6 Tokoh, 1 Wartawan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Gelar pahlawan nasional

Topmetro.News – Gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada 6 tokoh yang berjasa bagi bangsa dan negara. Satu dari 6 tokoh itu ternyata seorang wartawan yang dinilai telah berjasa untuk bangsa dan negeri. Pemberian anugerahan pahlawan nasional ini diberi pada momentum peringatan Hari Pahlawan 10 November yang digelar hari ini.

Keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh ini tertuang dalam Keppres Nomor 120/TK 2019 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Gelar Pahlawan Nasional, Salahsatunya Wartawati

Enam tokoh yang mendapatkan gelar pahlawan nasional tersebut yakni Prof Sardjito, Prof KH Abdul Kahar Muzakkir, Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa Yi Koo), KH Masjkur, dan Mr Alexander Andries Maramis.

Dari enam pahlawan nasional ini, seperti disiarkan pojoksatu, Ruhana Kuddus merupakan satu-satunya perempuan.

Dia menjadi wartawan pertama yang meraih gelar pahlawan nasional.

artikel untuk Anda | UNTUNG ADA TNI, BERSAMA MASYARAKAT, NKRI UTUH TERJAGA

Berikut profil singkat 6 pahlawan nasional yang baru tersebut:

1. Prof Dr Sardjito

Prof. Dr. M. Sardjito lahir di Magetan, Jawa Timur, 13 Agustus 1889 dan meninggal dunia pada 5 Mei 1970. Dia, dokter yang menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Dimasa perang kemerdekaan, dia ikut serta dalam proses pemindahan Institut Pasteur di Bandung ke Klaten. Selanjutnya ia menjadi Presiden Universiteit (sekarang disebut Rektor) Universitas Gadjah Mada yang pertama dari awal berdirinya UGM tahun 1949 sampai 1961.

Namanya diabadikan sebagai nama sebuah rumah sakit daerah di Yogyakarta yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito.

2. Prof KH Abdul Kahar Muzzakir

Prof KH Abdul Kahar Muzzakir adalah tokoh Muhammadiyah kelahiran Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta, 16 April 1907. Ia meninggal di Yogyakarta, 2 Desember 1973.

Kahar Muzakir merupakan pendiri Sekolah Tinggi Islam (STI) pada tahun 1045. Kini, STI telah berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Kahar Muzakkir menjabat Ketua STI selama 2 periode, yakni 1945—1948 dan 1948—1960.

Kahar Muzakkir juga merupakan anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

3. Oputa Yi Koo

Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau Oputa Yi Koo adalah seorang Sultan Buton ke-20 pada 1752-1755 dan ke-23 pada 1760-1763. Ia giat bergerilya melawan menentang pemerintahan Hindia Belanda dalam Perang Buton.

Sejak 1755, tidak lama setelah perang Buton, Sultan Himayatuddin menetap di Siontapina hingga meninggal dunia tahun 1776. Sultan Himayatuddin dimakamkan di puncak Gunung Siontapina.

4. KH Masjkur

KH Masjkur lahir di Malang, Jawa Timur, 30 Desember 1904 dan meninggal 19 Desember 1994. Ia menjabar Menteri Agama Indonesia pada tahun 1947-1949 dan tahun 1953-1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI tahun 1956-1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968.

Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

KH Masjkur tercatat sebagai pendiri Pembela Tanah Air (Peta) yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah.

5. Mr Alexander Andries Maramis

Mr Alexander Andries Maramis lahir di Manado, Sulawesi Utara, 20 Juni 1897 dan meninggal di Jakarta, 31 Juli 1977. Dia adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang pernah menjadi anggota BPUPKI dan KNIP.

Dia juga pernah menjadi Menteri Keuangan Indonesia dan merupakan orang yang menandatangani Oeang Republik Indonesia pertama.

Keponakan Maria Walanda Maramis ini menyelesaikan pendidikannya dalam bidang hukum pada tahun 1924 di Belanda.

6. Ruhana Kuddus

Ruhana Kuddus lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 20 Desember 1884 dan meninggal dunia di Jakarta, 17 Agustus 1972. Dia merupakan wartawan Indonesia.

Tahun 1911, Ruhana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang. Sembari aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia.

Ketika Poetri Hindia dibredel pemerintah Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar bernama Sunting Melayu, yang tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Buah hati pasangan Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam ini adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan juga mak tuo (bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar. Dia juga sepupu H. Agus Salim.

Gelar Pahlawan Nasional Terbentur

baca juga | NAHUM SITUMORANG TERHAMBAT JADI PAHLAWAN NASIONAL KARENA ANIES BASWEDAN?

Seperti diwartakan topmetro.news sebelumnya, Ketua Umum Yayasan Karya Cipta Abadi Komponis Guru Nahum Situmorang Andar Situmorang menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diskriminatif terhadap penggiat seni.

Bahkan dia menyebut, mantan Mendikbud itu menjadi salah satu faktor penghambat diajukannya Guru Nahum Situmorang menerima gelar pahlawan nasional.

Hal ini disampaikan Andar Situmorang kepada topmetro.news, Sabtu (8/6/2019).

Menurutnya, tidak adanya respons atas surat permohonan rekomendasi pengajuan pahlawan nasional yang dikirimkannya kepada Anies Baswedan, menjadi salah satu penghambat.

“Kami sudah mengajukan Surat Permohonan Rekomendasi Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional terhadap Guru Nahum Situmorang kepada Gubernur DKI Anies Baswedan sejak Bulan Oktober 2018 lalu. Namun hingga sekarang tak mendapat respons dari Anies,” katanya.

“Dia ini diskriminatif atau tidak berpihak pada seniman atau penggiat pihak minoritas. Sementara (rekomendasi) untuk Ratna Sarumpaet ke luar negeri cepat,” sambungnya.

Padahal, kata Andar, rekomendasi dari Gubernur DKI sangat dibutuhkan untuk keperluan pengajuan Nahum Situmorang menjadi pahlawan nasional. Hal itu berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009.

sumber | pojoksatu

Related posts

Leave a Comment