Kalau Rusak Diganti, Polemik Kotak Suara Pengalihan Isu

kotak suara

topmetro.news – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, jika ada kotak suara rusak karena bencana alam seperti banjir dan kebakaran, maka akan diproduksi lagi untuk menggantinya. Biaya produksinya akan ditanggung KPU kecuali jika kerusakan berasal dari pabrik yang memproduksi kotak suara tersebut.

“Kalau kotak suaranya rusak karena banjir atau gudang kebakaran, yah diproduksi lagi dan dibiaya KPU. Kalau rusak karena dari pabriknya, kita tuntut pabrik. Kalau rusak karena bencana, ya pabrik nggak bisa apa-apa,” kata Arief di Jakarta, Selasa (18/12/2018).

Arief mengatakan jika jumlah kotak yang rusak tidak terlalu banyak atau di bawah 10 persen dari jumlah yang dibutuhkan, maka mekanisme produksinya tidak perlu melalui mekanisme lelang lagi. KPU bisa langsung melakukan perubahan tambahan. Atau adendum klausul perjanjian dengan perusahaan yang memproduksi kotak suara.

“Nggak usah, ngapain lelang lagi? Kan bisa kalau nilainya kecil, di dalam regulasinya itu kalau nilainya di bawah 10 persen dia bisa diadendum,” tandas dia.

Diketahui, kotak yang diproduksi berbahan karton kedap air. Ukuran panjang 60 sentimeter dengan lebar 40 sentimeter. Kotak memiliki sisi transparan di bagian depan.

BACA JUGA: Iklan KPU Soal Capres Sudah Sesuai Nama yang Didaftarkan

Kotak Suara Alasan Kalah

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menyebutkan, polemik kotak suara yang terbuat dari bahan karton kedap air atau dupleks, merupakan pengalihan isu.

Menurut OSO, pihak-pihak yang mempermasalahkan kotak suara itu bisa saja nantinya menjadikan kotak suara sebagai alasan kekalahan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

“Iya, ini bisa saja pengalihan isu. Nanti, kalau orang kalah, orang mikirnya karena kotak suara. Bisa terjadi begitu,” ujar OSO di rumah Jusuf Kalla, Jakarta Selatan, Senin (17/12/2018) malam. Dikatakan, kotak suara Pemilu 2019 sudah dibahas berulang-ulang dan melibatkan banyak pemangku kepentingan terkait pemilu. Termasuk partai politik peserta Pemilu 2019.

Karena itu, ujar OSO, tidak bisa sepenuhnya menyalahkan KPU. “Kalau soal itu, jujur saja itu sudah dibahas bukan baru sekarang. Sudah dibahas berulang-ulang. Jadi, tidak bisa juga disalahkan KPU. Kenapa? Itu sudah merupakan satu keputusan yang diambil oleh KPU (dan disetujui DPR),” kata dia.

Namun, OSO berharap KPU tetap bekerja secara profesional, transparan, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini penting agar KPU tidak dituding berlaku tidak netral dan bisa berdampak negatif, khususnya kepada petahana.

“Tetapi, KPU sendiri harus melakukan langkah-langkah yang benar secara hukum,” ujar dia.

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment