Bolehkah Hakim PT Vonis Perkara Korupsi Tanpa JPU dan Penasihat Hukum?

perkara korupsi

topmetro.news – Keingintahuan publik yang konsern dengan penegakan supremasi hukum khususnya perkara-perkara tindak pidana korupsi (tipikor) agaknya terobati. Bolehkah hakim tingkat pengadilan tinggi menjatuhkan vonis perkara korupsi tanpa dihadiri unsur jaksa penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa?

Hakim tingkat PT ketika memutus perkara tipikor tidak wajib/tidak harus dihadiri JPU maupun kuasa hukum terdakwa. Demikian halnya dalam perkara terdakwa perkata tipikor atas nama Tamin Sukardi yang diputus, Kamis (15/11/2018) lalu.

Hal itu ditegaskan Kahumas PT Sumut Adi Sutrisno SH, Senin (26/11/2018) di lobi lantai II PT Sumut, Jalan Ngumban Surbakti Medan.

“Hanya saja di akhir putusan, Majelis Hakim PT Sumut menyebutkan kalau putusan atas nama terdakwa Tamin Sukardi tersebut tanpa dihadiri JPU maupun penasihat hukum terdakwa dan terdakwa,” urai pria yang mempersunting Boru Panjaitan tersebut.

Dalam perkara tindak pidana biasa yang sempat mengundang perhatian publik di Tanjungbalai atas nama Meliana yang didakwa melakukan tindak pidana penodaan agama, putusan Majelis Hakim PT Sumut diketuai Daliun Salian SH juga tidak dihadiri JPU dan kuasa hukum dan terdakwanya.

Perkara Korupsi Tamin

Dalam perkara korupsi, terdakwa Tamin Sukardi (75), terkait pengalihan aset eks HGU PTPN 2, Majelis Hakim PT Sumut diketuai Dasniel SH bersama dua hakim anggota masing-masing Albertina HO dan Mangasa Manurung, Kamis (15/11/2018) menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta. Apabila denda tidak dibayar diganti dengan masa kurungan enam bulan.

Putusan pengadilan tingkat banding tersebut lebih berat dua tahun dari putusan majelis hakim tipikor pada PN Medan. Yakni pidana enam tahun penjara dan denda Rp500.000.000 subsidair enam bulan kurungan. Namun Majelis Hakim PT Sumut tetap mempertimbangkan dakwaan primer JPU dari Kejari Lubuk Pakam. Kerugian negara ditaksir Rp132,4 miliar.

Terdakwa juga dihukum membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp132,4 miliar rupiah. Ini harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila uang pengganti kerugian negara tidak bisa dibayarkan maka harta bendanya akan dirampas. Dengan ketentuan apabila tidak cukup diganti hukuman selama dua tahun penjara.

Perkara tipikor pengusaha asal Medan ini sempat ‘menyeret’ sejumlah nama dari unsur PN Medan maupun kalangan swasta, konon orang ‘suruhan’ Tamin agar vonisnya di tingkat PN Medan diringankan. Tamin sebelumnya dituntut JPU Kejari Lubuk Pakam pidana 10 tahun penjara.dan denda Rp500 juta.

Ketua Majelis Hakim Adhoc Tipikor Wahyu Prasetyo Wibowo SH, yang juga Wakil Ketua PN Medan sempat ikut terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa 28 Agustus 2018. Namun, dia dilepas lantaran dianggap belum kecukupan bukti keterlibatannya dalam suap pemulusan perkara korupsi Tamin.

Sedangkan anggota majelis Merry Purba SH resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sontan Merauke Sinaga SH yang juga anggota majelis hakim adhoc tipikor, karyawan swasta PT Erni Putra Terari Iwan, panitera pengganti pada PN Medan Oloan Sirait, pengacara Farida, serta staf terdakwa Tamin Sukardi, Merry Purba yang bernama Winda Ambor Boru Gultom, turut diperiksa KPK.

reporter: Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment