Kejatisu tak Limpahkan Dugaan Penipuan Rp3,5 M Mujianto ke Pengadilan?

kejati sumut

topmetro.news – Rumor bakal dihentikannya pelimpahan berkas kasus dugaan penipuan Rp3,5 miliar atas nama pengusaha properti terkenal asal Medan Mujianto alias Anam oleh Kejati Sumut ke PN Medan kian ‘menggeliat’. Konon setelah ‘dibedah’ di Kejaksaan Agung (Kejagung), kasusnya dinilai bukan tindak pidana penipuan melainkan perdata.

Rumor bakal diurungkannya pelimpahan berita acara pemeriksaan (BAP) dibidani Poldasu tersebut ke PN Medan, beberapa hari terakhir semakin santer beredar. Khususnya di kalangan awak media yang biasanya meliput berita di lingkungan kejaksaan dan PN Medan.

Penjelasan Kejati Sumut

Kajatisu Fachruddin Siregar SH, di sela-sela mendampingi Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Intelijen Kejagung Dr Jan S Maringka SH pada acara kuliah umum di Auditorium Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Rabu (6/3/2019), akhirnya angkat bicara.

Kejati Sumut, katanya, beberapa waktu lalu mengajukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) untuk kasus penipuan senilai Rp3,5 miliar dengan tersangka atas nama Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejati Sumut ketika itu berpandangan kasusnya tidak layak dilimpahkan ke persidangan.

“Iya, itu kan ada ketentuan di kita. Sebelum ke pengadilan kita teliti dulu layak apa nggak BAP-nya diajukan ke pengadilan. Kami berpendapat belum layak. Maka kami meneruskan pendapat tersebut ke pusat (Kejagung-red). Dan menunggu sikap dari Kejagung apakah SKP2 disetujui atau tidak,” urai Fachruddin.

SKPP atau SKP2 ini, imbuhnya, berbeda dengan SP3. SKP2 merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diberikan tugas melakukan penuntutan perkara di persidangan. Alasan-alasan yang mendasari tim penuntut umum, tidak cukup bukti. Atau peristiwa tersebut dinilai bukan merupakan tindak pidana penipuan. Demi hukum, kasusnya sementara belum dilimpahkan ke pengadilan.

Sementara ketika ditanya seputar ‘bocoran’ informasi dihimpun awak media, sikap Kejagung yang telah menyetujui diterbitkannya SKP2 tersebut pekan ketiga Februari 2018 lalu, orang pertama di Kejatisu itu pun menampiknya.

“Sejauh ini kami masih menunggu sikap dari Kejaksaan Agung. Belum. Kita lihat dulu nanti. Kita lihat dulu nanti. Kita tunggu petunjuk (Kejagung-red),” sebutnya.

Sempat DPO

Dilansir sebelumnya, Mujianto dan Rosihan ditetapkan sebagai tersangka pada November 2017 oleh Polda Sumut. Selanjutnya, pada 7 April 2018 perkara penipuan itu dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejati Sumut. Karena tidak kooperatif, Poldasu sejak 19 April 2018 menetapkan Mujianto dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Juga menerbitkan surat pencekalan yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.

Setelah tiga bulan DPO, pada 23 Juli 2018 pihak Imigrasi Bandara Soekarno Hatta (Soetta) dan jajaran Polresta Cengkareng berhasil menangkap dan menyerahkan tersangka Mujianto ke Poldasu. Pada 26 Juli 2018, penyidik Poldasu menyerahkan tersangka Mujianto dan stafnya Rosihan Anwar ke Kejatisu. Juga berikut barang bukti (P-22) untuk diproses secara hukum di pengadilan. Tersangka Mujianto disebut-sebut dengan jaminan uang sebesar Rp3 miliar, tidak ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan). Hanya dikenakan wajib lapor.

Ajukan Gugatan Rp104 Miliar

Sementara Armen Lubis, korban penipuan sebesar Rp3,5 miliar melalui penasihat hukumnya (PH) Arizal SH, Senin (4/3/2019) lalu, melakukan perlawanan hukum. Mereka mengajukan gugatan ke PN Medan, menyusul ‘stagnannya’ penyidikan kasus dimaksud selama tujuh bulan.

Dengan berat hati, kata Arizal SH, Presiden Joko Widodo turut dijadikan sebagai tergugat III. Hal itu diharapkan sebagai pembelajaran khususnya di lingkungan kejaksaan agar sungguh-sungguh menjalankan tugasnya.

Sedangkan Kejagung dijadikan sebagai tergugat II dan Kejatisu sebagai tergugat I. Karena kasusnya tidak kunjung mendapatkan kepastian hukum, saksi korban penipuan Armen Lubis melalui PH-nya menggugat ganti rugi hampir Rp104 miliar. Kerugian materiil Rp3,9 miliar dan immateriil Rp100 miliar.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment