematian Abdul Sidik Isnur alias Bedul, ahli Forensik dr.Surjit Singh yang pernah memimpin Tim Forensik ekshumasi dan outopsi membongkar kasus korban-korban Dukun AS tersebut, menjelaskan dengan rinci pemaparan hasil outopsi tengkorak dan tulang belulang alm.Bedul.

Saat ditanya Majelis Hakim apa saja yang tidak lazim ditemukan pada jenazah Bedul, saksi menjekaskan bahwa ditemukan warna merah pertanda adanya resapan darah pada rongga mata yang patah sampai rahang bawah.

“Pada tengkorak jenazah ditemukan patahan tulang di kepala sebagai penyebab kematian. Selain itu, tulang iga terlihat kehitaman karena dugaan adanya penganiayaan. Tulang ekor ada memar merah kehitaman. Jadi saat korban masih hidup mengalami mengalami penganiayaan berupa hantaman/benturan benda keras. Hal itu terlihat saat dilakukan Pathologi Anatomi. Yang pasti, trauma pada dasar tengkorak kepala sangat fatal, terlebih jika awalnya tidak ditangani oleh yang bukan ahlinya,” terang saksi.

Saksi menjelaskan jika keterangan terkait hasil ekhsumasi dan outopsi yang dilakukan bisa mengungkap semua kasus kejahatan yang diterima korban. “Intinya untuk proses penegakan hukum dan keadilan,” ujar saksi penuh kearifan.

Sidang perkara kerangkeng manusia milik TRP dilanjutkan kembali pada hari Selasa 20/9/2022) dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi.

Reporter I Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment