Tata Ulang Impor Besi, Pengusaha Gelisah

Tata Ulang Impor Besi

topmetro.news – Tata ulang impor besi mengakibatkan kalangan pengusaha gelisah. Hal itu dilatarbelakangi kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemdag) yang menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22/2018. Tata niaga dan Ketentuan impor Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya nantinya diatur dalam . Inti aturan itu menggeser pengawasan larangan dan pembatasan impor dari wilayah kepabeanan (border) keluar wilayah kepabeanan (post border).

Dengan post border artinya pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan impor dilakukan setelah melalui kawasan pabean. Perubahan ini dilakukan dengan menerbitkan Permendag yang sudah berlaku pada 1 Februari 2018. “Ini amanat tim tata niaga yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perekonomian,” ungkap Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Senin (12/2/2018).

Sementara Karyanto Suprih, Sekjen Kementerian Perdagangan menjelaskan ada pergeseran impor beberapa komoditas dari border ke pos border. “Tujuannya mempermudah impor bahan baku,” katanya.

Hanya saja sejumlah pelaku industri mengeluhkan pemberlakuan aturan itu. Salah satunya Asosiasi Fastener Indonesia (AFI). Asosiasi yang kini memiliki anggota sekitar 15 perusahaan dengan total menyerap 6.000 orang, tenaga kerja ini memproduksi sekrup, baut, mur, paku, dan komponen otomotif.

“Kami khawatir akan membanjirnya produk jadi dari industri hilir yang didatangkan oleh importir umum untuk keperluan diperdagangkan,” ujar Rahman Tamin, Ketua AFI dalam keterangan pers, Senin (12/2/2018).

Butuh Proses Importasi

Menurutnya, Permendag 22/2018 yang menghapuskan pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian, diprediksi tidak bisa lagi mengontrol pasokan dan permintaan industri di dalam negeri. “Kami merasa pertimbangan teknis dari Kemperin itu masih diperlukan dalam proses importasi besi dan baja,” tutur Rahman.

Apabila dalam pengajuan perizinan impor tidak dikendalikan, impor produk jadi dari besi dan baja akan melimpah dan mengancam industri dalam negeri. “Apalagi, pengawasan larangan terbatas itu telah bergeser ke post border,” imbuhnya.

Afandi, Direktur Utama PT Pertamina Lubricants mengaku, sejauh ini masih mempelajari aturan detailnya. Namun menurutnya aturan ini memang memberi kemudahan dalam proses impor.

Hanya saja menurut dia, sudah ada ketentuan lain untuk melindungi konsumen, yakni harus memiliki nomor pelumas terdaftar (NPT). “Asal dibarengi dengan pengawasan pelumas yang beredar harus memenuhi syarat NPT, maka konsumen terlindungi,” kata Afandi yang juga Ketua Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) itu.

Industri Dalam Negeri, Merugi

Sementara itu, Aziz Pane, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) menjelaskan aturan itu merugikan industri dalam negeri lantaran ketentuan pengecekan dari Kementerian Perindustrian dihapus dan izin impor hanya langsung lewat Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan. “Ini membuat iklim investasi buruk. Investasi yang masuk berhenti di BKPM saja,” kata Aziz, Minggu (11/2/2018).

Akibat aturan ini, ada dua perusahaan China, satu perusahaan Taiwan, satu perusahaan India dan satu perusahaan ban asal Hong Kong menahan diri berinvestasi. (tmn)

sumber: kontan

Related posts

Leave a Comment