Keputusan Ijtimak Ulama III tak Perlu Dipatuhi

ijtimak ulama

topmetro.news – Ketua Setara Institute Hendardi menilai, ada inkosistensi dalam keputusan Ijtimak Ulama III terkait pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Hendardi juga mengatakan, keputusan Ijtimak Ulama III merupakan sebuah produk gerakan politik yang tidak perlu dipatuhi.

“Dari lima butir keputusan Ijtimak Ulama III tampak terlihat inkonsistensi keputusan yang satu dengan lainnya. Di satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional. Tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, Ijtimak ini meminta Pasangan Jokowi-Ma’ruf didiskualifikasi dari proses kontestasi,” ujar Hendardi di Jakarta, Kamis (2/4/2019).

Dikatakan, produk Itjimak Ulama III adalah pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia. Dibuat untuk tujuan politik praktis dan jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan. Sebanyak lima butir keputusan itu bukan produk hukum melainkan produk kerja politik. Sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapa pun.

BACA | Pertemuan Jokowi dengan AHY untuk Menguatkan Silaturahmi

Politisasi Ijtimak Ulama III

Keputusan itu, ujar Hendardi, lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan Pemilu. Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu harus diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia.

“Keputusan Ijtimak Ulama yang semakin kehilangan legitimasinya itu lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara pemilu. Sekali pun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin oleh UUD 1945, tetapi jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum,” ujarnya.

Hasil kesepakatan sejumlah elite itu, kata Hendardi, hanya mempertegas praktik politisasi agama oleh para elite politik. Seperti penggunaan argumentasi ‘amar ma’ruf nahi munkar’ atau penegakan hukum dengan cara syariah sebagai cara membakar emosi umat. “Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga. Dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia,” ujar Hendardi.

sumber | beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment