Dinilai Fitnah, Serangan terhadap Jokowi tak Masif Lagi

joko widodo

topmetro.news – Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, serangan terhadap Jokowi tidak lagi semasif dulu.

Menurut dia, salah satu penyebab utama berkurangnya isu-isu yang menyerang Presiden Jokowi adalah masyarakat mulai sadar bahwa isu-isu yang menyerang Jokowi umumnya fitnah dan bohong.

“Masyarakat sudah mulai sadar dan melihat sendiri bahwa isu-isu yang menyerang Jokowi, seperti Jokowi anti-Islam, Jokowi komunis, atau isu ekonomi, kebanyakan fitnah dan bohong. Isu-isu itu dibungkus seolah-olah fakta dan masyarakat sudah menyadari itu,” ujar Yunarto.

Kesadaran masyarakat itu tak terlepas dari langkah Jokowi dan jajaran pemerintahannya yang membeberkan data serta fakta yang benar dan cepat untuk mengklarifikasi isu-isu yang berkembang di masyarakat. Langkah itu berdampak positif sehingga masyarakat bisa membedakan data benar dan bohong.

“Langkah ini perlu terus dilakukan pemerintahan Jokowi. Sehingga masyarakat memiliki data pembanding dan referensi data dalam menilai isu-isu yang menyerang Jokowi,” katanya.

Tak hanya itu, kata Yunarto, penegakan hukum yang tegas juga telah membuat isu-isu yang bernada fitnah dan bohong, berkurang.

Serangan Berdasarkan Fitnah

Ketika aparat hukum masuk dalam wilayah penanganan berita bohong, kata dia, isu-isu negatif dan serangan terhadap Jokowi mulai berkurang. “Hal tersebut juga menunjukkan bahwa umumnya isu yang menyerang Jokowi hanya didasarkan fitnah dan kebohongan belaka,” kata dia.

Dikatakan pula, bersamaan dengan melemahnya isu yang serangan terhadap Jokowi, tren kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah cenderung naik dan mulai stabil di angka 60% ke atas. Menurut dia, tingkat kepuasan ini hanya menurun pada 2015 bahkan ketika itu sempat menyentuh di bawah 50%.

“Namun, mulai 2016 sampai sekarang cenderung naik dan stabil di atas 60%. Ini kemudian memengaruhi elektabilitas Jokowi yang tinggi juga. Jika kinerja ini dipertahankan, maka Jokowi bakal menang lagi di Pilpres 2019. Kecuali ada peristiwa luar biasa atau tsunami politik, seperti yang dialami Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pilgub DKI Jakarta,” kata dia.

Perubahan Pola Serangan

Yunarto mengingatkan Jokowi dan timnya terhadap adanya perubahan pola serangan terhadap Jokowi oleh lawan politik. Pada Pilpres 2104, kata dia, pola penyerangan lebih tertuju kepada individu Jokowi. Seperti menganggap Jokowi beragama Kristen, keturanan Tionghoa, komunis, dan fitnah lainnya.

“Nah, menghadapi Pilpres 2019, pola serangannya berubah. Tidak lagi menyerang pribadi Jokowi. Tetapi menyerang kebijakan Jokowi yang dikaitkan dengan isu politik dan ekonomi. Tetapi tetap didukung oleh data-data yang tidak benar,” tutur dia.

Yunarto mencontohkan serangan terhadap Jokowi seperti isu komunis yang dikaitkan dengan Tiongkok. Isu komunis ini, kata dia, kemudian dibungkus dengan kebijakan Jokowi yang dinilai seolah-olah berpihak kepada Tiongkok.

“Ujungnya, lawan politik Jokowi akan mengangkat soal kebijakan tenaga kerja asing dengan menggoreng isu komunis dan pro pada Tiongkok yang dibumbui dengan data-data yang sebenarnya tidak benar dan valid. Ini akan menyasar kelompok kelas menengah ke bawah. Dan bisa berpengaruh besar jika tidak segera diklarifikasi atau diantisipasi,” kata dia. (TM-RED)

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment