Wartawan Wajib Menjaga Independensi Dalam Pilkada, Pileg dan Pipres

menjaga independensi

topmetro.news – Pengurus organisasi wartawan harus mundur dari jabatan diorganisasi jika ikut berkompetisi di Pilkada. Begitu juga pengurus maupun wartawan yang terlibat dalam posisi sebagai tim sukses. Ini sesuai dengan aturan organisasi demi menjaga independensi pers.

Wartawan senior Karni Ilyas, anggota Dewan Kehormatan PWI sudah pernah membuat preseden bagus. Dia tak berkompetisi, tim sukses juga bukan, tapi pada waktu Pilpres 2014 dia mengambil cuti sebagai pemimpin redaksi tvOne. Dia juga mencutikan programnya ILC yang terkenal itu selama tiga bulan. Sebab, stasiu televisi tempat bekerja pemiliknya adalah pimpinan Golkar. Kerugian acara ILC karena cuti mencapai 20 milyar rupiah karena otomatis tidak ada pemasukan iklan.

Menyambut tahun politik dan pesta demokrasi Pilkada, Pileg, dan Pilpres tahun 2018 dan 2019, Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, Ilham Bintang menegaskan dalam PD/PRT PWI ada pasal yang melarang pengurus merangkap jabatan di parpol. Secara substansial kalau ada pengurus yang maju otomatis sudah sama dengan merangkap jabatan di parpol. Harus berhenti atau nonaktif sebagai pengurus maupun profesi kewartawanannya.

Dewan Kehormatan PWI Pusat juga menyatakan wartawan yang terlibat menjadi tim sukses calon yang berkompetisi harus berhenti atau nonaktif jadi wartawan.

“Tim sukses berjuang untuk satu golongan, sedangkan prinsip pers atau media melayani semua golongan untuk mencapai tujuan utamanya, demi mewujudkan kebenaran, dan kepentingan publik, serta kelangsungan demokrasi,” kata Ilham dalam siaran persnya di Jakarta pada hari Minggu (21/1/2018).

Ilham mengatakan DK PWI telah membentuk satu tim mengawasi anggotanya di seluruh Indonesia yang menjadi tim sukses paslon di beberapa Pilkada.

“DK-PWI sebentar lagi mengumumkan data -data itu. Saat ini sedang diverifikasi oleh tim,” kata dia.

DK-PWI juga mengingatkan seluruh media pers mengenai sanksi teguran keras kepada media-media partisan, bahkan ancaman pencabutan izin dari otoritas penyiaran. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan pada media. Media yang kehilangan kepercayaan publik, memang bisa dianggap selesai sudah hidupnya,” tandas Ilham.

Pada prinsipnya, lanjut Ilham, wartawan harus menjunjung tinggi moral dan etika profesi, itu lebih tinggi dari aturan hukum apalagi Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT).

“Wartawan independen, bukan berarti tak berpihak. Keberpihakan wartawan untuk kepentingan rakyat, dan kelangsungan demokrasi. Itu parameter yang digunakan DK-PWI,” pungkasnya.

AD/ART

Soal aturan AD/ART PWI yang melarang pengurus merangkap jabatan di kepengurusan parpol, Ilham mengatakan dia ikut merumuskan. Substansi larangan itu mencegah pengurus menyalahgunakan kedudukannya untuk kepentingan parpol.

“Saya ikut merumuskan itu zaman chaos, ketika PWI hadapi persoalan yang amat berat terkait keterkaitannya dengan kekuasaan Orde Baru,” kata Ilham Bintang.

Dalam sistem demokrasi kita calon yang mau maju pilkada harus melalui parpol. Orang yang diusung parpol, jelas lebih dari pengurus posisinya karena harus memperjuangkan kepentingan parpol. Dalam bahasa Megawati, Jokowi itu petugas parpol.

Kode etik itu mahkota wartawan. Berdada di atas hukum dan AD/ART. Dalam UU Pers, sebenarnya pelanggaran kode etik juga pelanggaran hukum. Dalam UU ada pasal eksplisit menyebutkan wartawan menaati kode etik.

DK PWI menjaga dan mengawasi penaatan KEJ oleh seluruh anggota. Artinya, dari anggota muda sampai ketua. Nilai tertinggi professi wartawan memang moralitas.(TM/Rel)

Related posts

Leave a Comment